Bodhisattva Masa Kini

Home » Artikel » Bodhisattva Masa Kini

Dilihat

Dilihat : 43 Kali

Pengunjung

  • 0
  • 50
  • 54
  • 38,588
Pic 4

Oleh: Jo Priastana

 

“Few of us satisfied with retreating from the world and just working on ourselves.

We want our training to manifest and to be of benefit. The bodhisattva-warrior,

therefore, make a vow to wake up not just for himself but for the welfare of all beings”

(Pema Chodron, Bhiksuni, Penulis)

 

Buddhadharma tidak hanya ditujukan bagi mereka yang semata hidupnya menyepi atau terkunci dalam biara, namun juga menjawab persoalan-persoalan aktual. Begitu pula, Buddhadharma bukan semata berlaku bagi yang hanya mementingkan kesucian pribadi, namun juga kebahagiaan dan kesejahteraan bagi banyak orang.

Buddhadharma hadir ke dunia untuk pembebasan, menghentikan  penderitaan eksistensial manusia. Karenanya, Buddhadharma yang dibabarkan Sang Buddha dan bersifat kontekstual itu adalah dekat-dekat dengan persoalan-persoalan nyata yang dihadapi banyak manusia di dunia. Buddhadharma hadir untuk kebajikan bagi segenap makhluk hidup yang sedang mengalami penderitaan dalam berbagai macamnya.

Dalam pemahaman dan semangat seperti itulah, dewasa ini banyak bermunculan tokoh-tokoh Buddhis berjiwa Bodhisattva. Para tokoh Buddhis yang cerdas dan bijaksana di dalam membawa Buddhadharma mengarungi zaman kini dan memenuhi tuntutan spiritualitas manusia masa kini. Para Bodhisattva masa kini yang menghadirkan Buddhadharma untuk menjawab problematik kemanusiaan masa kini dan menjadikan Buddhadharma hidup nyata mengatasi derita dunia masa kini.

 

Hsing Yun, Dalai Lama,  Bhikkhu Buddhadasa

Adalah master Hsing Yun (19 Agustus 1927 – 23 Februari 2023) dengan World Buddhist Fellowship-nya mengembangkan Humanistic Buddhism. Dengan gerakan dan konsepnya itu, Master Hsing Yun membawa Buddhadharma keluar dari biara dan berhasrat untuk menjawab persoalan-persoalan konkret kemanusiaan.  

Ada Dalai Lama (lahir 6 Juli 1935) seorang tokoh tepat waktu yang  tegas dengan pernyataannya,  “Jika orang lain terlambat, itu hak mereka. namun kita tidak seharusnya terlambat hanya karena orang lain tidak tepat waktu.” Tokoh tepat waktu dan pejuang bagi bangsa Tibet yang memperoleh hadiah Nobel Perdamaian ini sampai saat ini masih hidup di luar tanah airnya. Dalai Lama berjuang dalam pengasingan untuk menjaga kemurnian kebudayaan dan spiritualitas yang mengandung Buddhadharma.

Dalam lingkungan perjuangan untuk toleransi dan kerukunan umat beragama, ada tokoh yang disegani, Bhikkhu Buddhadasa (27 Mei 1906 – 8 Juli 1993) dari Thailand.  Tokoh yang belajar secara otodidak ini adalah seorang filsuf, penulis produktif dan dikenal sebagai pionir dalam upaya mempromosikan kedamaian dan kerukunan beragama melalui dialog antar agama di Thailand.

 

Daisaku Ikeda, Sangha Rakshita, Gary Snyder

Buddhadharma mendapat tempat di hati kaum terpelajar dan intelektual dunia berkat adanya tokoh-tokoh Buddhis intelektual yang mampu menyajikan Buddhadharma  secara intelektual. Berkat tokoh-tokoh intelektual itulah, Buddhadharma selain berkembang di dunia Barat juga dapat mengadakan dialog dengan pemikir-pemikir dunia.

