Oleh Majaputera Karniawan (Sia Wie Kiong 謝偉强)
Pada imlek lewat sembilan hari, tepatnya pada pukul 00.00 WIB, secara serempak masyarakat Tionghoa yang masih berpegang pada agama tradisi Tionghoa (Buddhisme Mahayana, Taoisme, Konfusianisme, maupun agama tradisi budaya tionghoa) pada umumnya akan sembahyang menghadap ke langit. Bagi mereka yang memiliki ekonomi makmur, akan mendirikan (atau mempersiapkan) Thian Tan 天坛. Hari ini dikenal dengan hari dimana kaisar langit ulang tahun (Giok Hong Siang Tee Shou Tan 玉皇上帝寿旦 atau ada yang menyebutnya Giok Hong Siang Tee Seng Tan 玉皇上帝圣诞).
Kaisar langit atau kaisar giok dipandang sebagai bapak langit (Thian Kong 天公), bagaikan ayah yang menaungi semua mahluk di kolong langit ini. Semua para dewata yang bertugas dalam kosmologi tradisi Tionghoa, tunduk dan melaksanakan perintah daripada Kaisar Langit. Ada banyak sebutan kehormatan untuk beliau, diantaranya:
- 玉皇上帝 Giok Hong Siang Tee (Kaisar giok, hyang tertinggi)
- 玉皇大帝 Giok Hong Thay Tee (Mahakaisar besar giok)
- 玉皇大天尊 Giok Hong Thay Thian Cun (Kaisar giok sang mahasuci, thiancun berarti celestial being, mahluk suci surgawi)
- 天公 Thian Kong (Bapak langit)
- 天公祖 Thian Kong Co (Leluhur langit)
- 玉帝 Giok Tee (Kaisar giok)
Di antara banyaknya sebutan kepada beliau, terkadang masyarakat juga menyebutnya sebagai Thian Ti Kong 天地公 (Bapak langit dan bumi), meski kadang ada yang menyatakan istilah ini kurang tepat, karena kekuasaan beliau lebih kepada para dewa di langit, sedangkan para dewa di bumi adalah tanggung jawab dari ibu suri Ong Bu Nio Nio 王母娘娘. Tetapi apapun sebutannya itu, masyarakat tetap menaruh rasa hormat dan bakti yang mendalam kepada beliau.
Pemujaan terhadap Tian ini, merupakan perwujudan pandangan orang Tionghoa tradisonal tentang bersatu padunya langit dan manusia. Ada sebuah pepatah bertuliskan ‘Tian Di Yi Li 天地一礼” (yang berarti langit/Tuhan dan bumi punya tata krama yang sama). Pepatah ini memiliki makna mendidik masyarakat untuk memberkahi siapa saja yang berbuat baik dan akan menghukum yang berbuat jahat.
Siapakah beliau? Dalam beberapa tradisi Buddhis seperti Mahayana, beliau dianggap sebagai dewa Indra atau Sakka (Sakkaindadevanam), Sang raja dewa dalam mitologi Hindu-Buddha, hanya saja ada yang tidak sependapat dan memperdebatkan hal ini. Ada juga yang menganggapnya sebagai Thian Cun 天尊 yang melakukan kultivasi tidak terhitung lamanya sehingga memiliki kebajikan yang luar biasa dahsyat.
Di balik itu semua, sosoknya tetap menjadi misteri, karena beliau dianggap sebagai salah satu figur suci Thay Ik/Tai Ji 太极 (Maha Mula, maha keberadaan) khususnya dalam Taoisme, figur dalam tataran Thay Ik memiliki posisi yang sangat tinggi karena diyakini sudah ada bersamaan dengan terbentuknya alam semesta ini. Figur Thay Ik inilah yang kemudian menyebabkan kemunculan berlaksa benda di alam semesta ini.
