Oleh: Jo Priastana
“Relief merupakan cara leluhur mewariskan nilai-nilai kehidupan”
(Bambang Eka Prasetya (69), Pembelajar Seni Membaca Relief Borobudur)
Relief yang menghiasi candi Borobudur merupakan karya seni warisan sejarah para leluhur yang menyimpan banyak informasi dan pesan kebajikan, nilai-nilai luhur yang selalu relevan melintas sejarah. Relief-relief menyimpan banyak pelajaran kebijaksanaan hidup melalui binatang dalam kisah Jataka. Kita bisa belajar kebijaksanaan dari kisah-kisah kebajikan yang terukir dalam relief Candi Borobudur.
Ada kisah rusa Sarabha yang justru memilih untuk menolong seorang raja yang sebelumnya memburunya. Sang raja melepaskan panah dan ingin melenyapkan nyawanya, tetapi si rusa Sarabha justru membantunya keluar dari lubang besar tempatnya terperosok. Raja itu pun selamat. Petikan kisah ini merupakan cerita yang disarikan dari panel 90-93 Jataka Sarabha di Candi Borobudur. Dari kisah yang memperlihatkan interaksi hewan dan manusia itu tersimpan pesan moral universal bahwa kita bisa belajar tentang memaafkan dan kebaikan.
Candi Borobudur yang menyimpan relief kisah Jataka itu memang pantas untuk dipelajari, sebagaimana siswa-siswa dari 20 sekolah di bawah naungan Yayasan Kanisius Cabang Magelang yang melakukan pembelajaran membaca relief Candi Borobudur bergantian dua bulan sekali. Kegiatan mempelajari cerita pada relief di Candi Borobudur ini juga dilakukan oleh Bapak Bambang Eka Prasetya (69), yang mempelajari cerita relief Candi Borobudur sejak 1975, dan menginisiasi gerakan Sebar yaitu Seni Membaca Relief, yang diikuti oleh 1000 orang dari seluruh penjuru Nusantara. (Regina Rukmorini, Kompas, 24/11/2021).
Cerita Relief Borobudur
Candi Borobudur sendiri memiliki 2.672 panel relief, yang terdiri dari 1.212 panel relief dekoratif dan 1.460 panel relief naratif atau cerita yang bisa dibaca searah jarum jam. Jumlah relief 1.460 sama dengan jumlah hari dalam setahun dikali empat. Artinya, seseorang butuh waktu empat tahun membaca semua relief di Candi Borobudur. Relief-relief itu menggambarkan kehidupan abad ke-8 dan ke-9. Relief jadi inspirasi warga sekitar dalam keseharian, seperti berpakaian, meracik dan menyajikan makanan. (Kompas, 1/12/21).
Setiap guratan relief di Candi Borobudur menyimpan beragam cerita kebajikan yang luar biasa, dan karenanya patut dibangkitkan minat pembelajarannya. Untuk membangkitkan minat masyarakat terhadap cerita relief Candi Borobudur, Handaka Vijjananda (50) berinisiatif menuliskan cerita relief Borobudur. Sebanyak 20.000 buku telah dibagikan gratis kepada Taman Wisata Candi Borobudur, Balai Konservasi Borobudur, serta pelaku dan pegiat seni serta pariwisata di kawasan Borobudur, pada Oktober 2021 lalu.
Handaka meyakini, dengan mengukir relief, nenek moyang ingin menyampaikan pesan tertentu. Pesan kebajikan dan pembelajaran kebijaksanaan yang juga bersumber pada Buddhadharma. Terdapat 20 judul cerita Jataka yang terdapat pada relief Borobudur yang ditulis oleh Handaka Vijjananda sebagai booklet yang diterbitkan serta disebarluaskan oleh Ehipassiko Foundation, Jakarta: 2021.
