Prajnaparamita Hrdya Sutra – Sutra Hati Kebijaksanaan

Home » Artikel » Prajnaparamita Hrdya Sutra – Sutra Hati Kebijaksanaan

Dilihat

Dilihat : 533 Kali

Pengunjung

  • 0
  • 56
  • 172
  • 49,538
sddefault

Oleh: Jo Priastana

 

“All is possible when emptiness is possible.

Nothing is possible when emptiness is impossible”

(Nagarjuna, Filsuf Buddhis)

 

Khotbah Anattalakkhana Sutta Sang Buddha di Taman Rusa Isipatana tentang hakikat manusia, bahwa manusia tidak memiliki inti yang kekal (anatta). Khotbah kepada lima orang pertapa, siswa Sang Buddha pertama itu, menjelaskan bahwa nama dan rupa sebagai unsur-unsur yang membentuk manusia tidak memiliki inti yang kekal.

Kekosongan yang disebut dengan istilah sunyata merupakan padanan kata anatta. Makna yang sama untuk mengungkapkan hakikat manusia yang merupakan gabungan dari pancakkhandha. Hakikat manusia yang tiada berinti adanya (anatta) atau dalam makna yang positif sebagai sunya (kosong).

Khotbah Anattalakkhana Sutta ini tampaknya serupa dengan Sutra Prajnaparamita, yang juga menjelaskan bahwa hakikat manusia itu kosong adanya. Prajnaparamita Sutra, sebuah sutra yang menjadi landasan ajaran Mahayana dan menumbuhkan filsafat Buddha Mahayana yang membicarakan tentang “Sunyata” atau kekosongan.

 

Sutra Hati Kebijaksanaan

Untuk itu, tiada salahnya bila kita mengenali Sutra Kebijaksanaan atau Prajnaparamitra Hrdya Sutra. Sutra Hati Kebijaksanaan yang dikatakan sebagai Sutra yang mengungkapkan pengetahuan tertinggi mengenai hakikat dharma yang tiada taranya. 

Sutra Hati Kebijaksaanaan cermin kesadaran sepenuhnya, kesadaran Buddha. Berkat Prajnaparamita Hrdya Sutra, maka ajaran Buddhadharma dikenal melalui Dharma Mahayana. 

Prajnaparamita Hrdya Sutra berisikan perenungan yang mendalam tentang Kesempurnaan Kebijaksanaan (prajnaparamita). Sutra ini melukiskan dengan agungnya bahwa hakikat (svabhava) dari semua dharma (fenomena) itu adalah sunya (kosong). Manusia yang terdiri dari lima kelompok kehidupan (panca skandha) adalah kosong (sunya).

Dalam Sutra itu disebutkan, bahwa Yang Ariya Sariputra menerima perenungan yang mendalam tentang hakikat semua fenomena (dharma lakshana) sebagai kekosongan (sunyata) dari Buddha Sakyamuni. Melalui sutra inilah kemudian Yang Ariya Nagarjuna memperkenalkan kekosongan (sunyata) sebagai inti Dharma melalui Buddha Dharma Mahayana.

Selanjutnya, berkat Nagarjuna istilah kekosongan (sunyata) ini menjadikan kekhasan dari setiap Dharma Mahayana. Prajnaparamita Hrdya Sutra itu sendiri merupakan inti dari Prajnapramita-Sutra, yang dibabarkan Buddha Sakyamuni kepada Yang Ariya Sariputra.

 

Dalam hal ini, Oh Sariputra, wujud adalah kekosongan (sunyata) dan kekosongan itu sendiri adalah wujud (rupa). Kekosongan tidak berbeda dari wujud, dan wujud juga tidak berbeda dari kekosongan.

Apa pun yang merupakan wujud, itu adalah kekosongan, dan apa pun yang merupakan kekosongan itu adalah wujud. Begitu pun halnya dengan perasaan (vedana), persepsi (samjna), dorongan pikiran (samskara), dan kesadaran (vijnana).

Dalam hal ini, Oh, Sariputra, semua dharma (fenomena) bercirikan kekosongan. Mereka tidak muncul ataupun lenyap; tidak ternoda ataupun murni; tidak kurang ataupun lengkap. Karenanya, oh Sariputra, di mana terdapat kekosongan, di sana tidak ada wujud perasaan, persepsi, dorongan pikiran, ataupun kesadaran.