Diantara intelektual Buddhis yang disegani kaum intelektual dunia, adalah Daisaku Ikeda (lahir 2 Januari 1928). Daisaku Ikeda penulis produktif, tokoh besar Soka Gakai dan intelektual Buddhis ini telah banyak melakukan dialog dengan tokoh-tokoh cendekiawan, ilmuwan dan pemuka dunia dalam membahas problematik dunia.

Daisaku Ikeda merupakan tokoh Buddhis internasional yang turut mempromosikan perdamaian universal dan pemerintahan yang bersih. Dengan Soka Gakai, organisasi yang diembannya, Ikeda melakukan gerakan untuk merekonstruksi agama Buddha dan berusaha mewujudkan  nilai-nilai Buddhis dalam masyarakat.

Perkembangan Buddhadharma di Eropa dan Amerika juga tidak dapat dilepaskan dari sejumlah pelopor-pelopornya, diantaranya Sangharakshita dan Gary Snyder. Tentu saja masih terdapat tokoh-tokoh lainnya selain kedua tokoh yang memiliki karakteristik tersendiri ini.

Sangharakshita selain tokoh Buddhadharma terkenal di Amerika, juga pelopor kesatuan Buddhisme secara internasional dan tokoh utama dari FWBO (Friends of Buddhist Order) yang bersifat ekumenis. Sangharakshita (26 Agustus 1925 – 30 Oktober 2018) mengusahakan Buddhadharma Inklusif, yakni Buddhadharma yang tidak sektarian, serta penterjemahan Buddhadharma dalam konteks Barat.

Salah satu tokoh unik yang turut berjasa memperkenalkan Buddhadharma di Amerika dan Eropa adalah seorang penyair yang bernama Gary Snyder. Penyair Amerika yang hidup eksentrik ini dikaitkan juga sebagai aktivis “deep ecology” dan mendalami spiritualitas Buddhis.

Gary Snyder (lahir 8 Mei 1930) seorang naturalis dan romantik, mencintai alam dan menyuarakan hati perdamaiannya melalui puisi-puisinya. Ia juga dikenal sebagai pendiri institut Zen pertama di Amerika. “The Country,” adalah salah satu buku kumpulan puisi bernuansa naturalis-ekologis dari Gary Snyder yang terkenal.”

 

Thich Nhat Hanh, Sulak Sivaraksa, Dr. Ambedkar

Keterlibatan secara politis dalam rangka mewujudkan misi kemanusiaan dan perdamaian dengan cara-cara non-kekerasan disertai dengan kesadaran dan kebijaksanaan juga berkembang dalam lingkungan Buddhis. Spiritualitas dan aktivis dalam lapangan sosial-politis bukanlah sesuatu terpisahkan sebagaimana juga dilakoni Sang Buddha semasa hidupnya.

Keterlibatan ini menghasilkan gerakan yang bernama “Engaged Buddhism”, dan memunculkan banyak tokoh-tokohnya,” diantaranya Thich Nhat Hanh, Sulak Sivaraksa dan banyak lainnya. Thich Nhat Hanh (11 Oktober 1926 – 22 Januari 2022) pejuang perdamaian dalam perang Vietnam  dan nominasi Noble Prize.

Thich Nhat Hanh merupakan tokoh utama “Engaged Buddhism”. Tokoh yang belakangan menetap di Plum Village, Perancis ini dalam perjuangannya menekankan aktivitas dalam kehidupan masyarakat, persoalan aktual dan hidup berkesadaran dalam perhatian murni.

Thich Nhat Hanh juga dikenal sebagai penulis produktif yang memperlihatkan bagaimana cara hidup Zen, dan penulisan dalam buku-bukunya justru sangat dekat kepada fundamental Buddhism serta semangat liberatif dan humanistik Buddhism. Ia juga mampu menginterpretasi dan mempresentasikan mengenai substansi Prajnaparamita untuk melihat persoalan aktual masa kini. Ia juga pendiri yang menumbuhkan organisasi yang dibentuknya: “Orde Interbeing”. 

