Oleh: Jo Priastana
”The Buddhist teaching are founded on the premise that there is basic human wisdom that can help solve the world’s problems. This wisdom does not belong to any one culture or religion, nor does it come only from the West or the East. Rather, it is a tradition of human warriorship that has existed in many cultures at many times thorought history” (Chogyam Trungpa, 1939-1987; Tibetan Budhist Master)
Kemegahan Borobudur dibalut oleh patung Buddha. Candi Borobudur pun dikenal sebagai Candi Buddha terbesar di dunia yang pernah masuk dalam tujuh keajaiban dunia dari sejumlah monumen sejarah kuno yang ada meski kini Borobudur tidak lagi. Meski begitu, Borobudur tetap mempesona masyarakat dunia untuk datang dan merasakan pengalaman spritual dalam keheningan dan kedamaian yang tiada tara.
Candi Borobudur dikenal sebagai Bukit Kesadaran Buddha. Mengunjungi Borobudur sebagai laku ibadah dengan mendakinya secara berkeliling memutari dataran candi secara horisontal dan mendakinya secara vertikal hingga sampai ke atas puncak dimana stupa Induk dimana Buddha bersemayam. Diatas, puncak stupa itulah akan dijumpai keheningan dan kedamaian yang maha dalam, dalam bentangan angkasa yang tak terbatas.
Dengan membaca relief-relief sepanjang dinding Candi yang berjumlah 2.672 paner relief menggambarkan kehidupan masyarakat Buddha jaman dahulu dan berbagai segi ajaran Buddha yang mencermikan jalan kebuddhaan. Candi Agung yang berada dalam bentangan alam perbukitan Menoreh ini tidak bisa dipisahan dari Sang Buddha. Karenanya, arca Buddha menghiasi Candi Borobudur di sepanjang tingkatannya dan di dalam stupa berterawang yang konon terdapat 504 arca Buddha.
Dia Yang Telah Bangkit
Beratus patung atau arca Buddha menemani kebesaran Candi Borobudur. Bagi pemeluk agama Buddha, patung Buddha adalah patung yang ikonik, sebagai simbol dari Dia Yang Telah Terbebaskan, Sang Buddha yang menjadi Guru Agungnya di dunia ini. Buddha yang tahun 2022 ini diperingati dalam Hari suci Waiak yang ke 2566, hari suci Waisak yang memperingati tiga peristiwa besar yang terjadi dalam kehidupan Buddha, hari lahirnya, hari pencapaian kesempurnaannya dan hari wafatnya.
Telah lebih dari 2500 tahun yang lalu seorang pangeran dilahirkan di Taman Lumbini, Nepal India. Pangeran ini setelah tumbuh besar menjadi seorang pemuda yang mencari makna hidup pergi berkelana sebagai pertapa. Ia berkelana menempuh derita dan sengsara untuk mencapai nirvana, puncak kebahagiaan abadi yang dambaan dan impian semua umat manusia.
Di bawah pohon Bodhi, di Bodh Gaya, pertapa muda yang bernama Siddharta Gautama itu mencapai pencerahan sempurnanya menjadi Buddha dalam naungan alam yang menyambutnya penuh suka cita.
Dia adalah Buddha, anak yang besar di lingkungan istana dikelilingi oleh segenap kemewahan, kesedapan hidup duniawi, istana yang megah serta tersedianya kekuasaan memerintah. Namun, semuanya ini ia tinggalkan hanya untuk mendapatkan kebijaksanaan tertinggi, mencari obat derita umat manusia, resep kebahagiaan bagi semesta.
Ia pergi mengembara menapaki koridor yang paling gelap dari pikirannya, pikiran yang juga bersemayam di hati umat manusia, untuk akhirnya berhadapan secara langsung dengan Mara, pemimpin utama para setan jelmaan sifat-sifat buruk yang ada di hati manusia. Ia berhasil mengatasi Mara, mencapai pencerahan dan menjadi Buddha. Langkah perjalanan spiritual mencapai Buddha itu terpatri pada bangunan suci Borobudur.
Pendakian ke puncak candi Borobudur yang dilakukan dengan langkah memutar ini mencerminkan perjalanan kehidupan spiritual manusia untuk mencapai Buddha. Sepanjang perjalanan pendakian ke puncak stupa itu banyak arca Buddha di jumpai dengan sikap duduk dan sikap tangan, mudra yang beragam. Keagungan irama dari ratusan patung Buddha itu tampak pada berbagai sikap Mudra yang ditempatkan berurutan.
Mudra adalah sikap keduabelah tangan Buddha yang memiliki arti dan perlambang yang khas. Terdapat enam jenis mudra yang mengandung makna yang dalam sebagaimana yang diungkapkan dalam ajaran Mahayana. Keenam Mudra itu adalah: Bumisparsa-mudra, Wara-mudra, Dhyani-mudra, Abhaya-mudra, Witarka-mudra dan Dharmacakra-mudra.
