Oleh: Jo Priastana
“Janganlah lelah berlayar dan menebarkan jalamu,
janganlah lelah bermimpi dan membangun lagi sebuah peradaban perdamaian.”
(Paus Fransiskus, 1936-2025)
Berpulangnya Paus Fransiskus (1936-2025), pemimpin umat Katolik pada hari ini, Senin 21/4/25, dan perayaan Paskah kemarin, mengungkit kenangan saya pada pembelajaran khotbah Jesus Christ. Setidaknya, ada tiga khotbah Yesus Kristus yang sangat berkesan, menawan hati yang diperoleh sewaktu menjadi mahasiswa STF Driyarkara pada 1970-an akhir. Sekolah Tinggi Filsafat yang disebut-sebut terbaik di dunia ini dengan mayoritas mahasiswa calon pastor (frater), dimana saya berkesempatan mengikuti beberapa mata kuliah Teologi seperti Kitab Suci dan Teologi Dasar ditambah Misiologi maupun Psikologi Agama.
Mata kuliah Kitab Suci 1,2,3 oleh Dr. Martin Olstron OFM, ahli kitab suci asal Belanda yang kemudian bernama Indonesia Martin Harun maupun mata kuliah Teologi Dasar 1,2 dan Psikologi Agama oleh Dr. Nico Dister yang kemudian bernama Indonesia Prof Dr. Nico Syukur Dister, dan Mata kuliah Misiologi dari Dr, Chris Verhakk. Kesemuanya dosen-dosen terbaik di bidang teologi dan kitab suci, asal Belanda, romo-romo (pastur) senior yang cerdas, bertutur lembut, ramah, suka membimbing dan melayani.
Para dosen dedikatif yang mengawali pembelajaran dengan mendatangi dan memberikan secara langsung kepada semua mahasiwa yang duduk tertib empat lembaran diktat stensilan untuk pembelajaran di hari itu. Dr. Olstron pun sempat memberi tiga jilid Kitab Suci Injil, dan Dr. Nico Dister sempat memberikan secara khusus kepada saya pribadi tambahan pembelajaran bahasa Inggris melalui teks-teks filsafat Mahatma Gandhi pada sore hari di kediamannya, di asrama panti asuhan, Sekolah Vincentius di Kramat Raya Jakarta Pusat.
Tiga Khotbah Menawan Hati
Apakah tiga khotbah Jesus Kristus yang sangat berkesan, khotbah-khotbah apakah itu? Pertama, khotbah mengenai pulangnya si anak hilang, kedua khotbah di atas Bukit, dan ketiga khotbah tentang menjadi anak kecil. Perumpamaan Anak yang Hilang atau Anak yang Terhilang kembali pulang yang terdapat dalam Injil Lukas 15:11-32. Khotbah Yesus di atas Bukit (atau The Sermon on The Mount), merupakan salah satu ajaran Yesus yang paling terkenal dan tercatat dalam Injil Matius 5-7. Kembali menjadi seperti anak-anak kecil terdapat dalam ayat Injil Markus 10:13-16. Ayat yang mengisahkan tentang kembali menjadi “anak-anak” untuk bisa masuk kerajaan Allah.
Selain dari para dosen ahli Kristologi itu, saya juga mendengar ketiga khotbah Jesus Christ pada bacaan dan di kesempatan lainnya. Khotbah di atas Bukit, dari Otobiografi Mahatma Gandhi, Khotbah yang menginspirasi Gandhi melakukan politik Ahimsa dalam perjuangannya melawan kolonial Inggris. Gandhi mengungkapkan, “khotbah di bukit langsung menyentuh hatiku. Aku membandingkannya dengan Bhagavadgita.” Saya sendiri menjadikan pemikiran Gandhi tentang Satyagraha (kemandirian) dan Ahimsa (non-kekerasan) sebagai topik kajian untuk skripsi Sarjana Muda Filsafat (lulus dengan gelar BA/Bachelor of Arts, 1980).
Sedangkan khotbah menjadi Anak Kecil kemudian ditemukan kembali melalui bacaan buku-buku Bhagavan Shree Rajnes (Osho). Osho yang kerap mengingatkan bahwa pencapaian pencerahan dalam Buddhadharma, seperti melalui Zen Buddhism (the beginner’s mind) itu layaknya kembali menjadi seorang anak kecil. Perumpamaan pikiran pemula, suci murni apa adanya, sebagaimana anak kecil yang tampaknya serupa dengan khotbah Jesus Christ tentang perumpamaan anak kecil sebagai yang empunya Kerajaan Allah.
