Bodhidharma Melatih Zen Dengan Kungfu

Home » Artikel » Bodhidharma Melatih Zen Dengan Kungfu

Dilihat

Dilihat : 56 Kali

Pengunjung

  • 1
  • 60
  • 151
  • 58,427
Pic 5 Nov 24

Oleh: Jo Priastana

 

“The Buddha is your real body, your original mind”
(Bodhidharma, 470-543, Pendiri Chan Buddhism dan Shaolin Kung Fu)

 

Manakala kelesuan dan kehilangan gairah atau kehilangan energi untuk melakukan sesuatu yang memang harus dilakukan tak kunjung terjadi, maka menemukan sumber masalahnya adalah awal dari kebijaksanaan. Penemuan sumber masalah, itulah kiranya yang membuat Bodhidharma melatih rahib, anggota Sangha dengan kung fu Shaolin.
Mengapa tokoh yang telah tercerahkan ini sampai memberikan pelatihan fisik kepada para anggota Sangha? Karena kala itu Bhiksu atau Rahib yang ditemuinya sedang mengalami kelemahan untuk melakukan meditasi. Rupanya meditasi yang berkenaan dengan penataan pikiran itu juga mensyaratkan fisik yang prima.
Para bhiksu pun berlatih fisik dan tertarik dengan jurus-jurus kung fu yang menawan. Awalnya ketika Bodhidharma hendak mengajarkan Zen di kuil Shaolin, ia mendapati para rahib terlalu lemah untuk berlatih meditasi, padahal meditasi merupakan merupakan kegiatan yang tak terpisahkan dalam kehidupan Sangha sebagai kegiatan spiritual yang diperlukan untuk mencapai pencerahan.

 

Zen dan Mengatasi Kata-Kata
Bodhidharma dikenal sebagai guru Dharma Tripitaka yang membawa ajaran Buddha ke Negeri Cina. Di Cina, beliau adalah seorang bhiksu yang melegenda dengan pelatihan spiritualnya yang tidak menekankan pada kata-kata dalam mashab Zen atau Chan yang dia dirikan. Zen atau Chan yang berarti juga Dhyana atau meditasi.
C’han berarti meditasi atau Dhyana, dan dalam Buddhsime Zen, meditasi (namanya zazen) pikiran (sewaktu meditasi) itu tidak diusir oleh pikiran, melainkan hanya oleh kesadaran akan adanya (bukan isinya) pikiran, dan kemudian pikiran akan menghilang dengan sendirinya, dan pencerahan pun muncul.
Dapat dikatakan Zen Buddhism lahir dan tumbuh membesar di bumi Cina (kemudian di Jepang) semenjak kedatangan Bodhidharma (Ta Mo/Daruma/Tat Mo Cou Su) pada tahun 520. Bodhidharma menurunkan ajaran Dhyana kepada muridnya, Hu K’o, yang menjadi sesepuh kedua aliran C’han di Cina. Demikian seterusnya, hingga di Cina dikenal enam sesepuh, yakni: Bodhidharma, Hui Khe, Shen Chie, Tao Sin, Hung Jen, dan Hui Neng.
Dari Cina, ajaran C’han-na menyebar ke Jepang, dan dikenal dengan istilah Zen. Istilah Zen dari Jepang inilah yang kemudian lebih populer untuk menamai aliran Dhyana atau C’han-na. Zen diasosiasikan sebagai ajaran yang mengatasi kata-kata. Karena kata-kata tidaklah identik dengan kebenaran.
Kata-kata dan kebenaran adalah ibarat jari telunjuk dan bulan. Jari telunjuk dapat menunjuk bulan, tetapi bukan bulan itu sendiri. Begitu pula, kata-kata hanya dapat menunjuk kebenaran, tetapi bukan kebenaran itu sendiri. Kata-kata tidak menyatakan yang sebenarnya.
Mereka yang mempercayai kata-kata akan hilang, dan mereka yang hidup dalam kalimat akan tercemar. Kata-kata hanya digunakan untuk menunjuk kebenaran yang berada diatas kata-kata. Dasar filsafat Zen yang mengatasi kata-kata diungkapkan dalam syair yang berbunyi:

“Disampaikan di luar kitab suci. Tanpa mempergunakan kata-kata, atau tulisan. Langsung tertuju kepada hati/jiwa manusia. Mengenai sifat asli hati itu sendiri adalah Buddha.”