Patung Buddha yang ditempatkan menghadap ke Timur menampakkan sikap tangan yang menyentuh bumi sebagai saksi, yang dinamakan Bumisparsamudra. Sisi Selatan melambangkan kedermawanan atau Wara-Mudra. Pada sisi Barat terdapat isyarat samadi atau Dhyani-Mudra.
Pada sisi Utara menampilkan sikap ketidak-gentaran atau Abhaya-Mudra. Pada pagar atau langkan kelima menggambarkan puncak, zenith dan ke segala penjuru angin, dimana tangan Buddha mengisyaratkan penalaran, intelektualitas atau Witarka-Mudra.
Mudra keenam tersembunyi di dalam stupa-stupa, menggambarkan Perputaran Roda Dharma atau Dharmacakra-Mudra. Di Taman Rusa Isipathana ketika Buddha menyampaikan amanatnya yang pertama. Dalam sikap dharmacakra-mudra inilah penanda Sang Buddha menyebarkan ajarannya, buddhist teachings atau Buddha Sasana.
Buddha Sasana
Ajaran Buddha, Buddha Sasana berkembang ke manca-negara, diterima dan diadopsi atau diadaptasi berbagai budaya dan juga tertimpakan oleh banyak penafsiran, membangun banyak tradisi. Dan karena itulah, Buddhadharma yang diajarkannya itu menjadi subur hidup di berbagai belahan dunia dimana saja pada siapa saja, dan telah mengglobal pada masanya. Para siswa pun berdatangan kepadanya dan kemudian dia pun mendirikan Buddha Sasana yang tumbuh berkembang hingga saat ini.
Buddha Sasana sebagai agama dunia pertama pada masa itu, yang kini memiliki lebih dari 500 juta pengikut di seluruh dunia. Buddha Sasana, sebuah agama dimana meditasi dipergunakan dan dipraktekkan secara utuh untuk mencapai perdamaian dan kebahagiaan. Buddha Sasana yang mengandung ajaran luhur bersifat universal dapat dipelajari dan dipraktekkan oleh siapa saja tanpa memandang asal usul, ras, suku, bangsa apa pun.
Buddha Sasana, sebuah agama dimana moralitas ditegakkan dan memaklumatkan bahwa pembebasan bukan datang dari luar diri manusia namun justru dari perkembangan potensi luhur manusia itu sendiri, bahwa setiap orang siapa saja dapat mencapainya, samyak-sambodhi, pencerahan sempurna sebagaimana dinyatakan Dalai Lama: “Potensi kita sendiri, usaha sendiri untuk mengetahui realitas utama.”
Ajaran Buddha yang mengumandangkan tentang ketenangan dan kejernihan tertinggi ini dapat dipandang dari berbagai segi dan bisa dapat dianggap sebagai apa pun juga, seakan memang ada 84.000 cara untuk mendekatinya.
Orang bahkan bisa saja menganggapnya bukan agama atau mungkin hanya semata sebagai pedoman atau pandangan hidup, atau barangkali sebagai sekedar filosofi yang menawarkan kejernihan berlogika dan sekaligus mengatasi cara-cara pikir logis untuk dapat diam dalam hening, damai.
Bisa saja dianggap hanya sekedar sebagai sebuah psikoterapi dimana orang menemukan kedamaian dan ketenangan bersamanya, dimana psikologi menjadi agama alternatif bagi banyak orang. Sebuah agama yang bercirikan kekuatan terapis untuk mengatasi masalah kehidupan dan mudah dilakukan oleh banyak orang dan sungguh terasakan manfaatnya bagi tumbuhnya pemahaman mengenai hakekat kehidupan dan kebahagiaan
Buddha dan ajarannya memang begitu luar biasa di dalam kesederhanaan dan kehidupan biasa-biasa saja. Sebagian orang bisa juga menganggap agama Buddha bukan agama namun sebagai ilmu pengetahuan pikiran, dan pesannya masih tetap relevan saat ini seperti 2500 tahun lalu karena memang menyentuh hakikat dasar dari manusia itu sendiri..
Pesan Yang Perlu Disingkap
Buddhadharma memiliki daya tarik tersendiri dan populer, karena menyentuh hal-hal penting yang amat besar dan mendasar dari kehidupan umat manusia, dan karenanya perlu dipelajari, disingkat dan diaplikasikan. Dengan sebutan yang terkenal, “ehipassiko,” Buddha mengundang orang untuk datang mempelajari, menyelidiki dan membuktikan apa yang diajarkannya.
Buddhadharma mengandung pesan luhur yang perlu disingkap. Bahwa Buddha menemukan realitas dan kebenaran yang disebutnya sebagai ke-Sunyata-an, ciri dari fenomena semesta. Bahwa penderitaan itu adalah realitas dari kehidupan manusia dan yang menjadi ciri dasar dari eksistensinya.
