Oleh: Jo Priastana
“Seni tidak diragukan lagi satu di antara elemen paling murni dan tertinggi
dalam kebahagiaan manusia. Seni melatih pikiran melalui mata dan mata melalui pikiran.
Seperti matahari mewarnai bunga, begitu juga seni mewarnai kehidupan.”
(John Lubbock, 1834-1913, Filantropis, Ilmuwan Biologi asal Inggris)
Kesemarakan Perayaan Waisak 2569/2025 tampak di berbagai daerah dan kota-kota besar di Indonsia. Di Jakarta, Waisak berlangsung di beberapa lokasi diwarnai atraksi budaya seni. Tidak hanya di Vihara bahkan di pusat perbelanjaan modern. Keindahan Perayaan Waisak 2569/2025 tetap bersifat spiritual meski berbalut dengan berbagai kegiatan budaya, seni, aktivitas sosial, dan ekologis merawat alam. Setiap lokasi memiliki keunikan dan daya tarik tersendiri sehingga memberikan kesempatan bagi umat Buddha merayakan merasakan kesadaran Buddha.
Perayaan Waisak di berbagai Mall Jakarta, diantaranya di Emporium Pluit Mall bertemakan “Palace of Serenity” pada 14-18 Mei 2025. Kemeriahan Perayaan Waisak juga tampil dalam bentuk parade kebaikan, mindful cooking, musical storytelling, Giant Flower Creation bersama keluarga serta komunitas Buddhis dari beberapa kota. Waisak di Baywalk Mall bertemakan “Fantastic Vesak Festival,” dari tanggal 10-11 Mei 2025 dengan rangkaian acara yang meliputi: peace walk, mindful cooking, kindness parade, dan ada juga pentas anak-anak Buddhis.
Mal Taman Anggrek menggelar “Vesak Festival” pada tanggal 5-18 Mei 2025 dengan pertunjukan seni dan budaya, serta menawarkan pindapata, pameran dan puja relik Buddha, dharma interaktif, dan berbagai workshop, aksi sosial, melalui penampilan Keluarga Mahasiswa Buddhis dan Sekolah Minggu Buddhis. Waisak di PPK Kemayoran menggemakan Waisak dalam Pindapata Nasional pada tanggal 12 Mei 2015, melibatkan 59 bhikkhu dan 800 panitia dan berbagai organiasasi Buddhis. Di TMII, digelar Vesakha Sananda 2025, tanggal 20 Mei 2025 dengan pembacaan ayat-ayat Dhammapada, aktivitas sosial, donor darah dan pengobatan gratis.
Seni Esensi dan Ekspresi Manusia
Perayaan Waisak tampaknya terbuka untuk dinikmati masyarakat luas. Kota Jakarta bercahaya dengan kerlap-kerlip lampu ucapan Waisak. Ada terdengar suara hening yang membawa rasa damai dari berbagai sambutan dan pernyataan selamat Waisak oleh anggota Sangha yang mengudara lewat siaran stasiun Radio dan Televisi.
Kemeriahan dan kesemarakan Waisak tidak mengurangi makna spiritualnya. Tidak hanya kota Jakarta yang tampaknya begitu antusias menyambut Waisak dalam berbagai kegiataannya, kota-kota besar lainnya dan juga di desa-desa, umat Buddha memeriahkan perayaan Waisak dengan mengundang partisipasi dan keterlibatan saudara-saudara yang beragama lain.
Perayaan Waisak 2569/2025 seperti yang terlihat di seputar Jakarta mampu melarutkan masyarakat kota yang datang menyaksikan dan meresapi atmosfer kesempurnaan Buddha. Mereka semua menikmati segala bentuk penampilan perayaan Waisak yang memberikan inspirasi bagi hadirnya tindakan kebaikan, welas asih, perdamaian, inklusivitas, kerjasama, dan nilai-nilai universal lainnya. Kesemarakan Waisak 2569/2025 bagaikan menggemanya lagu Buddhis “Hadirkan Cinta” yang dapat dinikmati segala kalangan.
