Beban Ganda Generasi Sandwich Menghidupi Keluarga dan Menopang Orang Tua

Home » Artikel » Beban Ganda Generasi Sandwich Menghidupi Keluarga dan Menopang Orang Tua

Dilihat

Dilihat : 54 Kali

Pengunjung

  • 0
  • 89
  • 63
  • 23,130

Oleh: Jo Priastana

Ibu Ayah sebagai Brahma dan Guru Pertama,

sehingga pantas dilayani dan memperoleh pemberian

(Anguttara Nikaya 4.63)

Bagaimana anak-anak sekarang yang dinamakan generasi sandwich dapat berbakti dengan melakukan pemberian kepada Ibu dan Ayahnya? Generasi sandwich yang merupakan generasi produktif yang menanggung beban kehidupan keluarganya dan menopang generasi diatasnya orang tua. Sungguh berat beban yang harus ditanggung oleh generasi produktif yang berusia diantara 24 hingga 39 tahun ini, padahal dari generasi ini pula negara dapat mengharap banyak akan peran dan kontribusinya untuk melakukan perubahan dan kemajuan bangsa.

Posisi generasi sandwich sebagai tulang punggung keluarga menempatkan mereka dalam tekanan dan himpitan. Di satu sisi mesti memikul kebutuhan keluarganya, di sisi lain harus ikut menopang kehidupan generasi di atasnya, terutama orangtua. Sebagian dari mereka juga mesti membantu menutupi kebutuhan saudara kandung atau keluarga besar lainnya. Dalam banyak kasus mereka harus bekerja ekstra keras tanpa memiliki ruang untuk merancang masa depan keluarganya yang lebih sejahtera.

Generasi sandwich adalah generasi yang mendapatkan tekanan tambahan pada usia produktif mereka. Mereka di masa usia produktifnya ini diharapkan orang bisa mengembangkan dirinya dan juga lingkungan sekitarnya. Namun, mereka mengalami sejumlah masalah, seperti beban finansial, dan yang pada ujungnya berpengaruh terhadap kesehatan mental. Kata healing yang telah menggantikan kata rekreasi di hari libur memperlihatkan akan hal itu.

Beban Ganda Generasi Sandwich

Potret generasi sandwich Indonesia tertangkap dalam jejak pendapat Litbang Kompas pada 9-11 Agustus 2022 kepada 504 responden di 34 provinsi. Hasil jejak pendapat menunjukkan, 67 persen responden mengaku menanggung beban sebagai generasi sandwich. Jika diproporsikan dengan populasi usia produktif di Indonesia yang berjumlah 206 juta jiwa, diperkirakan 56 juta jiwa yang masuk kategori generasi sandwich (Kompas, 8/9/2022).

Dari sisi usia, generasi sandwich Indonesia tersebar di semua generasi, mulai dari generasi Z, Y, X, hingga baby boomers. Namun, fakta menunjukkan proporsi terbesar berada di kelompok generasi Y (24-39 tahun), yakni 43,6 persen, diikuti generasi X (40-55 tahun) sebesar 16,3 persen di kalangan generasi Z (kurang dari 24 tahun), yang berkategori sebagai pekerja muda. Secara status sosial ekonomi, generasi sandwich Indonesia paling banyak ditemukan ada kelas menengah bawah, yakni 44,8 persen, diikuti kelas bawah 36,2 persen. Generasi sandwich ini menopang ekonomi kepada keluarga besar umumnya untuk memenuhi kebutuhan pokok, yakni makan dan minum. (Kompas, 8/9/22)

Istilah atau konsep Generasi sandwich dikenal sejak 1981 dalam Jurnal karya Dorothy Miller dan Elaine Brody. Miller menyoroti keberadaan posisi seorang anak yang menanggung biaya hidup dan kebutuhan orangtua mereka. Adapun Brody mengangkat kondisi beban ganda perempuan di AS yang harus mengurus anak dan suami, ditambah lagi kerabat atau lanjut usia.

Dari dua kondisi di atas, sebutan sandwich melekat pada kelompok masyarakat berusia produktif yang memikul beban ekonomi generasi sebelumnya sekaligus beban dari keluarga mereka. Definisi usia produktif yang dimaksud ialah individu yang berusia 15 hingga 65 tahun. Artinya, pihak yang bisa menjadi beban ekonomi generasi sandwich merupakan dua generasi tidak produktif yang menghimpitnya, yakni mereka yang berusia 0-14 tahun dan usia lebih dari 65 tahun. 

Keberadaan generasi sandwich berdampingan dengan generasi sebelumnya yang cukup besar, yaitu lonjakan jumlah penduduk semenjak generasi baby boomers. Era perdamaian setelah Perang Dunia II membuat harapan hidup manusia makin tinggi sehingga mendorong manusia hidup lebih lama di usia senja dan sudah tidak produktif lagi. Kondisi demikian memaksa individu berusia produktif yakni generasi sandwich untuk menanggung kebutuhan hidup kelompok lansia.

Beban Ekonomi Dua Lapis

Jajak pendapat Litbang Kompas pada 9-11 Agustus 2022 memperoleh gambaran beban generasi sandwich di Indonesia. Secara keseluruhan, tujuh dari 10 responden menyatakan bahwa mereka termasuk dalam kelompok generasi sandwich. Temuan ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat berusia produktif menanggung beban ekonomi dua lapis, yakni keluarganya sendiri dan generasi lansia.

