Oleh: Jo Priastana
“Keunikan budaya harus dibagikan supaya ada pemahaman umum bahwa keunikan itu bukan sesuatu untuk ditakuti, bukan sesuatu yang harus dihancurkan”
(Maisie Junardy, Penulis Buku Man’s Defender)
Candi Borobudur merupakan sebuah bangunan yang unik dan ikonik. Borobudur salah satu candi Buddha yang didirikan oleh Wangsa Syailendra pada sekitar pertengahan abad 9 M. Candi ini terletak di Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Candi Borobudur merupakan salah satu karya seni bangunan pada periode klasik di Indonesia yang memiliki nilai penting bagi pengembangan kebudayaan nasional sehingga perlu dilestarikan dan dikelola secara tepat melalui upaya perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan.
Candi Borobudur telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO pada tahun 1991. Warisan budaya adalah benda atau atribut tak berbenda yang merupakan jati diri suatu masyarakat atau kaum yang diwariskan dari generasi-generasi sebelumnya, yang dilestarikan untuk generasi-generasi yang akan datang. Usaha untuk melestarikan warisan budaya disebut konservasi. Salah satu organisasi yang mempromosikan pelestarian warisan budaya adalah UNESCO. Candi Borobudur merupakan warisan budaya Indonesia, yakni warisan budaya tak bergerak yang meliputi monumen, situs arkeologi, kawasan.
UNESCO telah memasukkan Candi Borobudur ke dalam daftar Situs Warisan Dunia dan masuk dalam kriteria budaya. Baru-baru ini (Kompas, 12/2/22), Pemerintah juga telah mencanangkan Borobudur sebagai tempat ibadah. Pencanangan itu dituangkan dalam nota kesepakatan empat kementrian, yaitu: Menteri Agama, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Menteri Badan Usaha Milik Negara, serta Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, serta dua gubernur, yaitu Gubernur Jateng dan Gubernur DIY. Penandatanganan ini mencanangkan Borobudur sebagai tempat ibadah bersama Dua Candi Buddha lainnya, Mendut dan Pawon serta satu Candi Hindu, Prambanan.
Sejarah Pemugaran dan Bom di Borobudur
Candi Borobudur telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO pada tahun 1991, setelah mengalami dua kali pemugaran. Pemugaran pertama dilakukan pada tahun 1907-1911 oleh pemerintah Hindia-Belanda dengan dipimpin oleh teknisi sipil militer bernama Theodor Van Erp. Pemugaran kedua dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia dibantu oleh UNESCO pada tahun 1973-1983. Pemugaran-pemugaran ini menunjukkan bahwa berbagai usaha konservasi dan rekonstruksi telah dilakukan sejak Candi Borobudur ditemukan oleh Thomas Stamford Raffles pada tahun 1814. (Ismijomo, Perpustakaan BPNB Jawa Barat, Perpustakaan Khusus Sejarah dan Kebudayaan, e.g. Library and Information, aanbpnbjabar.kemdikbud.go.id, 7322).
Pada tahun 1882, sebagaimana dijelaskan Daoed Joesoef, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia yang pernah mendalami sejarah Borobudur, ada usulan untuk memugar candi yang nyaris rubuh itu. Waktu itu, usulannya candi diruntuhkan saja. Reliefnya dipreteli satu-satu dengan hati-hati. Kemudian disimpan di sebuah museum khusus. Usulan ini mengemuka mengingat perbaikan besar tak mungkin dilakukan atas pertimbangan teknis dan finansial. “Untunglah pengambilan keputusan di Batavia menolak usul tersebut,” tulis Daoed Joesoef dalam buku “Borobudur”.
Lama terbengkalai, akhirnya pada 1900, Willem Rooseboom, Gubernur Jenderal Hindia Belanda (1899-1904) membentuk panitia penyelamatan Candi Borobudur. Dia menunjuk Theodoor van Erp menjadi ketua panitia, dengan anggota J. Brandes (arkeolog) dan B.W. Van de Kamer (insinyur pembangunan). Rencananya, tim ini hanya akan memperbaiki saluran air hujan dan beberapa bagian yang terancam runtuh. Atas usulan Van Erp, “pemugaran meluas menjadi usaha untuk mengembalikan candi sedapat mungkin pada wujudnya yang asli,” ungkap Daoed.
