Berikan Satu Pelajaran Keras Untuk Terus Diingat

Home » Artikel » Berikan Satu Pelajaran Keras Untuk Terus Diingat

Dilihat

Dilihat : 44 Kali

Pengunjung

  • 1
  • 135
  • 139
  • 60,058
Pic 6 Berikan Satu Pelajaran

Ditulis oleh: Gifari Andika Ferisqo (方诸德)

 

Lembaga agama yang terlalu kuat dapat berpotensi mengganggu stabilitas politik negara. Negara yang memiliki kekuatan agama yang kuat hanya akan menghasilkan negara yang cenderung menghasilkan kemunafikan moral dan etika yang ditunjukkan oleh para pemuka agama. Kondisi ini terjadi karena adanya pencampuran unsur agama dan materialis secara konservatif, sedangkan jika negara yang memiliki kekuatan agama yang tidak kuat hanya akan menghasilkan negara sekuler, yang mana masalah agama terpinggirkan dan terfokus pada kehidupan bernegara, keduanya diusahakan harus seimbang.

Saat ini meskipun banyak orang Jepang yang tampak tidak agamis, tetapi orang Jepang masih akrab dengan ajaran Buddha (ぶつきょう) atau ajaran Shinto (しんとう). Karena sejatinya ajaran Buddha telah meresap dalam diri orang Jepang, begitu juga Shinto (しんとう) sampai mungkin mereka kesulitan untuk memisahkan antara mana yang tradisi Jepang, ajaran Buddha (ぶつきょう) dengan ajaran Shinto (しんとう) karena sudah begitu lama terjadi sinkritisme yang kuat. Di Jepang, para Bhiksu dipandang sebagai orang yang terpelajar dan terhormat, dan mereka jelas berpegang teguh pada ajaran Buddha (ぶつきょう) dan juga Shinto (しんとう) tentunya. Apa yang akan terjadi jika seorang pemimpin mempersekusi dan menghancurkan “agama”?

Pada abad-16 di Jepang saat itu terjadi peristiwa Honnoji no hen (ほんのうじのへん) dalam rangka penyatuan Jepang di bawah Oda Nobunaga (おだのぶなが). Saat itu ia menghadapi Asai Nagamasa (あさいながまさ) dan Asakura Yoshikage (あさくらよしかげ) dalam pertempuran. Setelah mereka kalah, mereka berdua melarikan diri ke vihara Enryaku-ji (えんりゃくじ) di gunung Hiei (ひえいえやま) di sebelah timur laut Kyoto (きょとう), yang mana para Bhiksu melindungi mereka. Oda Nobunaga (おだのぶなが) meminta para Bhiksu di vihara Enryaku-ji (えんりゃくじ) untuk menyerahkan dua orang tersebut, tetapi mereka menolak. Sebaliknya, mereka justru mengatakan kepada Oda Nobunaga (おだのぶなが) bahwa ia tidak akan berani merusak vihara dan melawan para murid Buddha (ぶつ). Lalu apa yang terjadi? Oda Nobunaga (おだのぶなが) marah kemudian membakar vihara, dan banyak Bhiksu meninggal.

Dari peristiwa pembakaran vihara tersebut, tentu Sutra-sutra berharga (きぬ), patung-patung Buddha (だいぶつ), arsitektur vihara, dan nyawa para Bhiksu pun habis dilahap api. Sejak saat itu oleh banyak orang, Oda Nobunaga (おだのぶなが) dihujat dari berbagai penjuru negeri karena telah ‘melukai’ ajaran Buddha (ぶつきょう), yang mana membuat Oda Nobunaga (おだのぶなが) dijuluki sebagai, “Nobunaga, Raja Iblis dan Musuh Seluruh Ajaran (Buddha)” (諸宗の敵なる悪魔の王信長).

Oda Nobunaga (おだのぶなが) berani melakukan sesuatu melampaui kaisar, sampai-sampai kaisar Shirakawa (しらかわてんのう) melontarkan perkataan,

“賀茂川の水、双六の賽、山法師。これぞ我が心にかなはぬもの” 。

“Kamogawa no mizu, sugorokunosai, yamahōshi. Korezo waga kokoro ni kana wanu mono”.

Yang berarti:

“Air sungai Kamo (加茂河の水), mata dadu (双六の賽) dan Bhiksu gunung yang merujuk pada Bhiksu di gunung Hiei (ひえいえやま) adalah sesuatu yang tidak dapat diatur sesuai dengan keinginan hatiku”.

