Kupu-Kupu Chuang Tzu Terbang Jauh Sampai Hollywood

Home » Artikel » Kupu-Kupu Chuang Tzu Terbang Jauh Sampai Hollywood

Dilihat

Dilihat : 163 Kali

Pengunjung

  • 0
  • 81
  • 271
  • 82,584
Pic 1 JUN 2025 JO

Oleh: Jo Priastana

 

“Jangan terjebak pada label; jangan memiliki rencana jahat; jangan beranggapan Anda yang menentukan kejadian; jangan bergantung pada pengetahuan. Pahami yang tak terbatas, dan mengembaralah tanpa jejak.” (Chuang Tzu, 369 – 286 SM, Filsuf Tiongkok Klasik)

 

Siapakah yang memahami Tao dan bisa mengungkap serta menuliskannya? Ada buku “The Book of Chuang Tzu,” yang kabarnya menjadi salah satu karya penting tentang Taoisme bersama Tao Te Ching yang hadir 2000 tahun lebih dulu. Karya Chuang Tzu itu disebut-sebut mencerminkan Tao Te Ching karya Lao Tze. Chuang Tzu sendiri dipandang sebagai representasi dari Lao Tze, dan karenanya mereka yang mau memahami Taoisme pasti akan merujuk pada Chuang Tzu dan karyanya itu.

Ada terjemahan yang bagus dari Profesor Fung Yu-lan, “A Taoist Classic Works of Chuang Tzu,” yang diterbitkan oleh The Foreign Language Press di tahun 1931, sebuah karya yang otoritatif mengenai Chuang Tzu. Buston Watson menterjemahkan seluruh teks karya Chuang Tzu, dalam “The Complete Works of Chuang Tzu,” yang diterbitkan oleh Columbia University pada tahun 1968. Selain itu ada juga buku “The Book of Chuang Tzu,” terjemahan Martin Palmer bersama Elizabeth Breuilly, Chang Wai Ming dan Jay Ramsay, penerbit Penguin Books, England pada 1996 dan 2006.

Chuang Tzu mandataris Tao Te Ching karya Lao Tze adalah filsuf Cina klasik yang sangat unik dalam sejarah filsafaf Cina dan dunia. Ia memiliki rasa humor sejati, terkenal dengan kisah mimpi menjadi kupu-kupu, dan ketika terbangun membuatnya menjadi meragukan, apakah dia yang bermimpi menjadi kupu-kupu ataukah kupu-kupu yang sedang bermimpi menjadi manusia. Kisah alegoris yang abadi dan misterius tentang filsafat Tao. Chuang Tzu mempertanyakan hakekat kenyataan, tentang mimpi dan realitas, filsafat idealisme dan realisme, kenyataan yang bersifat subyektif atau obyektif. 

 

Identitas, Ilusi dan Realitas

Kisah mimpi menjadi kupu-kupu menjadi perhatian dan inspirasi para pencahari diri yang sejati. Kisah yang paradoks yang mendasari bagaimana seseorang mempersepsikan tentang realitas, keraguan dan juga identitas. Kisah Chuang Tzu (Zhuangzi) yang bermimpi menjadi kupu-kupu adalah salah satu satu alegori paling terkenal dalam filsafat Tiongkok yang menjadi pembahasan filsafat.

Ceritanya kira-kira seperti ini: Suatu malam, Chuang Tzu bermimpi bahwa ia adalah seekor kupu-kupu yang terbang dengan riang, tidak menyadari bahwa ia adalah Chuang Tzu. Namun ketika ia terbangun, ia kembali menjadi Chuang Tzu, maka ia pun menjadi ragu-ragu dan bertanya-tanya: apakah ia Chuang Tzu yang bermimpi menjadi kupu-kupu atau kupu-kupu yang bermimpi menjadi Chuang Tzu?

Cerita ini menyentuh beberapa persoalan penting dalam filsafat, menyangkut pemahaman tentang identitas dan kenyataan. Siapakah kita sebenarnya? Mana yang nyata, dunia saat kita terjaga atau dunia mimpi? Apakah realitas objektif itu benar-benar bisa dipastikan?

Kisah itu juga berkenaan dengan pemahaman tentang batas antara ilusi dan kenyataan, menyentuh soal relativitas pengalaman. Ilusi dan kenyataan serupa dengan pertanyaan dalam filsafat Barat. Bagaimana kita tahu bahwa hidup ini bukan sekadar mimpi? Pertanyaan tentang keraguan diri dan identitas ini juga mirip dengan filsafat Rene Descartes di akhir abad 16 atau kisah science fiction dalam film Matrix, keluaran Hollywood di akhir abad 20.

Kisah kupu-kupu Chuang Tzu juga dekat dengan filosofi Timur khususnya filsafat Cina, yaitu tentang perubahan dan ketidakkekalan. Dalam filsafat Taoisme, dimana Chuang Tzu berpijak, perubahan adalah sifat alamiah dari eksistensi. Identitas dan bentuk tidak tetap, dan semua bisa berubah.