Biaya penyelamatan Candi Borobudur disetujui pemerintah Hindia Belanda. Singkat cerita, setelah melakukan penelitian, pemugaran Candi Borobudur pun dimulai pada Agustus 1907 di masa Johannes Benedictus Van Heutsz, Gubernur Jenderal Hindia Belanda (1904-1909). Dan, rampung pada 1911 di zaman A.W.F. Idenburg (Gubernur Jenderal Hindia Belanda 1909-1916). Meski belum sempurna betul, “hasil kerja Van Erp pantas dipuji,” tulis Daoed Joesoef.
Meski berperang namun tetap menjaga warisan budaya. Nah ketika Jepang datang menggantikan Belanda (1942), demi Borobudur, “penguasa baru ini bersedia membebaskan Kepala Dinas Arkeologi berkebangsaan Belanda, Dr. Stutterheim dari kamp interniran agar pakar ini bisa dengan tenang meneruskan berbagai usaha perbaikan-perbaikan kecil agar candi tidak runtuh,” papar Daoed Joesoef. (JPN.com Historiana, “Begini Cara Inggris, Belanda dan Jepang Menjaga Borobudur Ketika Menduduki Jawa,” 01 Februari 2016).
Tapi apa yang terjadi terhadap Borobudur setelah peresmian pemugaran kedua (1973-1983) di alam Indonesia merdeka. Borobudur di bom, sungguh suatu yang diluar nalar akal sehat dan manusia beradab. Pemugaran kedua diresmikan selesainya pada 23 Februari 1983, dan tak lama peresmian itu, terjadi Peristiwa pengeboman peninggalan bersejarah Candi Borobudur pada hari Senin 21 Januari 1985. Ledakan cukup dahsyat menghancurkan sembilan stupa. Peristiwa terorisme ini adalah peristiwa terorisme bermotif “jihad” kedua menimpa Indonesia, setelah pembajakan pesawat Garuda DC 9 Woyla oleh anggota komando jihad pada 1981. (berkas Kompas 22 Januari 1985). Pengeboman Borobudur 1985 disebut sebagai kejadian perusakan cagar budaya terburuk di Indonesia.
Sembilan bom meledak dan merusak sembilan stupa dan dua patung Buddha. Disebut sebagai tragedi kepurbakalaan terburuk di Indonesia. Pada mukadimah Konvensi Den Haag 1954 tentang perlindungan kekayaan budaya dalam konflik bersenjata tertulis, “… kerusakan apa pun pada kekayaan budaya, terlepas dari orang-orang yang memilikinya, adalah kerusakan warisan budaya seluruh umat manusia, karena setiap orang menyumbangkan sesuatu pada kebudayaan dunia.” (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization, www.unesco.org. Diakses 8/3/22).
Belanda, Inggris, Jepang yang kolonialis saja menjaga Borobudur. Borobudur selamat dari keruntuhan dan kelenyapannya entah itu karena faktor alam, sejarah dan bahkan dari aksi terorisme tak beradab yang tak menghargai budaya. Tapi negara yang pernah menjajah Indonesia malah justru menjaga dan merawatnya. Borobudur memang punya daya pikat terutama bagi orang yang berbudaya. Rezim Belanda meneruskan apa yang sudah dimulai oleh Raffles (Inggris) yang menemukan Borobudur di tahun 1814, begitu pula dengan Jepang. Borobudur terjaga dan bahkan terbebas dari ancaman kehancurannya, dan selanjutnya tetap eksis melalui jasa-jasa para tokoh yang melakukan pemugaran.
