Borobudur Setelah Dicanangkan Sebagai Tempat Ibadah Umat Buddha (1): Bangunan Ibadah dan Ritual Waisak

Home » Artikel » Borobudur Setelah Dicanangkan Sebagai Tempat Ibadah Umat Buddha (1): Bangunan Ibadah dan Ritual Waisak

Dilihat

Dilihat : 22 Kali

Pengunjung

  • 2
  • 5
  • 60
  • 30,908
2 borobudur pic

Oleh: Jo Priastana

“Di atas reruntuhan sebuah tempat suci,

sebuah pohon berangan tetap mengangkat lilin-lilinnya”

(Basho, Penyair Zen Buddhism)

 

              Tiga Candi Buddha dan satu Candi Hindu, diantaranya Borobudur telah dicanangkan sebagai Tempat Ibadah. Ketiga Candi Buddha, Borobudur, Mendut dan Pawon terletak di Jawa Tengah, dan candi Hindu Prambanan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pencanangan ini diharapkan akan banyaknya pagelaran kegiatan keagamaan baik Buddha dan Hindu di luar hari besar keagamaan baik dari domestik maupun mancanegara. Pencanangan itu dilakukan dengan penandatanganan nota kesepakatan oleh empat menteri, yakni Menteri Agama, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Menteri Badan Usaha Milik Negara, serta Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, serta dua gubernur, yaitu Gubernur Jateng dan Gubernur DIY di kantor Gubernur DIY, Kota Yogyakarta, pada Jumat 11/2/2022. (Kompas 12/2/2022).

Dalam kesempatan itu, Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X mengungkapkan, pemanfaatan ke empat candi untuk kepentingan keagamaan itu akan fokus pada nilai-nilai spiritual dan pendidikan dari candi tersebut. Oleh karena itu, masyarakat yang berkunjung tidak hanya melihat keindahan candi, tetapi bisa juga melihat kegiatan peribadatan umat Hindu dan Buddha. Sultan menyebutkan tujuan keagamaan itu tetap memperhatikan aspek kelestarian cagar budaya dan regulasi dari Pemerintah Indonesia ataupun Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO).  Sementara, Ketua Umum Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) Hartati Murdaya menuturkan, nota kesepakatan membuat Candi Borobudur menjadi pusat ziarah umat Buddha mancanegara. Kedatangan umat Buddha juga akan mendatangkan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar. “Ini dapat mengundang umat Buddha sedunia dan menjadikan Borobudur sebagai pusat ziarah. Hal ini akan sangat besar efeknya bagi ekonomi rakyat sekitar,” kata Hartati. (Kompas, 12/2/2022).

 

Bangunan Ibadah dan Pemugaran

Sesungguhnya, sejak didirikan Borobudur memang dimaksudkan sebagai bangunan ibadah. Mengunjungi Borobudur adalah beribadah, sejak dasar sampai ke puncak Candi adalah laku ibadah. Candi Borobudur yang berbentuk stupa ini didirikan sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra. Borobudur adalah candi atau kuil Buddha terbesar di dunia, sekaligus salah satu monumen Buddha terbesar di dunia. Monumen ini merupakan model alam semesta dan dibangun sebagai tempat suci untuk memuliakan Buddha sekaligus berfungsi sebagai tempat ziarah yang menuntun umat manusia beralih dari alam nafsu duniawi menuju pencerahan dan kebijaksanaan sesuai ajaran Buddha.

Berziarah adalah juga beribadah. Para peziarah mengunjungi dan mendaki candi Borobudur adalah beribadah, sejak kaki melangkah di dasar Candi Borobudur sampai ke puncak Candi. Masuk melalui sisi timur dan memulai ritual dari dasar candi dengan berjalan melingkari bangunan suci searah jarum jam sambil terus naik ke undakan berikutnya melalui tiga tingkatan ranah dalam kosmologi Buddha. Ketiga tingkatan itu adalah Kamadhatu (ranah hawa nafsu), Rupadhatu (ranah berwujud), dan Arupadhatu (ranah tak berwujud). Dalam perjalanan beribadah itu, para peziarah berjalan melalui serangkaian lorong dan tangga dengan menyaksikan tak kurang dari 1.460 panel relief indah yang terukir pada dinding dan pagar langkan, sebuah perjalanan ibadah mengenali dirinya dan alam semesta.