 

Mengapa Bhiksu gunung? Karena bahkan kaisar pun tidak berani menyentuh atau mengganggu ajaran Buddha (ぶつきょう), namun Oda Nobunaga (おだのぶなが)  malah membakar habis vihara Enryaku-ji (えんりゃくじ). Tindakan tersebut tampak kejam, namun, Oda Nobunaga (おだのぶなが) merasa perlu untuk mengajarkan para Bhiksu tentang siapa yang lebih berkuasa di Jepang, Bhiksu gunung Hiei (ひえいえやま) atau Oda Nobunaga (おだのぶなが)? Memberikan pelajaran yang keras agar terus diingat dan dimengerti lebih baik daripada memberikan pelajaran yang lembut setiap saat namun tidak pernah dimengerti.

 

Perlu diketahui vihara Enryaku-ji (えんりゃくじ) merupakan pusat dari sekte Buddhisme Tendai (てんだいしゅう) yang didirikan oleh Dengyo Daishi (でんぎょだいし). Banyak guru terkenal yang lahir dari gunung tersebut, seperti Bhiksu Honen (ほねんそう) dan Bhiksu Shinran (しんらんそう), sehingga gunung Hiei (ひえいえやま) pun dijuluki Tanah Air Ajaran Buddha di Jepang (日本仏教の母山).

 

Benarkah Pengikut Buddha Bebas dari Kekerasan?

Pernahkah terbayang jika anggota Sangha atau perkumpulan para Bhiksu juga sekaligus menjadi pasukan bersenjata? Ya, itu pernah terjadi di Jepang pada masa lalu. Berbagai sekte dari ajaran Buddha (ぶつきょう)  di Jepang juga pernah berkonflik untuk menguasai dan berebut pengaruh, bahkan sampai membakar vihara. Misalnya, pertempuran Tenmon (天文法華の乱) antara sekte Tendai (てんだいしゅう) dan sekte Nichiren (にちれんしょしゅ). Jika para Bhiksu biasa bertempur itu tidak mungkin, oleh karena itu, para Bhiksu tentara dibentuk untuk melindungi sektenya dan memperluas pengaruhnya.

Bhiksu adalah orang yang terpelajar, mereka adalah sumber utama pengetahuan baru dari Tiongkok. Ketika para Bhiksu kembali ke vihara mereka dengan pengetahuan baru yang mereka pelajari dari Tiongkok, kemudian mereka membuat apa yang mereka ketahui dan menjualnya di vihara mereka, dan kemudian lama-kelamaan menjadi kegiatan berbisnis. Vihara-vihara dulunya juga banyak digunakan sebagai pusat ekonomi.

Oda Nobunaga (おだのぶなが) hanya ingin meluruskan kembali ajaran Buddha (ぶつきょう) yang menurutnya sudah menyimpang dari yang seharusnya. Pada waktu itu, vihara tidak murni sebagai tempat puja bakti tetapi menjelma menjadi pusat bisnis. Bukan untuk membantu orang miskin, tetapi untuk memperkaya diri sendiri, dan vihara tidak mau tunduk pada perintah Oda Nobunaga (おだのぶなが) dan justru membentuk pasukannya sendiri, dan juga justru terlibat dalam politik praktis yang seharusnya menurut Oda Nobunaga (おだのぶなが) para Bhiksu semestinya hanya fokus pada pelatihan diri bukan urusan duniawi. Begitu juga pada kondisi saat ini banyak ditemui tujuan dibentuknya lembaga keagamaan yang justru mengatasnamakan ajaran Buddha (ぶつきょう) yang justru banyak dari pendiri dan pengurusnya mencari nafkah dari sana atau malah murni berbisnis dan mengesampingkan ajaran Buddha (ぶつきょう). Mungkin sesekali mereka harus ‘dibakar’ supaya mereka sadar, seperti yang pernah dilakukan Oda Nobunaga (おだのぶなが) terhadap vihara Enryaku-ji (えんりゃくじ) dan anggota Sanghanya, karena mungkin cara lembut sudah tidak berguna sama sekali untuk menasihati mereka.

 

BAGI PARA PEMBACA YANG MAU MEMBANTU OPERASIONAL SETANGKAIDUPA.COM BISA MELALUI REK. BANK BRI KCP CIPULIR RADIO DALAM 086801018179534 AN. MAJAPUTERA KARNIAWAN. MOHON MENGIRIMKAN KONFIRMASI DANA KE WHATSAPP NOMOR 089678975279 (MAJA).

 

Daftar Pustaka

  • Davies, R. J. 2016. Japanese Culture, the religious and philosophical foundations. Tuttle Publishing.
  • Beasley, W. G. August 31, 2000. “The Unifiers”. The Japanese Experience: A Short History of Japan. University of California Press. p. 123. ISBN 978-0-520- 22560-2.
  • Shindo, Yusuke. 2015. Mengenal Jepang. Jakarta: Buku Kompas.
  • Gambar: https://blog.sevenponds.com/cultural-perspectives/grieving-at-the-temple-at-burning-man. Diakses 5 Juli 2024.
error: Content is protected !!
Butuh bantuan?