Borobudur dan Lima Tokoh Berjasa
Borobudur warisan budaya untuk dunia, cermin untuk hidup damai dimana pelestariannya tidak lepas dari jasa-jasa banyak tokoh. Menurut data Balai Konservasi Borobudur, terdapat lima tokoh yang membuat Candi Borobudur tetap eksis sampai saat ini. Ada Thomas Stamford Raffles, Th. Van Erp. Theodoor van Erp, Prof.dr. Sardjito, Prof. Daoed Joesoef, dan Prof.Dr. R. Soekmono. (Tokoh Di Balik Kemahsyuran Candi Borobudur, Kompas.com, 25 April 2020, 16.00 WIB).
Thomas Stamford Raffles, merupakan seorang negarawan berkebangsaan Inggris. Di Indonesia, Raffles berkedudukan sebagai Gubernur Jenderal di Bencoolen yang kini bernama kota Bengkulu. Selama masa pemerintahannya, Raffles melakukan reformasi masal untuk merubah sistem kolonial Pemerintah Hindia Belanda. Selain meningkatkan kondisi penduduk lokal, dia memperkenalkan sistem pencatatan bangunan-bangunan kuno yang ada di Jawa. Salah satunya pencatatan detail mengenai Candi Borobudur. Raffles juga orang pertama yang membersihkan Candi Borobudur sekaligus membuka akses pada tahun 1814. Bahkan dirinya menulis referensi yang mendunia dan menampilkan Candi Borobudur dalam bukunya yang bertajuk “History of Java”. Kemunculan Raffles cukup penting. Karena berkat jasanya, Candi Borobudur dapat dinikmati dan dikenal sampai saat ini.
Th. Van Erp. Theodoor Van Erp lahir di Ambon, 26 Maret 1874 merupakan orang yang berjasa memimpin pemugaran Candi Borobudur yang masih berserakan sehingga menjadi utuh seperti saat ini. Walaupun metode yang digunakan di tahun 1907-1911 masih sangat sederhana, namun hasilnya sampai saat ini masih diakui kualitasnya. Sebelum melakukan pemugaran Candi Borobudur, Theodoor Van Erp sudah terlibat dalam pemugaran candi. Dimulai dengan membantu penyelamatan dan pemeliharaan Candi Siwa komplek Candi Prambanan dan Candi Induk Sewu tahun 1902-1903. Selanjutnya dia juga terlibat pada pemugaran Candi Ngawen dan Selogriyo di Magelang dan Candi Pringapus di Temanggung. Selain sebagai ahli pemugaran dan purbakala, Van Erp juga merupakan seniman pelukis dengan berbagai karya lukisan dan poster.
Prof. dr. Sardjito. Selain terkenal di bidang kesehatan, Sardjito juga memiliki peran di bidang kebudayaan. Dirinya memperkenalkan Candi Borobudur ke dunia. Pada tahun 1953 Prof. dr. Sardjito telah membuat penelitian dan mempublikasikan penelitiannya berjudul “The Revival of Sculpture in Indonesia” pada Kongres Pasifik Keilmuan ke-8 di Quezon City, Manila, Filipina. Saat itu beliau membuka dunia bahwa Indonesia punya mahakarya seni pada Candi Borobudur dan Prambanan. Hal ini mengundang para ilmuwan di dalam negeri dan dunia untuk mengetahui dan akhirnya melakukan pemugaran pada Candi Borobudur. Berkat presentasinya itu, UNESCO menunjukkan ketertarikannya pada Candi Borobudur. Pada 1970an, UNESCO membantu Indonesia melakukan perawatan dan pemugaran Candi Borobudur.
Prof. Daoed Joesoef. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef di era Presiden Soeharto ini juga menjadi salah satu tokoh yang ada dibalik ketenaran Candi Borobudur. Selama menuntut ilmu di Sorbonne, Perancis, beliau mengkampanyekan Borobudur kepada UNESCO sehingga puncaknya, negara donor UNESCO bersama pemerintah Republik Indonesia bersama-sama melakukan pemugaran Candi Borobudur untuk yang kedua di tahun 1973-1983.