Tidak ada mata, telinga, hidung, lidah ataupun pikiran (manas); tidak ada bentuk, suara, bebauan, rasa, obyek yang dapat disentuh atau pun obyek pikiran. Tidak ada unsur indera penglihatan, dan sebagainya. Hingga tak ada unsur kesadaran pikiran; tidak ada kebodohan, tidak ada kelenyapan kebodohan, dan sebagainya.

Tidak ada kelapukan dan kematian, ataupun lenyapnya kelapukan dan kematian. Tidak ada penderitaan, sebab (penderitaan) akhir (penderitaan) ataupun jalan (yang membawa kepada akhir penderitaan). Tidak ada pemahaman, tidak ada pencapaian (naraptih) dan tidak ada bukan pencapaian (apraptivat).

Maka, Oh, Sariputra, karena seorang Bodhisattva tidak cenderung kepada pencapaian pribadi apa pun, dan karena telah mendasarkan pada kesempurnan kebijaksanaan, ia tinggal (hidup) dengan pikiran bebas.

Karena pikirannya bebas (tanpa rintangan), ia tidak pernah merasa gentar; ia mampu mengatasi apa yang dapat menimbulkan pandangan-pandangan keliru, dan akhirnya menetap dalam Nirvana.

Semua Buddha yang muncul dalam tiga periode waktu – lampau, sekarang, dan akan datang – mendasarkan pada kesempurnaan kebijaksanaan. Mereka sepenuhnya menyadari pencerahan yang tertinggi, benar, dan sempurna.

 

Prajnaparamita Hrdaya Sutra

Dengan menyanyikan mantra Sutra Hati atau Paramita Hrdya Sutra berulang-ulang sampai tidak ada pemikiran muncul. Dengan begitu seseorang akan dapat masuk ke dalam meditasi yang dalam atau mengalami kesadaran meditatif dan mencapai pencerahan kekosongan. Sebagaimana lima orang pertama di Taman Rusa Isipatana memahami dan menembus Anattalakkhana Sutta yang disampaikan Sang Buddha. 

 

Mantra sutra hati Prajnaparamita Hrdaya Sutra (Atha prajnaparamita-hrdayam-sutram Namah sarvajnaya).

Aryavalokitesvaro bodhisattva gambhirayam prajnaparamitayam caryam caramano vyavalokayati sma. Panca skandhah. Tams ca svabhava-sunyam pasyati sma. Iha Sariputra rupam sunyata sunyataiva rupam rupan na parthak sunyata sunyataya na prthag rupam yad rupam sa sunyata ya sunyata tad rupam. Evam eva vedana-samjna-samskara-vijnanani.

Iha Sariputra sarva-dharmah sunyata-laksana anutpana aniruddha amalavimala nona na paripunah. Tasmac chariputra sunyatayam na rupam na vedana na samjna na samskara na vijnanani. Na caksuh-srotra-ghrana-jihva-kaya-manamsi. Na rupa-sabda-gandha-rasa-sparastavya-dharmah. Na caksur-dhatur yavan na mano-vijnana-dhatuh. Na vidya navidya na vidyaksayo navidyaksayo yavan na jaramaranam na jara-maranaksayo na duhkha-samudaya-nirodha-marga na jnanam na praptir apraptitvena.

Bodhisattvasya prajnaparamitam asritya viharatyacittavaranah cittavarana-nastitvad atrasto viparyasatikranto nisthanirvanah. Tryadhavavyavasthitah sarva-buddhah prajnaparamitam-asrityanuttaram samyaksambodhimabhisambudhah. Tasmaj jnatavyam prajnaparamita-mahamantro mahavidyamantro nuttaramantro samasama-mantrah sarvaduhkhaprasamanah satyamamithyatvat prajnaparamitayam ukto mantrah. Tad yatha gate gate paragate parasamgate bodhi svaha. Itu prajnaparamita-hrdayam samaptam.   

 

Tradisi Prajnaparamita

Tradisi intelektual-spiritual Buddhis Mahayana terpantulkan lewat ajaran dan filsafat Nagarjuna. Filsafat Madhyamika (Jalan Tengah) yang diformulasikan oleh Nagarjuna berdasarkan pada literatur Prajnaparamita (Kesempurnaan Kebijaksanaan) yang mengungkapakan tentang kekosongan (Sunyata).

