Adakah Penjelasan Ilmiah Tentang Pawang Hujan?

Home » Artikel » Adakah Penjelasan Ilmiah Tentang Pawang Hujan?

Dilihat

Dilihat : 190 Kali

Pengunjung

  • 0
  • 76
  • 110
  • 58,830
Pawang Pic

Oleh: Gifari Andika Ferisqo 方诸德

 

Hujan adalah kumpulan titik air yang berjatuhan dari udara membasahi daratan. Bagi para petani, hujan merupakan sesuatu yang ditunggu-tunggu, sebaliknya, bagi sebagian orang yang akan mengadakan acara, hujan bisa dikatakan sebagai ‘musibah’. Oleh karena itu timbulah keinginan manusia untuk menghindari hujan pada hari dimulainya acara seperti pesta perkawinan, konser, dan acara-acara lainnya yang mengundang orang banyak.

Oleh karena keinginan orang yang memiliki acara supaya tidak ada hambatan pada tamu undangan yang akan datang maka orang yang dipandang memiliki kemampuan dalam memindahkan hujan atau menghentikan hujan ke tempat yang jauh dari tempat acara. Biasanya hujan dipindahkan ke gunung, lembah, laut atau hutan di mana hujan tersebut akan turun di tempat terpencil yang jarang ada orang. Orang-orang yang ahli dalam memindahkan hujan tersebut di masyarakat akrab disebut sebagai pawang hujan.

Belum lama kita dihebohkan dengan pawang hujan yang beraksi selama perhelatan MotoGP di Pertamina Mandalika International Street Circuit. Pawang hujan tersebut bernama Rara Istiani Wulandari, dipuji media asing dan akun-akun resmi media sosial MotoGP atas aksinya menangkal hujan. Dalam mengendalikan hujan tersebut ia menggunakan teknik getaran suara yang dihasilkan oleh sebuah the singing bowl yang biasa ia bawa ketika menangkal hujan.

The singing bowl tentu tidak asing bagi kita umat Buddha, bukan? Namun, bukan benda itu yang istimewa, yang saya khawatirkan akan membuat nilai yang sedikit bergeser dari nilai esensi the singing bowl itu sendiri. Semoga saja benda itu tidak menjadi inspirasi untuk ‘bahan jualan’ yayasan Buddhis ‘mata duitan’ untuk menipu umat Buddha dengan dalih ‘berdana’. Karena memang pada dasarnya the singing bowl adalah tools, yang sesungguhnya bekerja adalah niatan dan getaran dari pawang hujan tersebut. Bukan benda tersebut yang sakti, the singing bowl hanyalah perantara saja untuk niatan yang dilakukan.

Dalam sebuah wawancara berita olahraga nasional, Rara Istiani Wulandari, sang pawang hujan mengatakan, bahwa gelombang suara yang bisa ditangkap otak manusia adalah Alfa, Delta dan Teta. Namun tidak semua orang bisa menangkap gelombang suara hingga Teta. Rara mengatakan, umumnya pawang hujan sudah terlatih untuk bisa menangkap gelombang suara Teta. Kemampuan tersebut kemudian dikombinasikan dengan ketenangan batin, sehingga seorang pawang hujan bisa memecah awan dengan energi dua kali dari the singing bowl setelah itu ditambah dengan teriakan supaya cuaca menjadi panas di permukaan dan juga dinyalakannya hio yang menambah daya panas. Kalau dianalogikan gelombang suara yang pawang hujan gunakan dalam memindahkan awan bukankah sama saat kita membaca Paritta, Mantra, Sutra atau bacaan lainnya yang juga merupakan gelombang suara yang dihasilkan untuk didengar oleh khalayak banyak termasuk semesta, hanya perbedaannya seberapa kuat gelombang getaran suara tersebut.

 

Memahami Cara Kerja Pawang Hujan

Dalam sejarahnya ada seorang pawang hujan paling fenomenal yang berasal dari Amerika Serikat. Ia berhasil merekayasa hujan tercatat sampai 500 kali dalam 10 tahun masa kariernya sebagai pawang hujan. Pada tahun 1841, seorang bernama James Pollard Espy menerbitkan sebuah buku yang berjudul The Philosophy of Storm yang secara singkat bisa dijelaskan bahwa sebenarnya hujan adalah mekanisme alam yang bisa saja direkayasa.