Kisah kupu-kupu Chuang Tzu tentu saja berkaitan dengan Filsafat Cina dan Taoisme, mencerminkan pemikiran Taoisme, aliran filsafat yang dikembangkan oleh Lao Tzu dan dilanjutkan oleh Chuang Tzu. Tao adalah jalan atau prinsip alam semesta yang mengalir bebas dan alami. Segala sesuatu dalam hidup ini bersifat mengalir, berubah, dan tidak mutlak.

Chuang Tzu menolak pengkotakkan atau penilaian mutlak antara benar-salah, hidup-mati, aku-dia, mimpi-nyata. Dalam Taoisme yang berkenaan dengan oposisi biner pasangan yang saling berlawanan, melakukan pembedaan yang terlalu tajam justru sumber penderitaan dan kesesatan. Pasangan yang saling berlawanan bukanlah oposisi mutlak namun masing-masing kutub yang saling melengkapi.

Cerita mimpi kupu-kupu bukanlah cuma cerita aneh. Kisah mimpi menjadi kupu-kupu mengandung refleksi mendalam tentang kenyataan, identitas, dan bagaimana manusia terlalu terikat pada perbedaan buatan antara “aku” dan “bukan aku”. Chuang Tzu mengajak kita melihat hidup lebih lentur, lebih bebas, dan menyatu dengan perubahan, selaras dan mencerminkan Tao.

 

Keraguan Rene Descartes

Ada kedekatan dan kemiripan antara kisah kupu-kupu Chuang Tzu dengan gagasan filsafat Rene Descartes (1596-1650), maupun film The Matrix. Meski berasal dari konteks budaya yang berbeda dari Tiongkok kuno, kupu-kupu Chuang Tzu itu seakan-akan singgah di benua Eropa abad tengah yang mengawali pendasaran pemikiran filsafat modern dalam filsuf Prancis Rene Descartes.  

Kupu-kupu Chuang Tzu itu juga terbang jauh hingga Hollywood, dalam film, buah budaya modern yang menghasilkan teknologi. Dari Tiongkok kuno, Eropa dan Amerika, ketiganya bertemu di satu titik sebagai persoalan filsafat yang abadi dan klasik yaitu keraguan tentang realitas dan identitas.

Chuang Tzu dan mimpi menjadi kupu-kupu. Chuang Tzu meragukan dirinya dan bertanya: “Apakah aku Chuang Tzu yang bermimpi jadi kupu-kupu, atau kupu-kupu yang bermimpi jadi Chuang Tzu? Artinya: Bagaimana kita tahu siapa kita yang sebenarnya, dan mana yang nyata-mimpi atau bangun?

Pertanyaan utama, siapa aku? Apakah mimpi nyata? Kisah mimpi jadi kupu-kupu yang berkenaan juga bagaimana sikap terhadap ilusi, apakah menerima ketidakpastian yang semuanya mengalir (Tao). Tujuan filsafat Tiongkok adalah menjalani kehidupan secara harmoni dengan perubahan dan keraguan. Sumber kebenaran adalah mengalir bersama Tao, intuisi alami, dengan  gaya berpikir yang  paradoksal, imajinatif, dan terbuka.

Filsuf Rene Descartes yang dikenal sebagai bapak filsafat modern, terkenal dengan adagiumnya, “Aku Berpikir, Maka Aku Ada, atau Cogito Ergo Sum.” Postulat Rene Descartes untuk menemukan kepastian dengan bermula pada meragukan segalanya yang bisa diragukan, termasuk dunia yang ia lihat. Dia bertanya: “Bagaimana jika ini hanya mimpi? Atau adakah iblis cerdas menipuku? Akhirnya dia mengambil kesimpulan, bahwa satu-satunya hal yang tak bisa diragukan adalah kesadaran dirinya yang sedang berpikir (cogito ergo sum).

Rene Descartes (1596-1650) seorang filsuf dan matematikawan Prancis terkenal dengan filosofi keraguannya yang berakhir kepada kepastian yaitu keraguan itu sendiri, dalam kesadaran yang sedang meragukan. “Aku berpikir (meragukan), karena itu aku ada.” Aku menyangsikan, karena itu aku niscaya. Keraguan Rene Descartes adalah titik tolak utama untuk sebuah jawaban atas pertanyaan tentang apa yang bisa diyakini dengan pasti?

Dalam kesangsian atau keraguan itu, ia mempertanyakan, apakah dirinya khayalan, ditipu oleh iblis jahat, bagaimana bersikap terhadap ilusi, tentang mencari kepastian rasional. Tujuan filsafat Rene Descartes untuk membangun dasar ilmu yang tak bisa diragukan, dengan sumber kebenaran adalah pikiran dan logika: cogito ergo sum, dan gaya berpikir logis, sistematis, skeptis. Pada akhirnya kesimpulan kepastian pada filsafat rasionalisme dan ilmu matematika.