 

Menyeimbangkan Fisik dan Mental
Bodhidharma juga dikenal sebagai Bhiksu Shaolin dengan aliran bela dirinya yang dikenal sebagai Siau Liem Sie Quanfa atau Shaolin Kungfu. Bodhidharma diperkirakan hidup antara tahun 440-528 atau 470-543 (wikipedia). Seni bela diri Kungfu diajarkannya sebagai sarana pelatihan spiritual, jalan hidup meditatif untuk mencapai pencerahan.
Bodhidharma bukanlah seperti guru-guru tertentu yang menerima mentah-mentah bahwa pikiran adalah yang paling penting dalam pembinaan spiritual sehingga harus mengabaikan tubuh dengan aktivitas fisiknya. Pikiran memang penting, tapi realitas fisik juga dapat menentukan perkembangan mental dan rohani dan semangat meraih kesuksesan.
Dengan berdasar pada pandangan Buddhis mengenai manusia seutuhnya, bahwa manusia itu merupakan kesatuan dari fisik dan rohani (rupa dan nama), Bodhidharma memahami bahwa tubuh memegang peranan penting tidak hanya untuk kesehatan fisik, namun juga perkembangan emosi, mental, dan pencapaian spiritual.
Bodhidharma menganjurkan para rahib untuk beraktivitas fisik, karena dengan fisik yang segar maka kegiatan rohani pun akan berjalan dengan segar, dan semangat untuk melatih diri di jalan spiritual dengan bermeditasi pun akan tumbuh dan berkembang.
Bodhidharma adalah seorang master Kung Fu sekaligus motivator ulung yang luar biasa. Ia telah menguasai upaya-kausalya (skillfulness), cara-cara bijak dan terampil dalam memenuhi tujuan kebaikan dan realisasi spiritualitas. Pelatihan fisik itu merupakan sarana Bodhidharma untuk memotivasi para Bhikkhu sehingga bersemangat bermeditasi.
Melalui kejeniusannya dalam kungfu dan chikung itu, Bodhidharma telah memberikan inspirasi agar jalan dharma yang merupakan kewajiban Sangha, para pejalan kesucian itu tetap terlaksana. Dengan begitu pintu ke Nibbana, pintu memasuki kebahagiaan yang sejati tetap terbuka. Bodhidharma datang sebagai motivator ulung yang luar biasa untuk meraih kesuksesan spiritual.
Bila kungfu telah memotivasi para pejalan kesucian Sangha mengaktivasi pencapaian spiritualnya dan kebahagiaan sejatinya, maka hal yang sama pun dapat kita lakukan dalam meraih segala kesuksesan. Bukan mustahil kesuksesan itu datang dengan menggali sumber motivasi dan energi dan mewujudkan fisik-mental yang prima melalui kungfu.

Tulisan tentang “Bodhidharma melatih Zen dengan Kung Fu” ini bersumber pada bacaan dan buku-buku antara lain: Wong Kiew Kit. 2004. “The Complete Book of Zen,” Jakarta: PT Media Elex Komputindo. Wong Kiew Kit. 1996. “The Art Of Shaolin Kung Fu,” Shaftesbury: Element Books. Don F. Draeger & P’Ng Chye Khim. 2020. “Shaolin Kung Fu: The Original Training Techniques of the Shaolin Lohan Masters.” US, UK & AU: Tuttle Publishing. Suzuki, Daisets Teitaro. 1964. “An Introduction to Zen Buddhism.” New York: Grove Press. Alan Watts. 1975. “The Way of Zen.” Harmondsworth: Penguin Books. (JP) ***

 

BAGI PARA PEMBACA YANG MAU MEMBANTU OPERASIONAL SETANGKAIDUPA.COM BISA MELALUI REK. BANK BRI KCP CIPULIR RADIO DALAM 086801018179534 AN. MAJAPUTERA KARNIAWAN. MOHON MENGIRIMKAN KONFIRMASI DANA KE WHATSAPP NOMOR 089678975279 (MAJA).

 

error: Content is protected !!
Butuh bantuan?