𝐀𝐧𝐭𝐚𝐫𝐚: 𝐒𝐚𝐦̣𝐬𝐚̄𝐫𝐚, P𝐞𝐧𝐠𝐞𝐭𝐚𝐡𝐮𝐚𝐧 U𝐦𝐚𝐭 M𝐚𝐧𝐮𝐬𝐢𝐚, 𝐝𝐚𝐧 M𝐢𝐬𝐭𝐞𝐫𝐢 K𝐞𝐬𝐚𝐝𝐚𝐫𝐚𝐧

Home » Artikel » 𝐀𝐧𝐭𝐚𝐫𝐚: 𝐒𝐚𝐦̣𝐬𝐚̄𝐫𝐚, P𝐞𝐧𝐠𝐞𝐭𝐚𝐡𝐮𝐚𝐧 U𝐦𝐚𝐭 M𝐚𝐧𝐮𝐬𝐢𝐚, 𝐝𝐚𝐧 M𝐢𝐬𝐭𝐞𝐫𝐢 K𝐞𝐬𝐚𝐝𝐚𝐫𝐚𝐧

Dilihat

Dilihat : 5 Kali

Pengunjung

  • 0
  • 193
  • 173
  • 88,062
Pic Antara Samsara

Oleh: Prajna Sin Hoa

 

Samsāra dalam bahasa umum berarti eksistensi atau keberadaan yang senantiasa mengalami perubahan—muncul dan lenyap—dalam lingkaran siklus yang tiada berkesudahan. Umat manusia hidup di dalam arus itu, terjebak dalam pencarian tanpa ujung. Melalui pencarian inilah lahir beragam pengetahuan: agama, filsafat, dan sains. Setiap kali satu pertanyaan dijawab, ribuan pertanyaan baru lahir. Karena itu ilmu pengetahuan tidak pernah mati, sebab ia adalah gema dari ketidaktahuan yang terus ingin mengenal dirinya sendiri, namun yang jarang disadari adalah, bahwa kesadaran yang menanyakan asal-usulnya sendiri sedang menciptakan samsāra baru. Kita menjadi pelaku sekaligus korban dari lingkaran pencarian yang tak berujung. Pada akhirnya lahirlah misteri kesadaran.

 

A. Melihat Saṃsāra Apa Adanya

Bila seseorang telah memahami saṃsāra apa adanya — tanpa penolakan maupun keinginan untuk keluar darinya — maka di saat itu pula ia telah berada dalam nirvāṇa. Sebab nirvāṇa bukan tempat yang harus dicapai, melainkan lenyapnya ilusi tentang “aku yang mengejar pembebasan”. Ketika kesadaran melihat segala sesuatu sebagaimana adanya, tanpa pusat dan tanpa dualitas, berakhirlah lingkaran penderitaan. Saṃsāra dan nirvāṇa hanyalah dua nama bagi satu realitas yang sama: keberadaan yang telah dipahami secara utuh.

Dalam pengertian umum, saṃsāra adalah eksistensi yang terus berubah, arus keberadaan yang tidak pernah berhenti bergerak. Ia bukan sekadar siklus kelahiran dan kematian, melainkan keseluruhan proses menjadi yang lahir dari ketidaktahuan dan keinginan untuk ada. Setiap bentuk, pikiran, dan perasaan yang muncul lalu lenyap adalah bagian dari arus itu. Maka memahami saṃsāra apa adanya berarti melihat perubahan tanpa melekat pada yang berubah. Di situlah kebebasan sejati hadir — bukan di luar dunia, melainkan di dalam kesadaran yang tidak lagi terikat pada arusnya.

Melihat saṃsāra secara jernih berarti menyadari bahwa tidak ada pemisahan antara pengamat dan yang diamati. Pada titik ini, dualitas lenyap: tidak ada lagi “aku” yang terjebak dan “dunia” yang menjebak. Yang tersisa hanyalah sūnyatā — kekosongan yang bukan ketiadaan, melainkan potensi tanpa batas tempat segala sesuatu muncul dan lenyap. Dari sūnyatā inilah bentuk-bentuk lahir, sementara pada saat yang sama tetap hampa dari inti yang tetap. Maka memahami saṃsāra adalah menyentuh nirvāṇa; menyadari kekosongan adalah menyingkap sumber sejati dari semua kemungkinan keberadaan. Pada akhirnya, kebijaksanaan bukanlah hasil pencarian panjang, melainkan kesadaran jernih yang melihat bahwa segala sesuatu selalu telah sempurna dalam keberlaluannya.