Kedua puluh judul itu, adalah: Siddharta, Manohara, Mandhata, Sambula, Rudrayana, Maitrakanyaka, Awisahya, Shasha, Brahmadatta, Silawimangsa, Wartaka, Mahakancana, Dartarastra, Mahakapi, Ruru, Wanaraja, Bhuridatta, Nandiya, Walahaswa, dan Sudhana. Singkat kisah-kisah Jataka yang disertai sumber dari kitab suci Tripitaka diturunkan di bawah ini. Kisah-kisah Jataka dimana kita bisa belajar dan memetik hikmah kebijaksanaan bagi kehidupan kita.
Dari Siddharta hingga Sudhana
Siddharta. Relief: Lantai 1, 4 penjuru, dalam atas, 1-20. Cerita Pangeran yang meninggalkan takhta demi mencari jalan kebahagiaan sejati bagi semua makhluk. Pesan moral: melayani untuk menjadi sempurna dan menjadi sempurna untuk melayani,. Sumber: Lalitawistara 26 (Tripitaka). “Aku adalah pelita dunia. Aku menebarkan pelita kebijaksanaan. Aku menaklukkan gulita kekelirutahuan.”
Manohara, Perjuangan Cinta Sejati, Relief: lantai 1, timur-selatan, dalam-bawah, 1-20. Cerita: Sudhana jatuh cinta pada kinnari bernama Manohara. Banyak sekali rintangan yang menghalangi keduanya untuk bersama, tetrapi Sudhana tidak pernah menyerah demi cintanya. Pesan: Jangan pernah menyerah untuk memperjuangkan cinta yang bajik. Sumber: Diwyawadana 30 (Tripitaka): “Semua yang kini kumiliki adalah hasil dari kebajikanku pada masa silam. Karena itu, aku tak akan berhenti berbuat baik,”
Mandhata, Penguasa Bumi dan Langit. Relief: Lantai 1, selatan-barat, dalam-bawah, 39-48. Cerita: Raja adikuasa yang memiliki segalanya dan kehendaknya selalu terwujud. Pesan: Kecukupan hati dan kebijaksanaan adalah kekayaan terbesar. Sumber: Diwyawadana 17 (Tripitaka), Jataka 258 (Mandhatu Jataka, Tripitaka). “Sekalipun hujan harta tercurah dari langit, namun tetap saja aku tidak puas. Harta adalah duka, resah adalah nestapa. Ia yang mengerti ini, terberkahi dan bijaksana.”
Sambula, Setia Sepanjang Hayat. Relief: lantai 1, dalam-bawah, 61-63. Cerita: Sambula adalah istri yang sangat baik dan setia. Ia merawat suaminya yang sakit kusta. Namun, setelah pulih, sang suami malah melupakan kesetiaan Sambula. Pesan: Kesetiaan dan bakti sepatutnya dijunjung tinggi. Sumber: Jataka 519 (Sambula Jataka, Tripitaka): “Istri yang penuh kasih sungguh langka, selangka suami yang memperlakukan istrinya dengan baik.”
Rudrayana, Raja Pelepas Takhta. Relief: Lantai 1, barat-utara, dalam-bawah, 64-85. Cerita: Rudrayana adalah raja bajik bijak. Namun, putranya amat jahat, tak mau mendengar nasihat. Ia malah membunuh ayahnya sendiri dan membasmi ajaran kebajikan. Pesan: Orang yang tak bisa belajar kebajikan tak akan selamat dari petaka. Sumber: Diwyawadana 37 (Tripitaka): “Ia yang menjalani kebajikan, akan mengatasi derita. Ia yang buta didera nafsu, tak akan lepas dari petaka.”
Maitrakanyaka, Pertobatan Anak Durhaka. Relief: Lantai 1, timur, dalam-bawah, 106-112. Cerita: Perantauan pemuda yang mengejar ambisi pribadi tanpa memikirkan perasaan ibunya, akibatnya ia menemui nasib malang. Pesan: Anak harus berbakti kepada orangtua melebihi pencapaian duniawi apa pun. Sumber: Awadanasataka 36 (Tripitaka). “Biarlah aku menanggung derita ini, demi keselamatan makhluk lain. Semoga tak akan pernah lagi orang yang durhaka terhadap ibunya.”
