Study Tour Lintas Dunia Lewat Literasi

Home » Artikel » Study Tour Lintas Dunia Lewat Literasi

Dilihat

Dilihat : 45 Kali

Pengunjung

  • 1
  • 4
  • 271
  • 82,507
Pic 04 Study Tour

Oleh: Majaputera Karniawan

majaputera@nalanda.ac.id

 

Abstrak

Seorang guru wali kelas 12 SMA mengkhawatirkan kemampuan literasi para siswanya sebagai akibat penggunaan AI secara serampangan membuat mereka tidak lagi berpikir dalam belajar, ia tidak menyalahkan mereka, karena mereka ada di zaman yang berlari serba cepat. Sang guru mengajak mereka bertamasya lintas dunia (yang sebenarnya ini adalah perumpamaan pedagogis/pembelajaran) untuk mengajarkan makna tentang pentingnya budaya literasi dan kebiasaan membaca bagi mereka.

Di sebuah sekolah, seorang guru wali kelas 12 SMA mengamati fenomena yang terjadi di kelasnya, di mana ia melihat dengan mata kepalanya sendiri anak-anak sekarang belajar tanpa berpikir. Setiap tugas yang dikerjakan, daripada mereka mencari jawaban di buku atau browsing di internet, mereka memilih bertanya pada Chat GPT ataupun Gemini AI, lalu mengonsumsi, menyalin jawaban dari AI tersebut tanpa berpikir ataupun menganalisanya lagi. Bahkan yang lebih menakjubkan lagi, mereka mengerjakan tugas dari guru matematika dengan bermodalkan Blackbox AI, sebuah platform artificial intelegence yang mampu mengerjakan soal matematika.

Sang guru kelas tidak menyalahkan mereka, mereka ada di zaman yang berlari begitu cepat[1], zaman budaya konsumsi yang pragmatis serba cepat, ia sadar resiko dari kecepatan adalah kedangkalan hingga kekacauan makna[2]. Ia berinisiatif mengajak mereka bertamasya, study tour lintas dunia lewat diskursus literasi dan aksara. Ia mengumpulkan semua muridnya di dalam kelas. ‘Assalamualaikum anak-anak semua’ ‘Waalaikumsalam’ jawab mereka semua, lalu ia menanyakan kepada mereka semua: ‘Anak-anakku, kalian sebentar lagi lulus SMA, rencana mau kuliah jurusan apa nih?’ ‘Kedokteran, pak’, ‘Agama Islam, pak’, ‘Jurusan Bahasa Inggris, pak’  ‘Sosiologi, pak’, ‘Manajemen, pak’ ‘Hukum, pak’ dan beragam jurusan lainnya. Ada juga yang memilih untuk langsung menikah dan kerja sebagai pedagang atau pekerja kantoran. Pak guru hanya tersenyum sambil berkata, ‘Anak-anak bapak sudah besar semua, hari ini bapak akan tanya 1 hal dari kalian, bagaimana cara kalian belajar ilmu yang kalian minati langsung dari ahlinya tanpa datang ke kampus?’

 

A. Tour Guide: Guru Sekaligus Teman Belajar

Seorang murid bernama Andi berkata: ‘Pak guru, dulu saya pernah dengar istilah tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina, lalu Tong Sam Cong sendiri yang dari Cina pergi ke Nalanda India buat belajar, jadi mana mungkin bisa kita belajar tanpa ke kampus?’ Pak guru bilang ‘Bisa kok, kita study tour keliling dunia, tapi izinkan saya menjadi tour guidenya, kalau kalian bicara sama tour guide, tanya apa saja, kalau kalian tahupun boleh lengkapi penjelasan saya, dan saya ajak kamu keliling dunia!’

‘Baik, pak guru’ jawab mereka semua. Risna berkata: ‘Pak guru, kita coba ke Cina yah, bagaimana caranya?’ ‘Oke good, sekarang kalian bayangkan sedang ada di kuil tua di Cina, lalu ada Konfusius, seorang filsuf pengetahuan yang terkenal di Cina menunjuk ke 3 orang yang sedang berjalan. Ia berkata: Kalau 3 orang sedang berjalan bersama, pasti ada salah satunya yang bisa dijadikan guru![3] Kenapa demikian?’ Novi menjawab ‘Isi otak ketiga orang itu tidak sama guru, ada yang lebih pintar ada yang lebih bodoh’ ‘Nah kalau begitu, maksud dari Konfusius adalah kita bisa belajar dari siapapun yang kita temui, bukan? Sekalipun ia bukan guru resmi, tetapi ketika ia bisa memberikanmu makna baru dalam hidup ini. Kata kuncinya adalah makna, atau bahasa Jermannya ‘verstehen’[4]. Mencari makna ini yang mahal, dan hanya bisa kamu dapatkan dengan banyak berdiskusi.