Bahwa perubahan itu adalah ciri utama dalam semesta dan jalannya kehidupan ini, dan bahwa setiap fenomena tidak memiliki dasar untuk berdiri sendiri dalam keisolasiannya. Setiap fenomena mewujudkan keberadaannya dalam saling ketergantungan, saling inter-koneksi, dimana kasih sayang itu akan terasakan keberadaannya untuk berdaya.
Pesannya yang kuat bahwa manusia memiliki potensi luhur untuk menggapai apa saja dan bahkan menjadi Buddha menyajikan suatu pandangan yang optimistik dan penghargaan luar biasa pada kemampuan manusia. Sebagaimana dengan ajaran utamanya yang memusatkan pikiran dan yang menjadikannya sebagai agama keselamatan atau pembebasan yang tanpa perlu bantuan kekuatan eksternal.
Meski tanpa adanya pernyataan akan siapa yang dapat menolong dan menyelamatkannya karena tiada yang membebaskan dan yang dibebaskan, namun para siswa dan pengikut atau siapapun yang berteladan kepadanya dipastikan tetap akan merasakan bahwa dalam agama ini memiliki seorang guru besar yang sejati, guru para dewa dan manusia, yaitu: Sang Buddha sendiri, Dia yang Telah Bangkit.
Sang Buddha adalah Dia yang telah Bangkit, Dia yang telah Sadar, yang menyatukan segenap aliran dan ragam tradisi yang berkembang darinya, dan yang datang berhimpun dan menyatu dalam Waisak. Perayaan manifestsi potensi kebuddhaan yang terdapat di dalam diri setiap manusia yang mengenal dirinya oleh umat manusia dimana saja, melalui banyak sejarah.
Sang Buddha dan ajarannya yang mencerminkannya sebagai tokoh kesadaran dan ajaran kebenaran universal yang memang pantas tumbuh menyuburi dunia globalisasi saat ini. Banyak orang memuji dan memakai ajarannya dan memang tak harus menyebut namanya, karena ajarannya yang universal melintasi batas-batas budaya, hanya semata untuk mengatasi problem penderitaan manusia, tradisi spiritual perjuangan manusia yang tumbuh di dalam berbagai budaya..
Representasi Buddha
Dari perkembangan tradisi dan sejarah peninggalannya yang mengagumkan dalam budaya dan ragam seni yang mempesona dan mencerahkan terdapat banyak representasi Buddha, pelukisan tentang dirinya. Beragam pelukisan figur tentang sosoknya dalam rupang dan lukisan, serta dalam benda-benda seni mengagumkan dan mempesona selalu menawan hati yang menyimaknya, seperti candi Borobudur yang fenomenal.
Namun begitu, dari ekspresi para penganut Buddha yang memang memiliki dan berhak melukiskan gambarannya akan rupanya itu, dan diantara begitu banyaknya ragam gambaran tentang keindahan dirinya itu, justru semakin terasakan citra sosoknya yang sangat kuat dan mempesona dan sekaligus meneguhkan kebenaran yang satu dan sama, Buddhadharma untuk Pembebasan.
Seakan singularitas itu tak akan berdiri tanpa pluralitas dan dalam taman bunga yang menawarkan ragam warna yang indah akan terpetik dan terasakan sari wanginya yang memberi keharuman sekitar, maka Buddhadharma seakan ditakdirkan untuk tumbuh dalam mancanegara, dalam ragam budaya dalam paras dan wajah yang bermacam-macam.
Walau begitu, setiap orang tetap pasti akan dapat mengenali dan memastikannnya bahwa Dia itulah Buddha, Dia yang telah Bangkit, Dia yang telah Sadar, Dia Sang Pembebas, Dialah Kebangkitan Kesadaran, Kebangkitan Dunia, Kebangkitan Perdamaian, Kebaikan, Kesederhanaan dan Sikap Tanpa-Kekerasan.
Terhadap sosok yang dapat multi tafsir ini, siapa saja akan menemukan sari-pati darinya di dalam senyum pencerahan dan kedamaiannya itu, sebagaimana Dalai Lama mengungkapkan: “semacam getaran kedamaian dan non-kekerasan yang utuh yang ada di dalamnya.” Bagi Dalai Lama, Buddha adalah Kedamaian dan Non-Kekerasan.
Itulah mungkin jasa tak terhingga atas kehadiran dan kemunculan Buddha dalam peristiwa Waisak yang dimulai 2566 tahun lalu. Di Candi Borobudur itu juga Waisak dirayakan oleh umat Buddha dan yang kini diacanangkan menjadi tempat ibadah umat Buddha Dunia. Mari kita rayakan Waisak, kesadaran yang terpendam dalam diri kita sebagai suatu keberkahan spiritual dalam keheningan dan kedamaian yang telah diberikan Sang Buddha kepada dunia dan umat manusia untuk sepanjang masa. Selamat Waisak 2566/2022. (JP)
***