Oleh: Vijjavati Anindita
Penjaga toko atau restoran Jepang umumnya mengucapkan “arigatou gozaimasu” ketika pelanggan yang beres berbelanja atau makan hendak meninggalkan tokonya. Bahkan cabang toko dan restoran di luar Jepang pun membiasakan karyawannya untuk mengucapkan kata yang sama ketika melihat pelanggan yang sudah selesai akan pergi keluar. Sederhananya, arigatou atau lebih formalnya lagi arigatou gozaimasu diterjemahkan sebagai ucapan terima kasih. Mengucapkan terima kasih kepada pelanggan yang datang berbelanja dan menggunakan jasa pekerja adalah hal yang lumrah. Akan tetapi, apa iya maknanya hanya sampai segitu?
Kata arigatou dapat ditulis menggunakan aksara hiragana, huruf asli Jepang, maupun aksara kanji, huruf tradisional China yang penggunaannya disesuaikan dengan ejaan bahasa Jepang. Jika ditulis menggunakan huruf kanji, kata arigatou diketahui berasal dari kata 有難し (read: arigatashi) yang artinya ‘hal tersebut sulit terjadi.’ Hanya dengan mengetahui asal katanya, arigatou diucapkan untuk mengungkapkan rasa syukur atas bantuan maupun pertolongan yang diterima oleh pengucapnya. Dalam hidup, seseorang dituntut untuk menjadi pribadi yang mandiri dan merasa cukup dengan mengandalkan dirinya sendiri. Jika ada orang lain yang secara suka rela memberikan bantuannya, hal tersebut dianggap sebagai sesuatu yang tidak terduga dan jarang terjadi sehingga penerima bantuan menjadi merasa perlu untuk mengungkapkan rasa syukurnya.
Dewasa ini, arigatou diucapkan sebagai upaya menjaga interaksi sosial yang harmonis. Upaya tersebut adalah salah satu bentuk ninjou (人情), yaitu sisi emosional manusia yang hangat, ramah terhadap lingkungannya, dan tulus dalam memperlakukan orang lain. Salah satu cara menunjukkan ninjou tentu dengan mengucapkan arigatou. Selain ninjou, rasa syukur terhadap pertolongan atau bantuan orang lain juga diungkapkan melalui gimu (義務) dan giri (義理). Makna gimu lebih erat dengan makna bersyukur sebagai tanda bakti kepada orang-orang yang telah berjasa di dalam kehidupan seseorang seperti pemimpin negara, orang tua, guru, serta kolega kerja. Makna giri lebih ditekankan pada penekanan untuk mengungkapkan rasa syukur dengan upaya yang setara – semakin keras upaya seseorang untuk membantu, maka semakin besar pula ungkapan syukur yang perlu diberikan.
Uniknya lagi, ketika seseorang mengucapkan arigatou, ia tidak hanya berterima kasih atau bersyukur kepada orang lain yang telah membantunya, tetapi juga kepada Tuhan dan dewa (神様, kamisama). Dipercayai bahwa ketika mengucapkan arigatou, kata tersebut pertama-tama ditujukan kepada kamisama, lalu kamisama menyampaikannya kepada orang lain walaupun secara eksplisit, yang mengucapkan arigatou berbicara kepada orang lain yang telah membantunya. Kepercayaan tersebut berakar dari pemahaman orang Jepang bahwa dunia manusia selalu terhubung dengan dunia lain termasuk dunia kamisama dan alam semesta. Jadi, yang menerima ungkapan syukur melalui ucapan arigatou tidak hanya orang yang berbuat jasa kebajikan saja, tetapi juga seluruh alam semesta dan kamisama.