Semarak Perayaan Waisak juga memperlihatkan kreativitas anak-anak muda dan beragam komunitas Buddhis melalui beragam atraksi seni. Ada Festival Waisak 2025, Pentas Seni Budaya Buddhis lewat berbagai penampilan kesenian tarian Nusantara dan Barongsai, ragam pertunjukan seni budaya, aksi sosial, maupun pameran seni rupa Waisak. Pentas Seni Anak Buddhis begitu menarik dengan pertunjukan seni yang dibawakan oleh anak-anak dari komunitas sekolah Buddhis.
Bagi anak-anak, remaja, pemuda dan mahasiswa Buddhis, berbagai aktraksi seni dan budaya dalam Waisak memiliki tujuan untuk menanamkan nilai-nilai Buddhis. Mengembangkan bakat seni anak-anak dan muda-mudi dalam lingkungan religius yang edukatif, serta menyampaikan pesan moral dan spiritual lewat media seperti musik, tari, drama, atau puisi. Beragam bentuk pertunjukan seni untuk merawat nilai-nilai Buddhis. Ada tarian tradisional dan kontemporer bertema Buddhis dan drama Buddhis yang mengisahkan kehidupan Siddhartha Gautama.
Segenap kegiatan itu mencerminkan dinamika dan kemajuan masyarakat Buddhis serta menunjukkan berhasilnya program pembinaan anak-anak Buddhis di Vihara. Acara seperti ini juga menjadi bentuk partisipasi anak-anak dalam merayakan Waisak dengan cara yang kreatif dan bermakna dalam menumbuhkan nilai-nilai kebajikan, kemanusiaan dan persaudaraan universal.
Tampaknya Waisak dominan dengan atraksi seni yang mengandung keindahan, sepertinya adalah keindahan Buddhadharma itu sendiri. Buddhadharma yang indah pada awalnya, indah pada tengahnya dan indah pada akhirnya, yang mewujud dalam seni. Seni yang mengandung esensi kebuddhaan dalam diri manusia yang terdalam dan sebagai ekspresi diri, refleksi realitas, dan pada gilirannya menjadi penanda zaman yang berbudaya dan humanis.
Sungguh bermaknalah Waisak yang berbalut dalam seni budaya dan tampak semarak di berbagai kota dan daerah. Waisakan dan salam Waisak menjadi kosa kata yang akrab karena melibatkan juga berbagai kalangan dalam berinteraksi dengan warganya, komunitasnya maupun masyarakat luas. Kesunyataan Buddha bergema dan menggetarkan alam semesta. Seni bersifat universal mewarnai keindahan Perayaan Waisak 2569/2025 dan menyentuh hati sanubari yang datang menyaksikan dan menikmatinya.
Manusia, Seni dan Pengalaman Estetis
Seni mencirikam universalitas kemanusiaan. Natalie Hennedige, Direktur SIFA (Singapore International Festival of Arts), yang berlangsung di Singapura dari 16 Mei hingga1 Juni 2025, (Kompas, 16/5/2025), mengungkapkan, “Seni adalah esensi manusia. Seni menjadi sarana untuk berekspresi, melatih disiplin, mengasah pemikiran kritis dan kreatif, sampai mewariskan sejarah. Kelekatan manusia dengan seni bahkan terekam sejak zaman prasejarah lewat lukisan goa. Seni adalah tentang menjadi manusia. Anda tak bisa jadi manusia tanpa seni, dan seni adalah kebutuhan, karena itu cara kita bercerita.”