Dalam proses kalian mencari makna tersebut, kalian akan bertemu dengan beragam pengalaman yang menjadikan proses dan hasil yang kalian dapat juga berbeda. Misalnya bapak meminta kalian mendengarkan lagu ‘Tanah Airku’ ciptaan Ibu Soed, lalu meminta kalian menjelaskan makna lagu tersebut, setelah kalian semua menjelaskan, kalian boleh mewawancarai para veteran yang pernah berperang, pasti makna yang mereka ungkapkan lebih mendalam, atau bahkan mereka lebih menyelami maknanya. Mengapa demikian? Karena mereka mengalami dan mendengarkan lagu tersebut dalam situasi dan kondisi yang berbeda. Setiap dari kita semua demikian adanya, dengan pengalaman dan pengetahuan yang berbeda punya makna yang berbeda-beda juga. Lewat berdiskusilah kita bisa memperoleh makna yang dialami oleh orang lain.’

 

B. Belajar Memahami Makna

‘Apakah hanya dengan berdiskusi guru?’ tanya Rudi. Guru tersebut menjawab: ‘Sekarang, bapak mau ajak kalian semua ke Jerman, kita bermain ke rumahnya Jurgen Habbermas, seorang filsuf sosial yang sangat kritis. Ia berkata bahwa tindakan dasar manusia bukan hanya kerja, kerja adalah cara manusia mengkondisikan alam, tapi hanya dengan komunikasi dan berdiskusilah manusia bisa berhubungan dengan semua manusia, bahkan bertukar pikiran ataupun saling memperkaya literasi bahasa’. Lalu pak guru bertanya: ‘Bagaimana caranya agar komunikasi kalian bisa berbobot?’ ‘IKUT LATIHAN PUBLIC SPEAKING DONG, PAKK’ jawab mereka sekelas.

‘Salahhhh! Banyak membaca, belajar, dan memikirkan apa yang dipelajari! Kenapa? Karena kita bisa tahu bobot keilmuan dan wawasan seseorang dari gaya komunikasinya. Coba kalian ngobrol sama guru atau dosen, mereka kalau basa-basi aja berbobot loh, contohnya seorang terpelajar kalau basa basi saat dia gak paham konteks aja, dia bilang ‘Sorry bro gue brainfog kayanya, bisa jelasin pakai bahasa yang lebih simple?’ Sementara orang yang pengetahuannya pas-pasan dia akan bilang ‘Lu ngomong apaan dah? Jangan ngomong pakai bahasa planet ngapa?’ Dari dua basa-basi ini keren yang mana?’

‘Keren yang pertama, pak!’ jawab semua siswa. ‘Nah, kalau kalian banyak membaca, literasi kalian jalan, kalian punya lebih banyak kombinasi diksi daripada mereka yang malas membaca. Komunikasi kalian lebih bagus, public speaking hanya membantu kalian pede bicara di depan, tetapi tanpa literasi yang bagus, komunikasi kalian seperti tong kosong yang berisik. Dalam proses diskusi, terkadang kalian akan mengalami perbedaan pendapat antara satu dengan lainnya, disitulah letak asiknya, ketika dua atau lebih pendapat yang berbeda dipertemukan, akan terjadi proses dialektika, yang dikatakaan oleh Hegel adalah saling membuktikan satu sama lain, ketika sebuah tesis (pernyataan) dan antitesis (kontra-pernyataan) saling berinteraksi lewat perdebatan atau diskusi, sebuah sintesis (pemahaman baru) akan suatu hal dapat muncul dan menambah pengetahuan kita bersama[5].

 

C. Respawn lagi, tapi dengan isi kepala berbeda

‘Pak, diksi apaan sih? Kok baru dengar kata ini?’ sahut Rizki. Oke, sekarang kita tamasya lagi, kali ini kita ke Jawa Barat. Apa Bahasa Sunda nya ‘Makan’? Buka hp kalian, cari di Google sekarang! ‘Leeut, pak’ ‘Dahar, pak’ ‘Madang’ ‘Emam’ ‘Tuang’ ‘Neda’ ‘Nyatu, pak’ — ‘Nah itu semua artinya Makan, tapi tentu kalau mau bicarakan, sesuaikan dengan konteksnya. Itulah diksi, pemilihan kata yang sesuai dengan situasi. Misalnya kalau sama orang tua, tentu pakai Bahasa Sunda halus yakni ‘Tuang’, kalau sama teman pakai ‘Dahar’ atau ‘Madang’, kalau sama anak kecil pakai ‘Emam’ kalau bahasa gaul bisa pakai ‘Nyatu’ atau ‘Leeut’, tetapi kata ‘Leeut’ cenderung kasar jadi sebaiknya gunakan hanya bila sudah akrab’[6].