Ada titik temu, kemiripan dan kesamaan antara mimpi menjadi kupu-kupu Chuang Tzu dan filsafat Rene Descartes, yaitu bahwa baik Descartes maupun Chuang Tzu meragukan kenyataan. Meski begitu, terlihat pula perbedaannya. Rene Descartes mencari kepastian (sebagai landasan pengetahuan atau epistemologi), sedangkan Chuang Tzu merelakan ketidakpastian dengan hidup dalam aliran Tao, tanpa perlu kepastian mutlak.

 

Identitas Simulasi dalam Film “The Matrix”

Rene Descartes dikenal sebagai bapak filsafat modern, dimana dunia filsafat modern pada akhirnya melahirkan budaya dan peradaban modern. Diantaranya adalah produk film yang melibatkan seni peran, ilmu pengetahuan dan teknologi. Ada sebuah film, yaitu The Matrix yang tampaknya dipengaruhi oleh filsafat Rene Descartes dan juga tentunya kisah kupu-kupu Chuang Tzu. Film The Matrix menceritakan tentang dunia yang dialami sang tokoh yang ternyata hanya simulasi komputer.

Pertanyaan utama, apakah dunia ini nyata atau simulasi. Dalam cerita, Neo, sang tokoh dalam film The Matrix yang diperankan oleh Keanu Reeves, hidup dalam dunia visual buatan mesin. Dalam dunia itu yang berkenaan dengan sikap terhadap ilusi, melawan ilusi, mencari kebenaran dan kebebasan. Tujuan filsafatnya, menemukan “realitas sejati” di balik dunia palsu, dengan sumber kebenaran, pilihan sadar dan pengalaman, (Neo memilih pil), dan gaya berpikir sebagai fiksi ilmiah, simbolis, eksistensialis.

Film The Matrix (1999) yang disutradarai Wachowski bersaudara, Andy dan Larry begitu populer dan sukses sampai mencapai status cult. Film thriller aksi fiksi ilmiah ini berlanjut pada kedua film lanjutannya “The Matrix Reloaded (2003), The Matrix Revolutions (2003) dan The Matrix Resurrections (2021).” Fiksi sains film The Matrix memiliki kesamaan dengan Chuang Tzu. Kemiripan yang berkenaan dengan persepsi terhadap realitas dan masalah identitas, antara dunia biasa dan  dunia  ilusi, hiperrealitas, dan simulasi.

Film The Matrix menyajikan pertanyaan mengenai identitas yang bisa berubah, serta pertanyaan eksistensial: “Siapa aku sebenarnya?” yang mirip juga dengan filsafat Rene Descartes. Rene Descartes menjawab pertanyaan itu dengan pikiran setelah upayanya melalui metode kesangsian yang dia lakukan dalam rangkaian meditasi. Rene Descartes menulis buku yang berjudul “Meditationes de prima Philosophia,” pada tahun 1641 yang berisikan tahapan-tahapan di dalam penggunaan metode kesangsiannya, serta karya lainnya “Discours de la Methode,” pada tahun 1637.

Pada akhirnya, mimpi menjadi kupu-kupu Chuang Tzu yang berasal dari Tiongkok Kuno, yang berisikan keraguan dirinya atau identitasnya, dialami juga oleh orang di Eropa sana, pada metode filsafat kesangsian Rene Descartes, dan juga hingga di Amerika pada industri film, dalam film The Matrix, sebuah film science fiction yang bersifat filosofis berkenaan dengan identitas di dunia simulasi dan hiperrealitas.

Ketiganya, baik Chuang Tzu, Descartes dan The Matrix, mengajak kita mempertanyakan kenyataan dan identitas, dengan pendekatan dan jawaban masing-masing. Chuang Tzu menerima ketidakpastian sebagai bagian dari Tao. Rene Descartes dalam mencari dasar kepastian rasional. Sedangkan The Matrix mengeksplorasi pencarian kebenaran dan kebebasan dari sistem ilusi.

Tampaknya mimpi menjadi kupu-kupu Chuang Tzu adalah sebuah persoalan filosofis yang abadi dan selalu menjadi perdebatan dan pembahasan filosofis menarik yang tak akan ada habis-habisnya. Pertanyaan esensial dari manusia yang berfilsafat dan bisa muncul dimana saja, kapan saja, pada siapa saja, terlebih saat ini di tengah kemajuan teknologi dan dunia digitalisasi yang memutus garis batas antara ilusi dan realitas. Kupu-kupu Chuang Tzu di Tiongkok masa lalu nyatanya terbang jauh melintas zaman sampai ke Hollywood!  (JP) ***

 

BAGI PARA PEMBACA YANG MAU MEMBANTU OPERASIONAL SETANGKAIDUPA.COM BISA MELALUI REK. BANK BRI KCP CIPULIR RADIO DALAM 086801018179534 AN. MAJAPUTERA KARNIAWAN. MOHON MENGIRIMKAN KONFIRMASI DANA KE WHATSAPP NOMOR 089678975279 (MAJA).

 

error: Content is protected !!
Butuh bantuan?