Awisahya, Derma Tiada Henti. Relief: lantai 1, timur, luar-atas, 19-22. Cerita: Saudagar besar yang tak tergoyahkan dalam berderma meski kehilangan seluruh hartanya. Pesan: Perjuangan untuk bisa terus memberi akan membuat makin kaya hati. Sumber: Jatakamala 5 (Tripitaka). “Aku memberi bukan untuk menjadi dewa atau brahma, namun demi kecerahan sempurna!”
Shasha, Kelinci Rembulan. Relief: lantai 1, timur, luas-atas, 23-25. Cerita: Kelinci dan tiga sahabatnya yang bertekad memberi derma kepada petapa. Sumber: Jatakamala 6 (Tripitaka), Jataka 316 (Sasa Jataka, Tipitaka). “Bahkan jika seluruh dunia ini menguji tekadku dalam memberi, aku tetap bersedia memberi.”
Brahmadatta, Kurban yang Bijak. Relief: lantai 1, timur, luar-atas, 40-43. Cerita: Raja hendak melaksanakan kurban tanpa mengorbankan makhluk mana pun. Pesan: Berderma kepada yang bajik adalah kurban terbaik. Sumber: Jatakamala 10 (Tripitaka), Jataka 50: (Dumedha Jataka, Tipitaka). “Aku memberi bukan untuk menjadi dewa atau brahma, namun demi kecerahan sempurna!”
Silawimangsa, Susila Senantiasa. Relief: lantai 1, selatan, luar-atas, 47b. Cerita: Silawimangsa diminta gurunya untuk mencuri tanpa terlihat, ia menolak karena ia tahu bahwa itu tidaklah mungkin. Pesan: Perbuatan kita pasti akan terlihat oleh kita sendiri. Sumber: Jatakamala 12 (Tripitaka), Jataka 305 (Silawimangsana Jataka, Tipitaka). “Sesungguhnya perbuatan apa pun tak dapat disembunyikan dari diri ini.”
Wartaka, Payuh Pemberani. Relief: lantai 1, selatan, luar-atas, 58. Cerita: Wartaka adalah burung puyuh berbudi luhur yang dengan kekuatan kebenaran ucapan dan tindakannya berhasil menghentikan kebakaran yang mengancam seisi hutan. Pesan: Ada daya keselamatan yang perkasa dalam hidup yang welas, bajik, dan luhur. Sumber: Jatakamala 16 (Tripitaka), Jataka 35 (Wattaka Jataka, Tipitaka). “Dengan kekuatan kebenaran ini, dinding api nan perkasa padam, bagaikan api kala tenggelam dalam air.”
Mahakancana, Kutukan Baik Para Pertapa. Relief: lantai 1, selatan, luar-atas, 64-68. Cerita: Para petapa kakak beradik mengutuk pencuri makanan dengan doa yang baik. Pesan: Orang yang melatih kebajikan tidak akan tergoda oleh kenikmatan duniawi. Sumber: Jatakamala 19 (Tripitaka), Jataka 488 (Bhisa Jataka, Tipitaka). “Ia yang senang melepas akan menjauhi kesenangan duniawi.”
Dartarastra, Angsa Setia Kawan. Relief: lantai 1, selatan, luar-atas, 77-80. Cerita: Kesetiakawanan raja angsa dan panglimanya membuat pemburu terharu. Demi menyelamatkan pemburu itu, raja angsa rela ditangkap. Pesan: Kesetiakawanan meluluhkan hati. Sumber: Jatakamala 22 (Tripitaka), Jataka 534 (Mahamangsa Jataka, Tipitaka). “Orang yang pemberani adalah ia yang mencintai dan mengikuti kebenaran dan kebajikan. Walau terlahir rendah, ia akan bersinar bagai unggun di kegelapan.”
Mahakapi, Kera Setia Janji. Relief: lantai 1, selatan, luar-atas, 86-89. Cerita: Mahakapi adalah kera agung yang sangat welas asih. Ia menolong orang yang terperosok di jurang dan tetap baik kepadanya walau dicelakai oleh orang yang ditolongnya. Sumber: Jatakamala 24 (Tripitaka), Jataka 516 (Mahakapi Jataka, Tipitaka). “Janganlah khianati sahabatmu. Sungguh keji ia yang menyalahi sahabat dengan khianat.”