Prof. Dr. R. Soekmono. Selain memimpin proyek pemugaran II Candi Borobudur, Prof. Dr. R Soekmono terkenal dengan desertasinya yang berjudul “Candi: Fungsi dan Pengertiannya” yang menegaskan bahwa candi bukanlah pemakaman. Pada bidang studi inilah keahlian dan pengalamannya dapat diuji, terutama pengetahuannya mengenai candi-candi di Indonesia. Pengalamannya pada Proyek Pemugaran Candi Borobudur menjadikannya seorang ahli mengenai bangunan candi yang sedang ditanganinya. Di dunia internasional pengetahuannya mengenai konservasi bangunan monumental banyak dipakai. Beberapa jabatan yang berkaitan dengan masalah-masalah konservasi banyak disandangnya.
Kini Borobudur telah kembali pulih sebagai tempat ibadah. Tak ternilai jasa para tokoh-tokoh pelestari dan pengembangan Candi Borobudur dari ancaman kepunahannya. Umat Buddha dapat beribadah dan bahkan baru-baru ini pemerintah telah mencanangkan Borobudur bersama dengan tiga candi lainnya sebagai tempat ibadah. Ibadah umat Buddha sepantasnya akan semarak melalui ritual-ritual keagamaan yang dilakukannya, yang mampu mengekspresikan dan menguatkan kembali sentimen dan solidaritas kelompok dan menuntun seseorang dalam hidup bermasyarakat berpartisipasi dalam kehidupan bangsa dan negara dan perdamaian dunia.
Beribadah di Candi Borobudur seperti dalam perayaan Waisak Nasional memiliki makna spiritual dan sosial untuk menghargai jasa-jasa leluhur, dan ucapan rasa hormat terima kepada tokoh-tokoh berjasa yang telah melestarikan Borobudur sehingga bisa berfungsi kembali sebagai sarana ibadah. Selain itu, juga sekaligus mengandung makna strategis untuk menciptakan kebersamaan, integrasi dan persatuan antar sesama umat Buddha. Dalam beribadah bersama secara khusyuk itu akan menumbuhkan kebersamaan dan kebersatuan serta meningkatkan amal bakti untuk berpartisipasi dalam pembangunan keagamaan Buddha secara nasional, membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan mengembalikan kejayaan Nusantara! (JP).
***
Bacaan:
Kompas, 12/2/2022, HRS.
Sejarah Hari Waisak dan Ragam Perayaannya di Dunia, CNN Indonesia, 26 May 2021.
Waisak di Borobudur, Serafica Gischa, Kompas.com, 7 Mei 2020.
CNN Indonesia, 18 Mei 2019, “Ribuan Umat Buddha Kirab Waisak Mendut-Borobudur
Asumsi.com, Irfan Muhammad 26 Mei 2021.
Ismijomo, Perpustakaan BPNB Jawa Barat, Perpustakaan Khusus Sejarah dan Kebudayaan, e.g. Library and Information, aanbpnbjabar.kemdikbud.go.id, 7322.
TOKOH DI BALIK KEMAHSYURAN CANDI BOROBUDUR, Kompas.com, 25 April 2020, 16.00 WIB.
Roger. M. Keesing. 2008. “Antropologi Budaya. Suatu Perspektif Kontemporer.” Alih Bahasa Samuel Gunawan dari “Cultural Anthropology. A Contemporary Perspective. 1981. Jakarta: Erlangga.
Jo Priastana, 2005. “Be Buddhist Be Happy”. Jakarta: Yasodhara Puteri.
Pustaka Pengetahuan.com. “Sejarah Candi Borobudur, Penemuan, Pemugaran Dan Rehabilitasi Candi Borobudur.” 19 Agustus 2020.
JPN.com Historiana, “Begini Cara Inggris, Belanda dan Jepang Menjaga Borobudur Ketika Menduduki Jawa,” 01 Februari 2016.
Edij Juangari. 2016. ”Menabur Benih Dharma di Nusantara: Riwayat Singkat Y.A. MNS Ashin Jinarakkhita”. Jakarta: Karaniya.
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bkborobudur/pemugar-candi-borobudur-di-awal-abad-ke-20/
***