Monumen ini terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang di atasnya terdapat tiga pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel relief dan aslinya terdapat 504 arca Buddha. Borobudur memiliki koleksi relief Buddha terlengkap dan terbanyak di dunia. Stupa utama terbesar terletak di tengah sekaligus memahkotai bangunan ini, dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72 stupa berlubang yang di dalamnya terdapat arca Buddha duduk bersila dalam posisi teratai sempurna dengan mudra (sikap tangan) Dharmachakra mudra (memutar roda dharma). (Pustaka Pengetahuan.com. “Sejarah Candi Borobudur, Penemuan, Pemugaran Dan Rehabiltas Candi Borobudur.” 19 Agustus 2020)

Melintasi zaman, Borobudur pun mengalami proses sejarahnya, dalam kehancuran dan kemunculannya kembali setelah mengalami pemugaran. Pemugaran dalam rangka usaha konservasi dan rekonstruksi dilakukan sejak Candi Borobudur itu ditemukan oleh Thomas Stamford Raffles pada tahun 1814. Candi Borobudur merupakan salah satu karya seni bangunan pada periode klasik di Indonesia yang memiliki nilai penting bagi pengembangan kebudayaan nasional sehingga perlu dilestarikan dan dikelola secara tepat melalui upaya perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan.

Candi Borobudur telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO pada tahun 1991, mengalami dua kali pemugaran. Yang pertama dilakukan pada tahun 1907-1911 oleh pemerintah Hindia-Belanda dengan dipimpin oleh teknisi sipil militer bernama Theodor Van Erp, sedangkan pemugaran kedua dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia dibantu oleh UNESCO pada tahun 1973-1983.  (Ismijomo, Perpustakaan BPNB Jawa Barat, Perpustakaan Khusus Sejarah dan Kebudayaan, e.g. Library and Information, aanbpnbjabar.kemdikbud.go.id, 7322).

 

Ritual Waisak di Candi Borobudur

Dilansir dari Balai Konservasi Borobudur, tradisi umat Buddha merayakan Hari Waisak di Candi Borobudur sudah dilakukan sejak 1929. Perayaan ini dimulai oleh Himpunan Teosofi Hindia Belanda, di mana salah satu anggotanya campuran antara orang Eropa dan Jawa ningrat. Perayaan Waisak di Borobudur sempat terhenti ketika perang revolusi kemerdekaan Republik Indonesia. Selain itu, terhenti pula pada pemugaran tahun 1973. Selama masa pemugaran tersebut, perayaan dipindah ke Candi Mendut. (Waisak di Borobudur, Serafica Gischa, Kompas.com, 7 Mei 2020).

Sejarah Hari Waisak dan tanggal peringatannya ini telah ditetapkan sebagai hari libur Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Indonesia Nomor 3 tahun 1983 tanggal 19 Januari 1983. Setelah pemugaran besar-besaran pada 1973-1983 yang didukung oleh UNESCO, Borobudur kembali menjadi pusat keagamaan dan ziarah agama Buddha yang semarak. Sekali setahun pada saat bulan purnama sekitar bulan Mei atau Juni, umat Buddha di Indonesia memperingati hari suci Waisak di candi Agung, warisan para leluhur. (Sejarah Hari Waisak dan Ragam Perayaannya di Dunia, CNN Indonesia, 26 May 2021). 

Dalam perayaan Waisak umat Buddha memperingati tiga peristiwa. Perayaan memperingati tiga peristiwa yang melandasi sejarah Hari Waisak setiap tahunnya di seluruh dunia ini sesungguhnya adalah hasil keputusan dalam Konferensi Persaudaraan Buddhis Sedunia (World Fellowship of Buddhists-WFB) di Sri Lanka pada tahun 1950. WFB mengesahkan perayaan Waisak pada purnama pertama di Mei dan terus diperingati setiap tahunnya di bulan sama, namun berbeda tanggal menyesuaikan kalender lunar kuno Vesakha. Nama Waisak sendiri berasal dari salah satu bulan penanggalan India Kuno yang juga disebut Vesakha, Vesak, atau Wesak. Cara umat Buddha di berbagai belahan dunia dalam merayakan Waisaknya memilki cara yang berbeda bergantung tradisinya masing-masing.

 Di Nepal, perayaan Waisak dikenal dengan sebutan Buddha Jayanti, umat Buddha dari berbagai penjuru dunia mengunjungi Lumbini tempat kelahiran Buddha untuk sembahyang di kuil. Sedangkan di Thailand, Hari Waisak atau Visakha Bucha biasanya digelar di King’s Grand Palace, Bangkok dengan menyalakan ribuan lilin di sekitar patung Buddha.