Andaikan dalam mewujudkan nilai-nilai Buddhadharma bersentuhan dengan kekuasaan, maka hal itu hendaknya juga tidak patut dihindari. Tokoh “Engaged Buddhism” Sulak Sivaraksa di Thailand melakoni hal itu meski harus menjadi tokoh yang tidak disenangi pemerintah dan hidup dalam keluar masuk penjara. Sulak Sivaraksa disamping tokoh Engaged Buddhism adalah juga seorang filsuf, spiritualis, aktivis, kritikus sosial, pemberontak intelektual dan memegang teguh etika non-kekerasan.

Sulak Sivaraksa (lahir 27 Maret 1933) berjuang meneguhkan etika Buddhis dalam kehidupan nyata dan berupaya melakukan transformasi sosial dan politik di masyarakat. Ia adalah orang yang terobsesi untuk membuat Buddhisme relevan dalam masyarakat modern. Perjuangan non-kekerasan dan misi kemanusiaan Sulak Sivaraksa ini bisa dibaca dalam buku: “Seed of Peace”.

Perjuangan kemanusiaan yang sampai harus bergerak di lapangan politik pun juga terdapat di India. Adalah Dr, BR Ambedkar, tokoh yang memperjuangkan kaum Dalit di India yang dikenal sebagai kaum “untouchables”,  suatu kelompok kasta terendah yang tidak boleh disentuh. Dr. BR Ambedkar lahir pada 14 April 1891 dan wafat pada 6 Desember 1956.

Dr. BR Ambedkar adalah tokoh Buddhis India yang memperjuangkan kelompok yang dijauhkan oleh masyarakat di India untuk kesetaraan politis dengan pendekatan melakukan konversi ke dalam agama Buddha. Bagi tokoh pejuang kemerdekaan nasional dan konstitusi India ini, agama Buddha yang egaliter dan emansipatoris harus turut memperjuangkan kelompok masyarakat marjinal untuk mencapai kesetaraannya di berbagai bidang kehidupan.

 

Dr A.T Ariyatne, Bhiksuni Cheng Yen, Chatsumarn Kabilshing  

Persoalan penderitaan yang menjadi misi Buddhadharma adalah juga persoalan kemanusiaan dalam ranah politis, budaya maupun sosial-ekonomi seperti kemiskinan. Keprihatinan terhadap persoalan inilah yang menggerakkan Ariyatne mendirikan gerakan gerakan sosial Sarvodaya di Srilanka.

Dr. A T Ariyatne (lahir 5 Nopember 1931) pendiri gerakan Sarvodaya. Dalam gerakannya ini ia menekankan prinsip-prinsip Buddhis dalam membantu warga desa terbebas dari kemiskinan. Prinsip Buddhis mengenai paticca-samuppada, sebab-akibat yang saling bergantungan, diterjemahkan dalam lapangan sosial melalui gerakan Sarvodaya dengan membentuk ikatan komunitas yang kuat berdasarkan saling membantu satu sama lain.

Misi luhur dalam penegakan nilai-nilai kemanusiaan juga berkembang dalam diri seorang Bhiksuni di Taiwan. Bhiksuni Cheng Yen (lahir 4 Mei 1937) mendirikan  organisasi sosial kemanusian dengan misi membantu korban bencana alam di berbagai penjuru dunia, pelestarian lingkungan, sosial, pendidikan dan budaya, dengan mengundang dan menyertakan keterlibatan relawan.

Organisasi yang didirikan dengan nama Yayasan Buddha Tzu Chi ini mewujudkan cinta kasih dan welas asih yang berkembang dalam diri Master Cheng Yen, dengan motto kemanusiaan dan misi amalnya yang menyentuh: “marilah bersama-sama menghapus air mata yang penuh derita.”

Chatsumarn Kabilshing. Sifat pembebasan Buddhadharma itu tertujukan untuk kebahagiaan segenap makhluk hidup. Oleh karenanya, Buddhadharma yang bercirikan egalitarian itu juga ditujukan bagi kesetaraan gender, lelaki dan perempuan.