Espy mengamati bahwa hujan sering terjadi setelah perang besar, terutama saat-saat setelah Perang Saudara (Civil War) di Amerika Serikat saat itu, kemudian ia mengasumsikan hujan akan turun jika daratan memiliki panas yang cukup, maka jika panasnya cukup akan mendorong uap-uap air yang ada di udara semakin ke atas menyatu dengan awan dan mencapai titik kondensasi setelah itu turunlah hujan. Maka menurutnya, cara terbaik untuk menurunkan hujan adalah dengan memanaskan daratan terlebih dahulu.

James Pollard Espy sempat dibekerja sebagai meteorolog oleh pemerintah Federal Amerika Serikat. Kebetulan saat musim panas datang ia diminta untuk membuktikan tesisnya, namun tesis tersebut tidak terbukti berhasil. Namun murid-muridnya di Smithsonian Institution tetap melanjutkan teori yang dikemukakan oleh Espy, meski sampai di permulaan tahun 1900 para muridnya masih merancang dan mengembangkan rekayasa dengan memanaskan daratan meski masih sering gagal dan pernah terjadi kebakaran hebat.

Namun, di antara para muridnya yang gagal ada satu orang muridnya yang berhasil yaitu Charles Hatfield dan ia mengklaim telah mengembangkan dan menemukan ramuan yang bisa merekayasa hujan secara efektif dengan mendorong kondensasi uap air. Tahun 1904, ia memulai praktiknya sebagai pawang hujan di San Jose, California, ia selalu menggaransikan jasanya jika gagal meski tarif yang ia tetapkan cukup tinggi untuk saat itu yakni $1.000,- untuk sekali sesi. Semua sesi pemanggilan hujan yang diminta oleh pemerintah setempat selalu berhasil, sampai pada tahun 1915 ketika San Diego dilanda kekeringan parah, saking parahnya tingkat kekeringan saat itu ia sempat menaikan tarifnya menjadi $10.000,- untuk menurunkan hujan di wilayah San Diego dan tentunya dengan garansi uang kembali jika hujan gagal turun.

Hal pertama yang ia lakukan pada praktiknya saat itu agar hujan deras turun di wilayah San Diego yaitu membuat menara di dekat waduk Morena dengan ketinggian 26 kaki (sekitar 8 meter), kemudian ia mengeluarkan ramuannya yang baunya sangat tengik seperti bau keju rusak, menurut pengakuan pegawai pemerintah federal yang menyaksikannya. Ramuan-ramuan tersebut dibakar agar menciptakan panas dan tidak lama setelah itu turun hujan sangat deras dan bukan hanya pada hari tersebut hujannya turun tetapi hampir setiap hari turun hujan hingga San Diego menjadi kebanjiran dan mengakibatkan kematian lima puluh orang.

Orang-orang yang semula bersuka cita dengan turunnya hujan jadi menyalahkan Hatfield karena banjir tersebut juga menyebabkan jalanan yang rusak, rel kereta api yang terendam, ternak dan lahan pertanian warga yang rusak pada waktu itu, jadi kerugian yang ditimbulkan sama dengan kerugian akibat kekeringan sebelumnya. Saat itu warga menuntut Hatfield dan kantor walikota, tetapi muncul juga polemik karena Hatfield menuntut tagihannya yang belum ia terima tetapi kantor walikota menolak karena kerugian yang diakibatkan oleh banjir akibat hujan yang didatangkan oleh Hatfield.

Maka saat itu muncul sebuah optional yang berisi, (1) jika hujan itu terbukti sebagai karya dari Hatfield, maka ia berhak menerima tagihannya sebesar $10.000,- tetapi ia juga harus mengganti kerugian yang diakibatkan, (2) jika hujan yang turun tidak terbukti bukan sebagai karya Hatfield, maka ia tidak berhak menerima tagihannya sebesar $10.000,-. Namun Hatfield menolak optional tersebut karena sebelumnya ia telah mengingatkan walikota bahwa akan turun hujan besar dan harus segera mengantisipasi banjir agar tidak terjadi musibah baru.

Kasus ini kemudian sampai ke pengadilan dan bertahan sampai 20 tahun. Kemudian pengadilan memutuskan bahwa hujan tersebut adalah fenomena alam bukan sebagai karya Hatfield dan oleh karena itu Hatfield tidak berhak menerima tagihannya sebesar $10.000,- dan walaupun dengan demikian ia juga tidak dituntut ganti rugi. Namun, selama 20 tahun sambil menunggu kasusnya di pengadilan ia mendapat berbagai proyek di wilayah-wilayah California selama kekeringan parah dan dari sana ia mencatat bahwa ia telah berhasil menurunkan 500 kali hujan selama 20 tahun terakhir itu. Bahkan sampai ada istilah hiperbola yang menyebutkan bahwa Charles Hatfield The Rainmaker bisa menurunkan hujan di dalam ruangan.