Filsuf Arthur Schopenhauer (1788-1860) yang terpengaruh oleh Buddhisme dan terkenal karena filsafatnya yang berpusat pada kehendak buta sebagai dasar dari segala-galanya. Menurut dia, ada dua cara manusia bisa lepas dari tekanan kehendak yang buta itu, yaitu satu yang sementara, lewat kesenian, dan yang kedua yang tetap, lewat penyingkiran diri atau askese. Cara yang pertama itu meliputi segala bidang kesenian dengan memuncak pada seni musik sebagai suatu “penghentian” tekanan kehendak buta itu, tetapi hanya selama pengalaman tentang keindahan seni itu ada (Dr. FX. Mudji Sutrisno SJ., Prof. Dr. Christ Verhaak SJ., “Estetika, Filsafat Keindahan, Yogyakarta, 1993, hal: 18).
Manusia dalam seni menemukan pemenuhan pengalaman estetisnya. Titik pangkal pengalaman estetis terletak pada pengamatan inderawi, yang terdapat dalam panca indera manusia. Sebagai perbedaan dasar, sering digunakan istilah “higher-sense” (yaitu penglihatan dan pendengaran) dan “lower-sense” (indra lain). Setiap manusia mengandung sense of esthetics, dan seni bersifat universal karena memberdaya manusia menjadi berbudaya.
Mengenai apa yang terjadi dalam diri manusia, termasuk dalam diri penggemar seni, Anthony Ashley (1671-1713) meneliti soal cita rasa (taste). Menurut Ashley, cita rasa inilah rasa menilai yang dimiliki mata batin yang menangkap harmoni sebagai keindahan dalam bentuk estetis maupun etis. Maka seni itu bersifat baik inderawi maupun rohani.
Francis Hutcheson (1694-1746) mendekatkan pengalaman tentang keindahan (sense-of beauty) pada nilai kebaikan etis. Begitulah, seni juga mewujud dalam budaya agama, ekspresi rasa estetis yang mencerminkan nilai spiritual maupun nilai etis dan penggambaran jalan kebenaran dan kebaikan sebagai sesuatu yang indah.
Seni mewarnai dan memperkuat agama, dimana nilai-nilai agama akan tumbuh berkembang bila berbalut dengan seni budaya. Banyak filsuf berpendapat tentang seni. Bagi Plato (427-347 SM), seni hanyalah tiruan, bayangan dari realitas sejati, sebuah “mimesis” tiruan dunia fisik dari dunia ide. Sedangkan bagi Aristoteles (384-322 SM), murid Plato, “mimesis” atau “ingatan” itu merupakan proses kreatif yang mengajarkan dan memberikan kesenangan.
Melalui seni orang dapat mengalami dan memahami emosi secara aman, mencapai “katarsis” atau pembersihan emosi. Ajaran Buddha yang indah pada awal, tengah dan akhirnya dapat tercermin dalam seni, karena seni berkenaan dengan keindahan, rasa estetis, terutama dalam kerja indra. Siddhartha pun memperoleh inspirasi jalan tengah dari pemusik seniman jalanan yang memungkinkannya menjadi Buddha.
Ketika dalam pertapaannya, ada pemusik jalanan melintas di dekat pertapaannya yang mendendangkan syair agar tali kecapi itu jangan terlalu keras ataupun terlalu kendor agar suaranya dapat terdengar merdu. Keindahan lagu dalam keharmonisan itu membangkitkan jalan tengah spiritualitas yang menghantar Siddhartha menjadi Buddha di Malam Waisak 2569 tahun lalu. Kini pengalaman itu pun terwujud dalam ragam budaya seni dan mewarnai keindahan Perayaan Waisak 2569/2025.
Pengalaman Estetis dan Ekstase Spiritual
Seni berkenaan dengan perasaan keindahan. Perasaan itu mengkaitkan seluruh keberadaan manusia dengan totalitas jagad. Salah satu ciri perasaaan itu: total (menyeluruh), tuntas dan mutlak. Seni melenturkan kekakuan kehidupan, karena seni mengandung daya imajinasi dan kreativitas yang menyenangkan dan membahagiakan. Seni merupakan sarana bagi penyegaran rohani manusia.