Sementara di Korea Selatan, perayaan Waisak akan dimulai seminggu sebelum hari–H. Umat Buddha Korea Selatan mendekorasi candi dan kuil dengan lentera warna-warni. Ketika beribadah di kuil, umat Buddha Korea Selatan juga melakukan tradisi menulis harapan dan menggantungkannya di lentera.

Di Indonesia, perayaan Waisak Nasional umumnya diselenggarakan di kompleks Candi Borobudur. Perayaan Waisak ini memiliki keunikan dan keistimewaanya sendiri, seperti misalnya memasukkan detik-detik Waisak dimana saat hening dalam meditasi ini begitu dinanti oleh umat yang datang ke Borobudur, dan bahkan banyak orang yang datang untuk hanya untuk duduk hening di detik-detik Waisak ini. Waisak di Borobudur juga mengandung keistimewaan sendiri yang memungkinkan banyak diikuti oleh para wisatawan mancanegara.

Terdapat beberapa rangkaian pokok Waisak yang meliputi: Pengambilan air berkah di kawasan mata air Jumprit, Temanggung, Jawa Tengah. Menyalakan obor yang menggunakan sumber api abadi di Mrapen, Grobogan, Jawa Tengah. Melaksanakan ritual Pindapatta dengan memberi dana makanan kepada para biksu untuk melakukan kebajikan. Samadhi pada detik-detik puncak bulan purnama.

Selain kegiatan pokok, perayaan Waisak juga umumnya dimeriahkan pawai serta acara kesenian lainnya. Perayaan Waisak di Borobudur selalu menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Pada perayaan Waisak yang menarik ini, ribuan umat Buddha bersama para biksu dan umat berbagai majelis mengawalinya dengan melakukan kirab Waisak dari Candi Mendut menuju Candi Borobudur, berjalan kaki sepanjang empat kilometer melewati Candi Pawon.

 Kirab berjalan kaki sebagai wujud meditasi, jalan samadi, meditasi jalan kaki hingga berjumpa dengan Sang Buddha di puncak Borobudur Stupa induk. Biasanya kirab dibuka dengan mobil hias, berlanjut dengan membawa api dharma dari Mrapen Kabupaten Grobogan, mobil pembawa air berkah dari Umbul Jumprit Temanggung, serta perahu relik Sang Buddha. Kemudian diikuti pejalan kaki pembawa bendera merah putih dan bendera organisasi Buddhis lainnya.

Terdapat juga kelompok remaja yang mengenakan berbagai pakaian adat di Tanah Air, pembawa hasil bumi, dan terakhir rombongan umat Buddha dari berbagai daerah di Indonesia. Sungguh suatu perayaan Waisak, ibadah umat Buddha secara Nasional yang menawan, dimulai dari pergerakan hingga diam dalam hening. Perayaan yang mengundang banyak wisatawan datang, turut berprosesi, berhimpun, dan duduk hening bermeditasi. Alangkah baiknya umat Buddha semakin meningkatkan dirinya dalam beribadah di Candi yang telah dicanangkan sebagai tempat ibadah ini! (JP)

***

 

Bacaan:

Kompas, 12/2/2022, HRS.

Sejarah Hari Waisak dan Ragam Perayaannya di Dunia, CNN Indonesia, 26 May 2021.

Waisak di Borobudur, Serafica Gischa, Kompas.com, 7 Mei 2020.

CNN Indonesia, 18 Mei 2019, “Ribuan Umat Buddha Kirab Waisak Mendut-Borobudur

Asumsi.com, Irfan Muhammad 26 Mei 2021.

Ismijomo, Perpustakaan BPNB Jawa Barat, Perpustakaan Khusus Sejarah dan Kebudayaan, e.g. Library and Information, aanbpnbjabar.kemdikbud.go.id, 7322.

TOKOH DI BALIK KEMAHSYURAN CANDI BOROBUDUR, Kompas.com, 25 April 2020, 16.00 WIB.

Roger. M. Keesing. 2008. “Antropologi Budaya. Suatu Perpektif Kontemporer.” Alih Bahasa Samuel Gunawan dari “Cultural Anthropology. A Contemporary Perspective. 1981. Jakarta: Erlangga.

Jo Priastana, 2005. “Be Buddhist Be Happy”. Jakarta: Yasodhara Puteri.

Pustaka Pengetahuan.com. “Sejarah Candi Borobudur, Penemuan, Pemugaran Dan Rehabilitasi Candi Borobudur.” 19 Agustus 2020.

JPN.com Historiana, “Begini Cara Inggris, Belanda dan Jepang Menjaga Borobudur Ketika Menduduki Jawa,” 01 Februari 2016.

Butuh bantuan?