Ruru, Rusa Emas yang bajik. Relief: Lantai 1, selatan, luar-atas, 94-98. Cerita: Ruru adalah rusa yang bajik dan bijak. Ia mengampuni orang yang mengkhianatinya. Raja terenyuh, sehingga bertitah untuk melindungi hutan dan penghuninya. Pesan: Mereka yang bajik tahan derita sendiri, namun tak tega terhadap derita makhluk lain. Sumber: Jatakamala 26 (Tripitaka), Jataka 482 (Ruru Jataka, Tipitaka). “Jika manusia bisa mengasihi sesama bagai keluarga sendiri, hati mana yang bisa ditumbuhi hasrat buruk?”
Wanaraja, Pengorbanan Raja Kera. Relief: lantai 1, selatan, luar-atas, 99-102. Cerita: Pohon tempat tinggal raja kera Wanaraja diserang raja manusia yang menginginkan buah dari pohon itu. Wanaraja menjadikan dirinya jembatan bagi rakyatnya untuk meloloskan diri. Pesan: Sebagai pemimpin, cintailah rakyat dan sejahterakan mereka. Sumber: Jatakamala 27 (Tripitaka), Jataka 407 (Mahakapi Jataka, Tipitaka). “Aku tidak takut menderita dan mati demi kebahagiaan dan keselamatan rakyatku.”
Bhuridatta, Naga yang Sabar. Relief: lantai 1, barat, luar-atas, 187-191. Cerita: Kisah pangeran naga yang baik dan sabar. Ia memaafkan orang yang telah mengkhianatinya dan membuatnya sangat menderita. Pesan: Pembelajaran dilewati dengan selamat oleh yang bijak, namun tak bisa menyelamatkan pengkhianat jahat. Sumber: Jataka 543 (Bhuridatta Jataka, Tipitaka). “Jika aku marah kepadanya atas pengkhianatannya, kebajikanku akan tercela.”
Nandiya, Bakti kepada Orangtua. Relief: lantai 1, barat, luar-atas, 196-199. Cerita: Kakak beradik monyet yang sangat berbakti kepada ibu mereka, sampai rela mengorbankan nyawa. Seorang pemburu memanah ketiga monyet itu dan menuai akibat karma buruknya. Pesan: Apapun yang kita lakukan, hal yang setara akan menimpa diri kita. Sumber: Jataka 222 (Cula-Nandiya Jataka, Tipitaka). “Perbuatan kita ibarat benih, yang berbuah seusai jenis yang kita tanam.”
Walahaswa, Kuda Semberani Penyelamat. Relief: lantai 4, selatan, luar, 22. Cerita: Kisah sekelompok saudagar yang terdampar di pulau siluman. Mereka diselamatkan oleh kuda terbang. Mereka yang patuh kepada pemimpin yang cakap akan selamat. Pesan: Orang yang mudah dinasihati oleh orang bijaksana akan selamat. Sumber: Jataka 196 (Valahassa Jataka, Tipitaka). “Ia yang mengabaikan nasihat, tidak patuh kepada yang bijak, terjebak nafsu belaka, jatuh dalam derita.”
Sudhana, Pencari Kecerahan, Relief: Gandawyuha: lantai 2, 3, dan 4, 4 penjuru, dalam & luar, 1-460. Cerita: Kisah perjalanan Sudhana yang belajar dari para mitra kebajikan, mengembangkan kebajikan dan kebijaksanaan untuk memahami Kebenaran Semesta. Pesan: ia yang bertekad teguh menempuh jalan kebajikan demi kebijaksanaan sejati, tak akan pernah gagal. Sumber: Awatamsaka Sutra (Tripitaka), Gandawyuha Sutra: “Para Bodhisattwa selalu sibuk melakukan sesuatu demi makhluk lain.” (JP)
***
foto oleh Krom and van Erp, 1920 dalam balai konservasi borobudur 2020. http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bkborobudur/budaya-mayarakat-jawa-kuno/