Oleh: Majaputera Karniawan 謝偉強
Khonghucu pernah berkata bahwa, “Ada tiga hal yang sangat diperhatikan oleh seorang susilawan. Pada waktu muda, dikala semangat masih berkobar-kobar, ia berhati-hati dalam masalah asmara; setelah cukup dewasa, dikala badan sedang kuat-kuatnya dan semangat membaja, ia menjaga diri terhadap perselisihan; dan setelah tua, di kala semangat sudah lemah, ia hati-hati terhadap ketamakan.” (Lun Gi: Jilid XVI: 7).
Sewaktu muda hendaknya kita memanfaatkan semua kemampuan dan kesempatan untuk mengembangkan diri kita. Karena masa akhir di mana kita memiliki kesempatan tidak selalu harus menunggu masa tua itu tiba.
Ketika orang sudah tua, sekalipun masih berhasrat ini dan itu, ia tidak akan bisa lagi melakukannya. Apa yang bisa ia lakukan cuma membuat gerakan “peristaltik” (gerakan derik ditempat dengan mengandalkan atau bahkan memprovokasi orang-orang sekitarnya). Itupun kebanyakan gerakan yang tidak akan berdampak besar. Seorang raja sekalipun jika sudah tua tidak akan sebaik raja muda dalam memakmurkan wilayahnya.
Ada pepatah kuno bilang, untuk semua yang di bawah langit ada waktunya dan semua orang juga ada masanya. Ketika masa kejayaan orang tersebut sudah terlewat, ia akan kembali ke bawah kembali. Sama seperti sebuah roda yang berputar, atau lambang Taichi Yin dan Yang terus berputar, tidak ada yang selalu di atas. Semua selalu berubah melintasi ruang dan waktu. Ketika itu semua sudah berlalu, semua tinggal cerita masa lalu yang cuma bisa dikenang dengan bumbu-bumbu glorifikasi.
Normalnya, bagi orang yang sudah mencapai taraf “Purna tugas” hendaknya ia mundur dan menenangkan dirinya. Menikmati masa di mana ia telah banyak berbuat jasa sebelumnya dan membiarkan bibit-bibit kader muda baru untuk bertunas dan meneruskan karya. Tapi ada juga dari mereka yang seharusnya sudah purna tugas malah memilih memaksakan diri, menghalangi kader muda untuk tumbuh meski tenaga sudah tidak ada, lebih-lebih memaksakan idealisme berlebihan, yang pada akhirnya membuat orang tersebut seperti kaleng tua yang berbunyi sendirian. Perlahan di tinggalkan tidak ada yang peduli.
Bahkan meski sudah sulit berjalan, untuk hidup sehari-hari saja perlu dibantu, nafsu masih menggelora, kebencian masih membara. Inilah yang banyak terjadi. Jika sudah sampai ditahap seperti ini, tentu susah obatnya karena sudah sulit dinasihati.
Pada akhirnya, Laozi dengan bijak memberikan kita sebuah ungkapan “功遂身退 gōng suì shēn tuì” yang kira-kira berarti Mengundurkan diri setelah jasa terbentuk. Tindakan ini dikatakan paling sesuai dengan Tao, kebenaran yang hakiki (Dao De Jing 9). Laozi sadar bila seseorang terus maju ia akan terjebak pada nafsu berkuasa hingga akhirnya bisa saja ia yang dipermalukan atau apa yang dikuasainya menjadi kehilangan generasi penerus.
Ambil contoh Menteri Liu Bo Wen 劉伯溫 (1311-1375) dari dinasti Ming awal, ia ketika sudah banyak berbuat jasa dengan berhasil membuat dinasti Ming berkuasa atas dinasti Yuan serta memakmurkan dinasti Ming untuk waktu yang lama, ia memilih untuk mundur dari jabatannya. Kemunduran Liu Bo Wen ini bukan tanpa sebab, ia tahu bahwasanya “Orang dilantik pada waktunya dan mundur juga pada masanya”. Semua ada waktu dan masanya. Ketika itu sudah tercapai, mundur pun tiada penyesalan seumur hidup!
BAGI PARA PEMBACA YANG MAU MEMBANTU OPERASIONAL SETANGKAIDUPA.COM BISA MELALUI REK. BANK BRI KCP CIPULIR RADIO DALAM 086801018179534 AN. MAJAPUTERA KARNIAWAN. MOHON MENGIRIMKAN KONFIRMASI DANA KE WHATSAPP NOMOR 089678975279 (MAJA).