‘Oooh begitu, pak. Baru tahu saya.’ jawab Andi. ‘KRIINGGGGGG….’ Bel pulang berbunyi keras. Pak guru bersiap membubarkan kelasnya. ‘Baik anak-anak, study tour kita sudah selesai. Bapak hari ini sudah mengajak kalian keliling dua dunia, bukan hanya dunia nyata saja, juga keliling dunia pemikiran. Pemikiran itulah makna mahal yang hanya bisa didapatkan lewat berdiskusi dan membaca. Ingatlah kalau pikiran adalah pelopor segalanya![7] Kedepannya bapak harap, ketika kalian lanjut kuliah atau kembali ke masyarakat, kalian akan respawn kembali, tetapi dengan keadaan lebih baik dari sebelumnya. Kenapa demikian? Karena kalian sudah punya makna dari pengalaman dan pengetahuan. Ilmu pengetahuan dan teori bukan jawaban dari permasalahan, tetapi jalan bagi penyelesaian masalah yang akan kelak kalian temui[8]

‘Jangan lupa membaca, pak guru saja lebih banyak tertidur sama buku daripada sama istri bapak, bukan karena bapak tidak sayang sama istri, tetapi bapak secara tak langsung mengajarkan agar istri dan anak bapak juga giat membaca. Kenapa harus membaca? Agar kalian berpikir. Kalau tidak berpikir namanya bukan belajar.’ ‘Baik, pak, terima kasih. Kami pamit, pak. Assalamualaikum’. — ‘Waalaikumsalam’. jawab pak guru mengakhiri pertemuan.

Sampai pertemuan berakhir, tidak sekalipun pak guru memerintahkan muridnya membaca melainkan memberikan makna kepada semua muridnya tentang manfaat membaca. Jadi siapa sebenarnya pak guru tersebut? Siapa saja bisa menjadi sosok pak guru, bisa saya atau anda, ia hadir ditulis di sini tanpa menggunakan AI, ia adalah hasil kekayaan literasi manusia yang menulisnya, murni hasil tamasya keliling dunia pemikiran yang senang mencari makna dari segala sesuatu. Jadi, jika anda menjadi pak guru, anda mau ajak siswa-siswi anda bertamasya ke mana saja?

 

BAGI PARA PEMBACA YANG MAU MEMBANTU OPERASIONAL SETANGKAIDUPA.COM BISA MELALUI REK. BANK BRI KCP CIPULIR RADIO DALAM 086801018179534 AN. MAJAPUTERA KARNIAWAN. MOHON MENGIRIMKAN KONFIRMASI DANA KE WHATSAPP NOMOR 089678975279 (MAJA).

 

Sumber gambar:

[1] Yasraf Amir Piliang, Dunia Yang Berlari Mencari “Tuhan-Tuhan” Digital (Jakarta: PT. GRASINDO, 2004). 289-290.

[2] Yasraf Amir Piliang, Dunia Yang Dilipat Tamasya Melampaui Batas-Batas Kebudayaan, ed. Alfathri Adlin, 2020th ed. (Yogyakarta: Cantrik Pustaka, 2020). 283-285

[3] Suyena Adegunawan, Kompilasi Si Shu Empat Kitab Klasik (Bandung: USA, 2018). <三人行,必有我師> 论语·述而.

[4] Kadek Aria Prima Dewi and Eva Septiana, Teori Sosiologi Klasik, ed. Ira Atika Putri, 1st ed. (Malang: CV Literasi Nusantara Abadi, 2023).

[5] Bito Wikantoso, “KONSEP INTERSUBJEKTIVITAS DALAM PHENOMENOLOGY OF SPIRIT KARYA GWF HEGEL,” 2016.

[6] “Apa Bahasa Sundanya Makan, Jangan Sampai Salah Pakai Ya!,” accessed August 14, 2025, https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-5835097/apa-bahasa-sundanya-makan-jangan-sampai-salah-pakai-ya.

[7] Sammagi Phala, “Dhammapada,” Sammagi Phala, 2016, https://samaggi-phala.or.id/tipitaka/dhammapada/.

[8] George. D.J. Goodman. Ritzer, Teori Sosiologi Modern, ed. Alimandan (Terj) (Jakarta: Prenada Media., 2004).

error: Content is protected !!
Butuh bantuan?