Siapa saja, lelaki dan perempuan memiliki potensi mencapai pembebasan, dan karenanya cara hidup kebiaraan dengan menjadi Sangha juga terbuka. Sangha tidak saja monopoli atau privilege untuk kaum lelaki tetapi juga terbuka dan setara bagi kaum perempuan. Karenanya bila nyatanya pintu Sangha itu tertutup bagi perempuan, maka harus diperjuangkan dibuka kembali.

Adalah Chatsumarn Kabilsingh yang merupakan salah satu tokoh pejuang kesetaraan gender dan bhikkhuni pertama dalam tradisi Theravada di Thailand dewasa ini. Berkat Chatsumarn Kabilsingh ini, maka kaum perempuan di Thailand kini dan dimana saja dapat menjalani kehidupan sucinya dengan menjadi Sangha Bhikkhuni.

Chatsumarn Kabilsingh (lahir 6 Oktober 1944) menjadi sosok perempuan Buddhis terkenal di dunia Internasional. Perjuangannya mengangkat derajat kesetaraan perempuan, menjadikannya tokoh feminis Buddhis yang disegani. Melalui Newsletter yang diberi nama Yasodhara, ia selalu memberitakan kegiatan internasional Perempuan Buddhis dan feminisme Buddhis.

Maha Ghosananda. Selain para Bodhisattva sang pembebas itu, terdapat juga Maha Ghosananda (1913-2007). Maha Ghosananda, seorang bhiksu Buddha Kamboja yang memperjuangkan perdamaian di tengah-tengah berkecamuknya pertikaian di negaranya selama periode kekuasaaan Khmer Merah.

Maha Ghosananda yang berarti “pemberita gembira yang agung” aktif memperjuangkan perdamaian di tengah berkecamuknya peperangan di negaranya. Gerakan perdamaian yang diperjuangkannya seakan menegaskan kekuatan Buddhadharma sebagai pembebasan dari segala bentuk kekerasan, pertikaian politik dan pertumpahan darah.

Tokoh spiritual yang berkarakter ini memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan di tengah-tengah pertempuan yang sedang terjadi, saat negaranya Kamboja dilanda konflik berdarah, perang saudara di negerinya sendiri. Buddhadharma yang dikenakannya dijadikannya senjata perjuangan dalam mengatasi kesengsaraan dan penderitaan yang dialami rakyat di negerinya.

Maha Ghosananda melakukan pekerjaan kemanusiaan yang luar biasa di antara ratusan ribu pengungsi yang menyelamatkan diri dari pembantaian Khmer Merah pada pertengahan tahun 1970-an. Pertumpahan darah selama satu dekade di antara fraksi di negerinya yang juga dipicu oleh serangan-serangan bom AS mengakibatkan banyak korban kematian karena kelaparan, penyakit dan kekerasan senjata di medan perang.

Perjuangan Maha Ghosananda dengan kekuatan cinta kasih yang membebaskan dilakukannya dengan mencetak 40.000 selebaran Metta Sutta, wejangan Buddha tentang kekuatan cinta kasih, dan membagikannya ke seluruh pengungsi. Ia juga membangun kembali vihara-vihara yang hancur serta sekolah-sekolah yang diperuntukkan bagi pengungsi. Maha Ghosananda, sang Bodhisattva yang teguh berjuang menegakkan cinta kasih diantara kekerasan dan pertumpahan darah yang terjadi di negerinya. (JP) ***

 

BAGI PARA PEMBACA YANG MAU MEMBANTU OPERASIONAL SETANGKAIDUPA.COM BISA MELALUI REK. BANK BRI KCP CIPULIR RADIO DALAM 086801018179534 AN. MAJAPUTERA KARNIAWAN. MOHON MENGIRIMKAN KONFIRMASI DANA KE WHATSAPP NOMOR 089678975279 (MAJA).

 

Sumber gambar: https://dalitdesk.com/wp-content/uploads/2023/04/IMG-20230421-WA0010-768×512.jpg.webp

error: Content is protected !!
Butuh bantuan?