 

B. Pengetahuan dan Lingkaran Saṃsāra

Pengetahuan manusia, betapapun luas dan canggihnya — entah ia menjelma menjadi agama yang mencari makna, filsafat yang menimbang kebenaran, atau sains yang mengurai sebab-akibat — tetap berputar dalam lingkaran saṃsāra. Sebab seluruhnya lahir dari kesadaran yang masih membedakan antara subjek dan objek, antara yang mengetahui dan yang diketahui. Di sinilah akar keterikatan tersembunyi: keinginan untuk mengerti, menguasai, atau menjelaskan realitas. Selama pengetahuan muncul dari dorongan untuk menegaskan “aku tahu”, maka pengetahuan itu sendiri masih bagian dari ketidaktahuan.

Agama berbicara tentang pembebasan, namun sering terjebak dalam bentuk-bentuk konseptual tentang Tuhan. Filsafat mengurai hakikat, namun tetap terikat pada bahasa dan logika dualistik. Sains menyingkap hukum alam, namun sering mengabaikan bahwa pengamat dan yang diamati tidak pernah terpisah. Ketiganya adalah cermin dari upaya kesadaran manusia memahami dirinya sendiri — tetapi belum menembus sumbernya.

Seluruh sejarah pengetahuan manusia, dari mitos purba hingga teknologi modern, sesungguhnya masih berputar di dalam saṃsāra: arus keinginan untuk menjelaskan tanpa benar-benar memahami. Di sinilah paradoksnya: semakin manusia ingin mengetahui realitas, semakin ia menciptakan jarak dengan realitas itu sendiri. Ia memisahkan diri dari yang diamati, lalu mencoba menyatukannya kembali melalui teori, sistem, dan keyakinan — padahal pemisahan itu hanya lahir dari pikirannya sendiri.

Hanya ketika pengetahuan berhenti menuntut kepastian, dan kesadaran melihat dirinya sebagai arus yang terus berubah tanpa pusat tetap, maka pengetahuan berubah menjadi kebijaksanaan. Di titik inilah batas antara agama, filsafat, dan sains lenyap; yang tersisa hanyalah penglihatan langsung terhadap kenyataan sebagaimana adanya — yathābhūtaṃ ñāṇadassana — di mana saṃsāra dan nirvāṇa menyatu dalam keheningan yang sama.

Kebijaksanaan sejati tidak menolak dunia, dan tidak pula melekat padanya. Ia sekadar melihat bahwa segala bentuk pengetahuan, kepercayaan, dan pencapaian manusia hanyalah gelombang sementara di permukaan samudra kesadaran yang tak bertepi. Mengetahui hal ini bukan berarti mengabaikan sains atau menolak filsafat, melainkan menempatkannya pada posisi yang benar: sebagai ekspresi dari sūnyatā, bukan sebagai kebenaran mutlak. Ketika kesadaran menembus kedalaman itu, pengetahuan berhenti menjadi beban, dan dunia berhenti menjadi teka-teki. Yang tersisa hanyalah pengertian murni tanpa penjelasan — diam yang memahami, sunyi yang hidup, dan kekosongan yang melahirkan segalanya.

 

C. Penutup Reflektif

Mungkin pada akhirnya, kita perlu berhenti sejenak dan bertanya: untuk apa kita terus membongkar misteri kesadaran, seolah ada sesuatu yang tersembunyi di baliknya? Barangkali lebih bijak untuk sekadar menyadari bahwa aku tahu bahwa aku tidak tahu. Sebab setiap kali satu pertanyaan terjawab, seribu pertanyaan baru lahir dari rahim yang sama. Begitulah kesadaran bekerja — bukan untuk menutup misteri, tetapi untuk menyingkap bahwa misteri itu sendiri adalah cermin dari keberadaan yang tak pernah selesai dijelaskan.

 

BAGI PARA PEMBACA YANG MAU MEMBANTU OPERASIONAL SETANGKAIDUPA.COM BISA MELALUI REK. BANK BRI KCP CIPULIR RADIO DALAM 086801018179534 AN. MAJAPUTERA KARNIAWAN. MOHON MENGIRIMKAN KONFIRMASI DANA KE WHATSAPP NOMOR 089678975279 (MAJA).

 

Daftar Pustaka

The Lotus Sutra and Its Opening and Closing Sutras. (2023). Translated by Burton Watson.  India: Motilal Banarsidass Publishing House.

N., Kalupahana, D. J. (1991). Mūlamadhyamakakārikā of Nāgārjuna: The Philosophy of the Middle Way. India: Motilal Banarsidass.

Malaka, T. (2022). Madilog. Indonesia: IRCiSoD.

Sapiens By Yuval Noah Harari: Summary and Illustration. (n.d.). (n.p.): Yuval Noah Harari.

Dawkins, R. (2016). The Selfish Gene. United Kingdom: Oxford University Press.

Haidt, J. (2012). The Righteous Mind: Why Good People Are Divided by Politics and Religion. United States: Knopf Doubleday Publishing Group.

Tegmark, M. (2018). Life 3.0: Being Human in the Age of Artificial Intelligence. United Kingdom: Penguin Books.

Foto Stok Robert Harding / Alamy

error: Content is protected !!
Butuh bantuan?