Seni tak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia termasuk dalam aktivitas keagamaan yang menawarkan pengalaman indah menyeluruh. Begitu orang menyentuh “yang menyeluruh”, begitu dia mengalami sebagai isyarat dari yang kudus, suci atau sakral, transenden, lokuttara. Pengalaman ini semua berkat perasaan, “sense of esthetics,” perasaan keindahan yang memungkinkan orang masuk ke dalam jagad yang religius.
Afeksi (perasaan) merupakan sebuah fenomena keterarahan (intensionalitas). Dengan perasaan, orang menyadari dunia dengan ciri-cirinya, sifat-sifatnya dan nilai maknanya secara langsung. Seni dengan rasa estetis yang terdapat dalam diri manusia memiliki daya universal, dan daya seni yang terekspresikan akan menyapa segenap daya estetis yang juga terdapat di dalam diri dan hati semua orang yang menikmatinya. Pada mereka yang datang dalam keindahan perayaan Waisak yang berbalut seni akan turut merasakannya.
Sesungguhnya seni sebagai ekpresi estetis, keindahan adalah alam ambang antara dunia jasmani dan rohani. Perasaan keindahan dalam pengalaman estetis seperti berada dalam alam “ambang”, yaitu ambang atau titik peralihan dari yang jasmani ke yang rohani, dan sebaliknya, dari yang jasmani ke rohani. Serta “ambang” atau peralihan antara yang benar (pengenalan) dan yang baik (penghendakan), antara pengetahuan benar (epistemologi) dan tindakan baik yang indah (etis atau etika dan estetis).
Untuk itulah, perayaan Waisak dalam budaya seni memantik pengalaman estetis yang terpendam dalam diri yang datang, melihat, menyaksikan secara alami. Mereka yang datang menemui dan menikmati karya seni sebagai ekspresi kebenaran diri sejati, yang keluar dari hati yang murni, yang tertegun sejenak layaknya terpesona menyaksikan akan keindahan alam, pancaran dari “Yang Mutlak”. Batin dan rohani terasa segar, hidup terasa bermakna dan menemukan keterarahannya.
Seni sebagai wujud pengalaman estetis merupakan sesuatu yang “intra-mundane,” dimana pengalaman keindahan ini mengajak dan mengarahkan dimensi manusia terdalam menuju yang transenden (lokuttara) dan mengatasi duniawi (lokiya). Pengalaman estetis cermin pengalaman religius dan spiritualis yang juga terdapat di dunia ini, dalam alam semesta maupun dalam wujud seni sebagai dorongan atau dinamisme jiwa.
Pengalaman keindahan mengarahkan jiwa menuju yang transenden sebagai pengalaman religius. Pengalaman “yang mutlak, yang tidak dilahirkan, yang tidak bersyarat, tidak berwujud” (Udana VIII:3). Pengalaman murni dari kedalaman rasa-hati-terdalam dan mewujudkan rasa-bakti, devosi religiusitas, kesegaran rohani, kejernihan pikiran, kejelasan pandangan dan kepastian dalam melangkah.
Berbagai penampilan seni budaya maupun aktivitas sosial maupun yang bersifat ekologis merawat alam yang mewarnai keindahan perayaan Waisak 2569/2025 pastinya juga mampu menyapa rasa-kebuddhaan dalam diri kita. Dalam perayaan Waisak itu, pantasnya kita tertegun sejenak dalam keindahan Buddhadharma, dan setidaknya sebagai momentum bagi kita untuk bernamaskara dalam kemuliaan Sang Tri Ratna. Salam Anjali, Selamat Waisak 2569/2025! (JP) ***
BAGI PARA PEMBACA YANG MAU MEMBANTU OPERASIONAL SETANGKAIDUPA.COM BISA MELALUI REK. BANK BRI KCP CIPULIR RADIO DALAM 086801018179534 AN. MAJAPUTERA KARNIAWAN. MOHON MENGIRIMKAN KONFIRMASI DANA KE WHATSAPP NOMOR 089678975279 (MAJA).
Sumber gambar: http://lpubblog.blogspot.com/2013/04/lomba-menggambar-dan-mewarnai-sekolah.html?m=1