Ditinjau dari kelompok generasinya, responden dari generasi Y (usia 24-39 tahun) adalah yang paling banyak berada pada posisi himpitan ekonomi. Empat dari 10 responden generasi Y mengaku memberi bantuan ekonomi kepada orangtua atau mertua, saudara kandung, bahkan kerabat mereka. Kelompok usia terbanyak kedua yang mengalami kondisi serupa adalah generasi X (usia 40-55 tahun). Apabila dicermati, generasi Y dan generasi X saat ini berada pada posisi memiliki orangtua yang sudah tidak pada usia produktif lagi.

Keadaan ini dapat menjadi gambaran bahwa penduduk dengan usia 24-55 tahun adalah yang paling rentan menjadi generasi sandwich. Hasil jajak pendapat menunjukkan beban ganda yang ditanggung generasi sandwich terjadi pada semua lapisan sosial ekonomi. Masyarakat dengan kemampuan ekonomi kuat hingga lemah sama-sama mengalami kondisi serupa. Nilai tanggungan yang besar dari perspektif ekonomi menjadi suatu beban yang perlu segera diatasi.

Namun, dari kacamata sosial, para responden mengaku bahwa mengemban beban ekonomi bukanlah kondisi yang patut dikeluhkan. Mayoritas responden jajak pendapat menyatakan bahwa kewajiban yang mereka tanggung tidak dipandang sebagai beban. Pernyataan ini disampaikan oleh responden dari semua kalangan sosial ekonomi. Sungguh luar biasa, bahwa mereka masih tetap bersedia menanggung beban generasi diatasnya, membalas budi orang tua meski berada dalam himpitan ekonomi.

Membalas Budi Orang tua

Pandangan generasi sandwich terhadap kondisinya dilatarbelakangi oleh budaya dan relasi kekerabatan khas masyarakat yang diresapi nilai kebijaksanaan Timur khususnya Indonesia. Membiayai hidup atau memberi bantuan kepada orangtua dianggap sebagai tindakan yang mulia. Seorang anak sudah sepantasnya membalas budi kepada orangtua dan keluarga mereka, meski bagi mereka sendiri tentu akan mengurangi kesejahteraan keluarga mereka dan persiapan dana mereka untuk hari tuanya.

Melihat fenomena beban generasi sandwich ini, sebaiknya berbagai kalangan memberikan perhatian dan berupaya membantu mereka. Memang mereka tetap bersedia menopang kehidupan generasi diatasnya sebagai balas budi dan sesuai dengan nilai-nilai kebijaksanaan Timur yang telah dinternalisasikannya menjadi laku budaya.

Namun begitu, lingkungan sekitar perlu juga memahami akan keberadaannya, dengan misalnya mengurangi sejumlah tuntutan, seperti “harus mengembalikan investasi” orangtua. Konstruksi sosial budaya berupa sejumlah kewajiban anak kepada orangtua perlu dijernihkan sehingga tidak selamanya menjadi beban pada generasi yang lebih muda.

Tokoh masyarakat, pemuka agama, para tetua perlu diajak untuk memberikan pemahaman baru tentang keadaan yang menimpa generasi yang lebih muda sehingga pihak keluarga tidak memaksakan keinginannya. Pemerintah perlu segera memikirkan solusi dari masalah ini. Jika fenomena ini dibiarkan, bonus demografi yang seharunya produktif bagi negara bisa menjadi musnah, apalagi mereka pun harus tetap menjaga kesehatan mentalnya dan  memikirkan masa depannya.

 Tantangan Implementasi Nilai Luhur

Jadi perlu kebijaksanaan terhadap implementasi nilai-nilai kebijaksanaan Timur itu, sehingga tidak perlu menjadi tuntutan dan keharusan yang memberi beban generasi sandwich yang seharusnya produktif bagi bangsa, negara dan kehidupan keluarganya. Seperti telah diperlihatkan dalam penelitian, terhadap hormat dan bakti kepada orang tua bukan mereka tidak mau bahkan dianggap tidak masalah, tapi bagaimana bila keadaan beban ekonomi untuk hidup keluarga mereka saja sudah lebih dari cukup menyulitkan.

Kalau begitu, siapa yang harus membantu, menopang generasi lansia? Generasi yang sudah tidak produktif lagi? Adakah panti lansia membuka pintu untuk keberadaan mereka? Untuk mereka bisa hidup dan menyelesaikan senja kehidupannya dengan baik tanpa lagi beban finansial yang sudah tidak bisa dipenuhi lagi oleh dirinya dan anak-anak generasi dibawahnya. Adakah filantropis yang bisa menjawabnya?

Petuah Master Cheng Yen, “jangan menunda berbakti kepada orang tua dan berbuat baik merupakan cerminan bagaimana Buddhisme turut menebar Bakti.” (Hendry dkk. 2016).

Sungguh, implementasi nilai kebijaksanaan Timur yang menjadi tantangan besar dalam kehidupan generasi sandwich saat ini. Bagaimana agar mereka tidak bertambah beban lagi karena merasa bersalah tidak mampu berbakti melakukan pemberian kepada orang tuanya?! (JP)

  • REDAKSI MENYEDIAKAN RUANG SPONSOR (IKLAN) Rp 500.000,- PER 1 BULAN TAYANG. MARI BERIKLAN UNTUK MENDUKUNG OPERASIONAL SETANGKAIDUPA.COM
  • REDAKSI TURUT MEMBUKA BILA ADA PENULIS YANG BERKENAN BERKONTRIBUSI MENGIRIMKAN ARTIKEL BERTEMAKAN KEBIJAKSANAAN TIMUR (MINIMAL 800 KATA, SEMI ILMIAH)
  • SILAHKAN HUBUNGI: MAJA 089678975279 (Chief Editor)

sumber gambar: https://news.unair.ac.id/2021/08/10/rumus-manajemen-keuangan-ala-alumnus-unair-guna-putus-siklus-sandwich-generation/?lang=id

Butuh bantuan?