Melalui filsafat Nagarjuna inilah, konsep Sunyata menjadi begitu populer dan tidak terpisahkan dari gerakan intelektual dan spiritual Buddhis Mahayana. Namun begitu, terdapat juga sumber lainnya yang membentuk landasan dan gerakan Buddhis Mahayana, seperti: Ratnakuta Sutra dan Avatamsaka Sutra, Astasahasrika-Prajnaparamita Sutra.

Dalam tradisi intelektual-spiritual Buddhis Mahayana dinyatakan bahwa kesempurnaan kebijaksanaan terjadi atas pemahaman bahwa segala sesuatu adalah kosong (sunya). Kosong dimana tiada entitas-entitas yang swa-ada, dan tiada ciri-ciri hakiki diri seseorang atau faktor-faktor kehidupan.

Juga dinyatakan bahwa kebijaksanaan yang membebaskan adalah penghindaran terus menerus atas kemelekatan, bahkan termasuk juga pada cita-cita spiritual seperti Nirvana, kesempurnaan kebijaksanaan, atau latihan dalam jalan Bodhisattva. Bahwa kesempurnaan kebijaksanaan pada dasarnya berhubungan dengan “cara-cara bijak” (upaya-kausalya) untuk membantu pencerahan semua makhluk.

Dalam pendekatan kontemplatif dari tradisi ini atau yang bisa juga disebut tradisi Prajnaparamita, faktor-faktor kehidupan (dharma) tidak lagi dianggap sebagai obyek-obyek persepsi yang penting dalam meditasi. Faktor-faktor kehidupan (dharma) dipandang tidak memiliki ciri-ciri hakiki.

Pembahasan tentang kausalitas yang menjelaskan kemunculan kebenaran dianggap hanya suatu pemahaman terbatas atas hakikat segala sesuatu, dan bukan wawasan terang tertinggi. Wawasan terang tertinggi dirumuskan sebagai penyadaran bahwasanya terdapat “ketidak-munculan” dan “ketidak-lenyapan” kehidupan.

Sedangkan mengenai gagasan spiritual bukanlah keterlepasan (nirvana) dari kehidupan berkondisi oleh seorang pribadi, karena usaha ini menyatakan suatu pembedaan hakiki antara nirvana dan kehidupan berkondisi (samsara). Gagasan spiritual yang ditekankan adalah cita-cita Bodhisattva (makhluk pencerahan) dengan penyadaran atas ketidakberintian (nisvabhavata) segala sesuatu dan kebebasan semua makhluk.

Nagarjuna sebagaimana yang dilukiskan dalam literatur Prajnaparamita, memberikan peranan sentral pada gagasan mengenai kekosongan (sunyata). Baginya, penyadaran spiritual terdalam memerlukan penyadaran bahwa segala sesuatu yang adalah sunya (kosong).

Karenanya, pencerahan kekosongan atau wawasan terang kebijaksanaan (prajna paramita) yang muncul dan tak terpisahkan juga tak lepas dari pemahaman tentang sebab akibat yang saling bergantungan (pratityasamutpada). Ajaran Buddha tentang Jalan Tengah menyatakan bahwa kehidupan adalah suatu fenomena pengalaman yang saling bergantung atas fenomena berkondisi lainnya seperti yang terumus dalam Pratityasamutpada (fenomena yang saling bergantungan).

Nagarjuna dalam Mulamadhyamika Karika 24:18 menyatakan bahwa pemahaman atas pratityasamutpada adalah penyadaran atas kekosongan (sunyata) itu sendiri. Hal ini senada dengan pengertian Buddha bahwa siapa yang menyelami pemahaman pratityasamutpada adalah menyelami dharma. Penyelaman ke dalam kekosongan berlandas pada fenomena kesalingtergantungan yang pada akhirnya juga berujung pada wawasan terang “ketidakmunculan” dan “ketidaklenyapan” kehidupan. (JP) ***

 

BAGI PARA PEMBACA YANG MAU MEMBANTU OPERASIONAL SETANGKAIDUPA.COM BISA MELALUI REK. BANK BRI KCP CIPULIR RADIO DALAM 086801018179534 AN. MAJAPUTERA KARNIAWAN. MOHON MENGIRIMKAN KONFIRMASI DANA KE WHATSAPP NOMOR 089678975279 (MAJA).

 

Sumber gambar: https://i.ytimg.com/vi/-LsZpFaGFoU/sddefault. jpg

error: Content is protected !!
Butuh bantuan?