Lalu, Kisah anak hilang kembali pulang ditemukan dalam buku Henry J.M. Nouwen, “The Return of the Prodigal Son: A Story of Homecoming,” yang mengungkapkan maknanya sebagai cermin perjalanan spiritual tentang cinta universal, kisah seorang tua dan dua anaknya. Anak yang lebih tua tinggal bersama orang tuanya dan merasa berhak akan warisan orang tuanya. Anak yang lebih muda pergi ke luar dari daerahnya dengan membawa bagian warisannya dan menghabiskannya, lalu kembali pulang, dan orang tua menerima kembali si anak hilang kembali pulang dengan tangan terbuka dan rasa rindu.
Personal Subyektif
Berpulangnya Paus Fransiskus membangkitkan refeksi tentang makna berpulang. Berpulangnya sosok yang merepresentasikan ajaran dan kasih Jesus Christ, Paus Fransiskus pagi ini (21/4/25) semakin merasukkan saya pada khotbah Jesus Christ tentang cinta kasih dan kemurnian hati. Khotbah tentang pulangnya si anak hilang yang membangkitkan pengalaman subyektif-personal untuk menuliskannya.
Nostagia semasa mahasiswa. Ada rekan diskusi sesama mahasiswa di Sekolah Tinggi filsafat Driyarkara bernama Oskar Talar atau Kang Tjo Goan (Alm.). Saya kerap berdiskusi intens di pondoknya, bekas menara pengawas penjaga keselamatan yang terletak di atas tangga di sisi kolam renang – swimbath Manggarai (sekarang Pasar Raya). Oskar Talar alumni sekolah prestisius Kanisius Menteng tak memiliki/tak mengambil ijazah SMA-nya. Ia bisa berkuliah di STF Driyarkara dengan memohon kepada Romo Magnis Suseno (waktu itu masih Franz von Magnis).
Katanya, ia diizinkan karena ketika ditanya “untuk apa belajar filsafat,” dia menjawab “untuk belajar berpikir.” Skripsinya pun mengenai pemikiran kaum budayawan-cendekiawan terkemuka dalam polemik kebudayaan di tahun 1930-an antara kelompok Sutan Takdir Alisjahbana pendukung kebudayaan Barat dan kelompok Sanusi Pane dan Poerbacaraka, pendukung kebudayaan Timur budaya Nusantara yang terdapat pada buku “Polemik Kebudayaan,” oleh Achidiat Karta Mihardja, Balai Pustaka, 1948.
Tentu saja, meski membuat skripsi, Oskar tak memperoleh ijazah karena tak memiliki ijazah SMA. Mungkin baginya, ijazah hanya sekedar menunjukkan seseorang telah selesai belajar tapi bukan berarti telah mampu berpikir. Kata-kata yang diperdengarkan oleh Rocky Gerung, seorang pengamat kondisi Indonesia Raya masa kini yang juga sahabatnya dan rekan saya di Fakultas Sastra kampus perjuangan, Universitas Indonesia.
Dalam intensitas berkawan dan berdiskusi dengan Oskar Talar, pernah dia mengatakan bahwa seorang anak harus pergi jauh meninggalkan ayahnya untuk bisa kembali dan mengenali cinta kasih dan dirinya (coming home). Bahkan lebih ekstrim Oskar menyatakan, sebelum anak membunuh orang tuanya yang ada di benaknya dan bersarang di alam bawah-tidak sadarnya, dia tidak akan memahami kebenaran dan realitas dan menjadi dirinya sendiri.
Pernyataannya yang membuat saat itu terlintas di benak saya tentang teori Sigmund Freud seperti id, ego, dan terutama super ego maupun oedipus complexs kisah anak yang membunuh ayahnya dan mengawini ibunya, serta pernyataan dalam koan Zen Buddhism, “if you meet Buddha, kill him.”