Makna terima kasih sebagai salah satu ungkapan syukur berbeda menurut konsep budaya barat dan timur. Menurut budaya barat, bersyukur adalah bentuk membalas kebaikan yang menekankan pada otonomi individu dan kesetaraan sosial. Di sisi lain, budaya timur memandang upaya mengungkapkan rasa syukur sebagai cara untuk mengeratkan kekompakan kelompok. Alasannya adalah budaya timur memandang kehidupan kelompok, kegiatan ritual, dan harmoni sebagai nilai-nilai penting di dalam kehidupan individu. Buddhisme memandang upaya mengungkapkan rasa syukur adalah perbuatan orang-orang yang berintegritas dan bermoral, terutama kepada orang tua. Sebagaimana disebutkan di dalam Kataññu Sutta
“Apakah tanda orang yang tidak berintegritas? Orang yang tidak berintegritas tidak bersyukur dan tidak tahu berterima kasih.
Tidak bersyukur dan berterima kasih disebarkan oleh orang-orang yang kasar, yang tidak memiliki integritas.
Orang yang berintegritas memiliki rasa syukur dan berterima kasih.
Rasa syukur dan terima kasih disebarkan oleh orang-orang yang berbudi, yang memiliki integritas.”
Lebih jauh lagi, sutta tersebut menyebutkan bahwa cara seorang anak membalas jasa-jasa kebajikan kedua orang tua. Caranya justru bukan dengan merawat mereka di kedua pundak selama 100 tahun maupun memberi mereka kekuasaan yang besar di muka bumi, melainkan dengan mengarahkan orang tua untuk menumbuhkan sifat-sifat yang baik. Orang tua yang tidak memiliki keyakinan diarahkan untuk memiliki keyakinan, orang tua yang kikir diarahkan untuk menumbuhkan sifat murah hati, orang tua yang tidak berbudi diarahkan untuk memiliki sifat-sifat yang berbudi, dan orang tua yang masih memiliki kebodohan batin diarahkan untuk membedakan mana yang benar dan tidak benar.
Manusia pada dasarnya hidup dengan mengandalkan dirinya sendiri, memenuhi kebutuhan hidupnya secara mandiri, menjaga kesehatan dan kondisi hidupnya sendiri. Kalaupun perlu bantuan manusia lain, belum tentu bantuan tersebut benar-benar datang. Ketika orang lain membantu untuk meringankan permasalahan yang ada, hal tersebut adalah hal yang sulit untuk terjadi. Dengan mengungkapkan rasa syukur, alam semesta dan Tuhan turut merasakan ungkapannya. Ungkapan rasa syukur berbeda-beda tingkatannya tergantung dari tipe hubungan, besarnya bantuan yang diberikan, atau besarnya rasa syukur yang dirasakan. Rasa syukur yang paling ringan diungkapkan melalui kata-kata, sedangkan rasa syukur yang paling besar diungkapkan dengan memberikan manfaat ke dalam kehidupan orang lain.
BAGI PARA PEMBACA YANG MAU MEMBANTU OPERASIONAL SETANGKAIDUPA.COM BISA MELALUI REK. BANK BRI KCP CIPULIR RADIO DALAM 086801018179534 AN. MAJAPUTERA KARNIAWAN. MOHON MENGIRIMKAN KONFIRMASI DANA KE WHATSAPP NOMOR 089678975279 (MAJA).
Daftar Pustaka
Izmayanti, D. K., Gultom, Z. S. H., & Rosa, D. P. S. (2021). ’ARIGATOU’ PHRASE IN JAPANESE DAILY LIFE. WIDAI Japanese Journal, 1(2), 61–76.
Yosei, Masahara. 2003. Arigatou Nihon Up down Kouzou. Osaka: Transpace. http://www.asahigroup- http://eigodesoka.blogspot.co.id/2017/09/the-miraculous-words-thank-you.html http://blog.goo.ne.jp/chorinkai/e/c00add7d8c5d88d89b02d763770833cf, http://www.sankei.com/life/news/171202/lif1712020036-n3.html
Tsai, G. and Choo, L.C., 2025. Debts of Gratitude in Cross‐Cultural Perspective: Confucian and Western Ethics. Journal of Applied Philosophy, 42(1), pp.131-154.
“Kataññu Suttas: Gratitude” (AN 2.31-32), translated from the Pali by Thanissaro Bhikkhu. Access to Insight (BCBS Edition), 30 November 2013, http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/an/an02/an02.031.than.html
Sumber gambar dari koleksi pribadi.