Mengingat figurnya sebagai Thay Ik, ada posisi yang lebih tinggi, yakni dalam posisi Bu Ik/Wu Ji 无极, alam kekosongan,saat di mana segala sesuatunya belum muncul. Maka Giok Hong Siang Tee digambarkan memakai Tiao Pan 朝版 (Papan penghormatan), karena ia memiliki tanggung jawab kepada para dewa yang ada di tataran Bu Ik. Maka dari itu ada istilah Ren Fa Di, Di Fa Tian, Tian Fa Dao, Dao Fa Zi Ran 人法地,地法天,天法道, 道法自然 (Manusia mengikuti hukum bumi, bumi mengikuti hukum langit, langit mengikuti hukum Tao, dan Tao mengikuti hukum kealamiahan).
Lantas bagaimana cara untuk menghormati beliau di hari kebesaran beliau (KENG THIAN KONG 敬天公)? Bagi yang mampu, mereka biasanya mendirikan sebuah altar persembahyangan, lengkap dengan berbagai persembahan minimal Wu Gong 五供 (5 Jenis persembahan: Hio/dupa, air, buah, bunga, dan pelita) serta kertas sembahyang yang disebut Thian Kong Kim 天公金/Tua Kim 大金. Ada juga yang memberikan arak dan teh (Pai Teh Pai Ciu 拜茶拜酒), Sam Seng 三牲 (3 Jenis daging, ayam, ikan dan babi), maupun menggunakan sepasang tebu. Sedangkan bagi mereka yang tidak mampu, cukup menancapkan 3 atau 12 batang hio harum berwarna merah di tanah atau di tempat hio dari Seng/kaleng yang menempel di pintu, sambil memohonkan kehadirat Thian Kong.
Pada momen sembahyang banyak yang memohon keselamatan dan keberkahan bagi keluarga dan dirinya. Besar kecil persembahan bukan soal, yang terpenting wujud rasa bakti dan ketulusan dalam melaksanakannya. Bagi peranakan Tionghoa di Tangerang dan sekitarnya, mereka tidak mengenal istilah Thian Tan 天坛(Altar Thian) untuk acara sembahyang Keng Thi Kong ini, mereka lebih mengenal istilah Meja Sembahyang Sam Kai 三界 (Sam Kai berarti tiga penguasa, yang merujuk pada Sam Kwan Thay Tee 三官大帝, 3 maha kaisar yang membantu kaisar giok dalam mengawasi langit, bumi, dan perairan). Hio yang digunakan terbilang khusus, yakni Hio harum besar yang berwarna merah, ukuran besarnya mulai dari diameter 3cm sampai dengan sekitar 30 cm (Hio ukuran raksasa) dengan durasi bakar 2 jam hingga berhari-hari tergantung kemampuan.
Ada beberapa istilah untuk Hio jenis ini, ada yang menyebutnya Hio Sam Kai/Sam Kai Hiong 三界香, Hio Panjang Umur/Shou Hiong 寿香, maupun Hio Naga /Liong Hiong 龙香. Setelah sembahyang beragam kertas sembahyang dipersembahkan dengan cara di bakar dan pada akhirnya berbagai petasan, kembang api, dan tetabuhan dibunyikan. Sungguh acara yang sangat meriah!
• REDAKSI MENYEDIAKAN RUANG SPONSOR (IKLAN) Rp 500.000,- PER 1 BULAN TAYANG. MARI BERIKLAN UNTUK MENDUKUNG OPERASIONAL SETANGKAIDUPA.COM
• REDAKSI TURUT MEMBUKA BILA ADA PENULIS YANG BERKENAN BERKONTRIBUSI MENGIRIMKAN ARTIKEL BERTEMAKAN KEBIJAKSANAAN TIMUR (MINIMAL 800 KATA, SEMI ILMIAH)
• SILAHKAN HUBUNGI: MAJA 089678975279 (Chief Editor)
Daftar Pustaka
Tjoa Tjoe Koan. 1887. Hari Raja Orang Tjina. Batavia. Albrecht & Co.
Kwa Thong Hay. 1990. Dewa Dewi Kelenteng. Semarang. Yayasan Kelenteng Sampookong Gedung Batu.
Lika, Id. 2012. Dao De Jing Kitab Suci Utama Agama Tao. Jakarta. Elex Media Komputindo.
Gambar: https://www.sohu.com/a/223767098_274750. Diakses 16 Januari 2023.