Berkuliah di STF Driyarkara yang mahasiswanya mayoritas calon pastur (frater), serasa seperti berada bersama Jesus Christ dan murid-murid terbaiknya. Berguru kepada ajarannya secara filosofis, cerdas dan kritis. Ada pendekatan filsafat semiotika dan hermeneutik, teori tanda dan interpretasi, cara kerja filosofis untuk memetik pesan atau makna yang terkandung pada tanda seperti teks suci, memaknai khotbah Jesus Christ sebagai pesan kasih yang universal, tidak diskriminatif, inklusif, dinamis dan aplikatif terutama untuk mereka yang termarjinalisasi.
Kembali Pulang
Khotbah si anak hilang kembali pulang telah menjadi kisah klasik yang fenomenal. Kerap kisah itu dipentaskan, dan sepertinya aktor Didi Petet (Alm.) pernah mementaskan kisah ini dalam suatu sinetron TVRI di tahun 1980-an. Kisah anak yang hilang kembali pulang menjadi begitu personal mengandung pengalaman intersubyektif dengan orang tua, ayah, dimana keberadaan diri saya semasa pembelajaran filsafat di STF Driyarkara dalam keadaan kabur dari rumah.
Ada juga pengalaman ketika saya kembali pulang mendengar adik tewas terbunuh, ayah saya yang lama tak bersua dan bersapa, menyambut dan mendekap saya erat, meluruhkan segala mental block hubungan anak dan orang tua yang lama mengendap. Orang tua yang telah diitinggalkan tetap menerima kembali dengan kasihnya dan bahkan memberikan dukungan ketika saya hendak melanjutkan kuliah di Fakultas Sastra (filsafat) Universitas indonesia.
Terpukau oleh khotbah Jesus Christ yang menawan hati karena kesemuanya mencerminkan cinta universal dan kondisi murni suci manusia. Metafora Kasih Allah Bapak itu Cinta kasih universal. Cinta kasih universal keadaan suci murni apa adanya, seperti mudik di hari Idul Fitri, rindu untuk kembali pulang ke rumah, home-coming, ke kampung halaman, ke dalam diri yang fitri, asali apa adanya, menemukan ayah bunda dengan segenap memorinya yang mencintai tanpa syarat, unconditional love dan bersilahturahmi dan bermaafan dengan sanak saudara, kerabat, teman-teman.
Siddhartha muda pun demikian, ingin kembali pulang menemui ayahnya, kembali ke Kapilawastu, menemui sanak keluarga, kerabat, maupun teman-teman setelah keluar dari istana meninggalkan orang tua, anak dan istri tanpa pamit. Di Hutan Uruvela dia menyerukan suara hatinya yang terdalam, kerinduan yang berisikan kemurnian hati, digambarkan dalam sebuah petikan bait puisi ini:
“Aku pun ingin pulang, rindu kampung halaman, pada bukit hijau, tempat dimana kita selalu bermain, bersama kelinci putih, pada air sungai yang mengalir, tempat dimana kita selalu bermain, bersama ikan-ikan yang berlarian. Aku pun ingin pulang, rindu kampung halaman, tempat teristimewa di dunia, dimana cinta pertama kali lahir, dan kasih mengalir tanpa akhir, tempat satu-satunya di dunia, dimana cinta berawal, dan kasih melintas tanpa batas.” (Jo Priastana, “Meditasi Cinta: Nyanyian Cinta Yasodhara Puteri dan Siddharta Muda”, Bait 14.2/30612, Jakarta, Yasodhara Puteri, 2015)
Paus Fransiskus telah berpulang. Paus yang telah menebar kasih sayang dan perdamaian untuk kesatuan umat manusia di bumi. Selamat jalan, Pope Franciscus. “Requiescat ini pace”, beristirahatlah dalam damai, kembali pulang ke rumah Bapak, hidup kekal selamanya. “In memoriam Sanctissimi Patris Franscisci, Papae,” dalam kenangan Pope Suci Fransiskus, “lux perpetua liceat ei, cahaya abadi menyinarinya.” (JP) ***
BAGI PARA PEMBACA YANG MAU MEMBANTU OPERASIONAL SETANGKAIDUPA.COM BISA MELALUI REK. BANK BRI KCP CIPULIR RADIO DALAM 086801018179534 AN. MAJAPUTERA KARNIAWAN. MOHON MENGIRIMKAN KONFIRMASI DANA KE WHATSAPP NOMOR 089678975279 (MAJA).