Dari semua karyanya sebagai pawang hujan, banyak yang menuliskan tentang biografi sampai teori-teori tentang hujan darinya, dan jika ada fenomena hujan apapun nama Charles Hatfield selalu disinggung sampai menginspirasi orang untuk membuat film, novel, buku-buku tentang dirinya. Di balik itu tentu ada pro dan kontra, sebagian yang kontra dengannya meragukan bahwa ia bisa menurunkan hujan. Ada dua hipotesis besar yaitu, hipotesis pertama yang kontra terhadap dirinya menyatakan, Charles Hatfield adalah penipu, karena Hatfield hanya dianggap memprediksi kapan waktunya hujan turun di daerah yang kekeringan dan kemudian ia datang ke sana dan menerima bayaran yang besar, karena latar belakang Hatfield adalah meteorolog yang tahu cara menghitung kapan hujan akan turun. Sedangkan hipotesis kedua yang didukung oleh yang pro terhadap dirinya, Charles Hatfield diduga memang pelopor ramuan penyemaian awan di zaman modern, salah satu bahannya diduga mengandung es kering dan yodida perak, bahan yang juga kita kenal saat ini untuk membuat hujan buatan, yang mana bahan kimia tertentu menyediakan partikel yang mana uap air dapat mengembun dan akhirnya jatuh sebagai hujan setelah tetesan mencapai ukuran yang cukup. 

 

Kesimpulan

Sebenarnya hanya dengan melihat Accu Weather saja kita sudah bisa tahu bagaimana cuaca per menit di suatu daerah. Untuk kasus Mandalika International Street Circuit saya pikir pihak panitia sukses membungkus pawang hujan tradisional untuk tujuan pemasaran Mandalika International Street Circuit dan Indonesia menjadi topik pembicaraan dan pusat perhatian dunia. Ini bisa dikatakan juga sebagai kombinasi free genius marketing dan kemampuan kebatinan. Kalau kita analisis, sang pawang hujan muncul saat hujan sudah mulai mereda sesuai dengan Accu Weather kemudian ia menggunakan the singing bowl dan berteriak untuk memecah awan dengan gelombang suara yang dihasilkan, dan ditambah dengan hio dan sesajen sebagai ‘bungkus’ pelengkap secara simbolis, dan hasilnya adalah efek viral ke seluruh penjuru dunia.

Kita harus menganalisis dengan dasar metodologi ilmiah atas apa yang sudah dilakukan oleh sang pawang hujan di Mandalika International Street Circuit dan pawang-pawang hujan yang ada di daerah lain di Indonesia. Pawang hujan pakai ramuan atau alat-alat lainnya dalam melaksanakan ritualnya menangkal hujan, karena tentu semua bahan yang digunakan berasal dari alam di bumi kita ini. Dari situ bisa diambil hipotesa-hipotesanya untuk kemudian ditarik kesimpulannya mengapa pawang hujan bisa menolak dan atau mendatangkan hujan pada suatu daerah. Jadi kesimpulannya hal ini bisa dijelaskan secara ilmiah, Buddha pun mengajarkan untuk mengapresiasi peran hutan, pohon, dan alam yang sangat bermanfaat bagi kehidupan, mungkin juga maksudnya agar suatu saat kita bisa meneliti secara ilmiah kelak. Alam semesta dan manusia memiliki hubungan yang kuat karena berkaitan dengan roda kehidupan manusia itu sendiri. Pawang hujan di belahan bumi barat sudah di perdebatkan sejak tahun 1841 atau 180 tahun yang lalu, sedangkan sekarang sudah bisa dilogikan dan dijelaskan secara ilmiah. Mungkin kita di Indonesia butuh 180 tahun lagi untuk memperdebatkan masalah yang sekarang diperdebatkan orang barat.

 

Daftar Pustaka

  • Spence, Clarke C. 1961. A Brief History of Pluviculture. University of Washington. Washington, DC. United States of America.
  • Espy, James P. 1841. The Philosophy of Storm. New York Public Library. New York. United States of America.
  • Espy, Florence Mercy. History and Genealogy of the Espy Family in America. The Library of Congress. New York. United States of America.
  • Grisham, John. 1995. The Rainmaker. Delta. Tennessee. United States of America.
  • Dispezio, Michael A. 1991. Rain, Rain, Go Away. The National Science Teachers Association. Virginia. United States of America.
error: Content is protected !!
Butuh bantuan?