Apakah Kita Akan Tertinggal? Sebuah Refleksi dalam Cara Mendidik Kita

Home » Artikel » Apakah Kita Akan Tertinggal? Sebuah Refleksi dalam Cara Mendidik Kita

Dilihat

Dilihat : 13 Kali

Pengunjung

  • 29
  • 26
  • 27
  • 31,019
cara mendidik

Oleh: Arya Karniawan

            Dewasa ini kita semua merasakan perubahan dunia yang terlalu cepat. Tanpa kita sadari terdapat banyak hal yang baru saja muncul, keberadaannya sudah tergerus oleh sesuatu yang lebih baik lagi. Misalnya keberadaan ponsel “BB” yang sempat menggemparkan kita semua dengan BB Messenger nya hanya dalam beberapa tahun sudah tergerus hingga gulung tikar oleh keberadaan smartphone berbasis android. Atau misalnya jaringan internet yang sedang kita pakai. Beberapa tahun lalu, kita masih menggunakan teknologi 2G dan 3G, namun sekarang kita sudah menggunakan teknologi 4G bahkan 5G. Begitupun dengan media sosial yang sekarang sedang viral membicarakan tentang metaverse. Melihat perubahan yang sangat cepat ini, agaknya adalah hal wajar bagi kita untuk merasa khawatir.

            Sudah seharusnya kita mempersiapkan pendidikan yang terbaik bagi generasi selanjutnya guna menghadapi perubahan yang semakin cepat ini. Sayangnya pendidikan kita tidak berubah secepat perubahan zaman, baik secara kompleks maupun dari segi fundamentalnya. Kita tentu mengharapkan generasi selanjutnya akan dapat membuat sesuatu yang “out of the box”, agar dapat mengimbangi kemajuan zaman. Namun, apakah pendidikan kita sudah mendukung hal tersebut? Nyatanya pendidikan kita malah berkembang pada dua ekstrim. Ekstrim pertama adalah kita terlalu mengekang anak-anak kita dalam belajar, sedangkan ekstrim kedua adalah terlalu melepaskan anak-anak kita. Model pembelajaran yang ekstrim ini sering kita temui, baik di sekolah maupun di kampus-kampus kita.

            Ekstrim pertama merupakan warisan pada era revolusi industri. Nilai-nilai (value) kepatuhan untuk melakukan sesuai apa yang diperintahkan. Tanpa kita sadari, kita masih menanamkan hal ini dalam pendidikan kita. Di sekolah tradisional, kita terlalu mengekang anak-anak untuk mengikuti instruksi yang ada, tanpa memberikan ruang bagi mereka untuk berkreasi dan mengutarakan pemikirannya. (RZ. Shah, 2016) Di kampus, seringkali dalam penulisan tugas akhir kita dikekang oleh dosen pembimbing dan penguji, bukan karena tidak memahami kaidah penelitian ilmiah, namun karena dosen penguji kita tidak menguasai model penelitian yang dipakai dan cenderung memaksakan model penelitian yang ia kuasai.

Ekstrim kedua adalah metode pembelajaran dengan bimbingan yang minimal. Metode ini sedang populer terutama pada saat pandemi ini. Walaupun demikian, metode ini mengabaikan struktur-struktur yang merupakan arsitektur kognitif manusia, juga telah terbukti selama setengah abad bahwa metode ini kurang efektif dan efisien dibandingkan dengan pembelajaran yang menekankan bimbingan pada proses belajar siswa. (Paul A. Kirschner, dkk, 2006:1)

            Kedua model pembelajaran ini sangatlah membunuh kreativitas. Model pembelajaran pertama terlalu mengekang para siswa untuk mengutarakan ide-ide mereka. Para siswa dipaksa untuk menuruti kemauan para pengajar. Sedangkan model pembelajaran kedua seringkali dipakai oleh para pengajar yang malas dan tidak ingin membuat bahan ajar dengan dalih pembaruan metode mengajar. Dengan pembelajaran yang minim bimbingan, kreativitas apa yang dapat diharapkan? Dapat terbayangkan suasana kelas yang menerapkan metode pembelajaran dengan bimbingan yang minim akan menjadi sebuah bola liar. Pada akhirnya siswa tidak mendapatkan apapun yang berarti dari kelas yang diikuti.

Kita semua tentunya ingin memberikan pendidikan yang terbaik bagi generasi penerus kita. Kita bisa memulainya dengan pembelajaran yang tidak mengikuti model-model yang ekstrim ini, atau kita bisa menyebutnya model pembelajaran jalan tengah. Di satu sisi, kita tidak boleh terlalu mengekang para murid untuk mengutarakan pemikiran mereka, juga kita sebagai guru perlu memoderasi jalannya pembelajaran agar tidak menjadi bola liar yang tanpa arah. Hal ini memang sangatlah fundamental, namun jika kita berhasil melaksanakan hal ini, bukan tidak mungkin kualitas pendidikan kita akan lebih baik dari sebelumnya. Dengan metode pembelajaran yang tepat, dapat menstimulus tumbuhnya kreativitas dan inovasi pada murid-murid kita. Kita akan jadi lebih tenang karena dapat diharapkan mereka dapat bersaing dalam perkembangan zaman yang sangat cepat ini.

***

Referensi:

  1. Kirschner, Paul A, dkk. 2006. Why Minimal Guidance During Instruction Does Not Work: An Analysis of the Failure of Constructivist, Discovery, Problem-Based,Experiential, and Inquiry-Based Teaching. Heerlen. Journal of Educational Psychologist.

 

  1. Shah, R.Z. “6 Problems with our School System”. Youtube, diupload oleh Next School, 15 Desember 2016, https://www.youtube.com/watch?v=okpg-lVWLbE. Diakses pada 10 Februari 2022.

 

  3. https://www.facebook.com/285456552333715/posts/927923831420314/?app=fbl

Butuh bantuan?