Buddhadharma Kosmis Religion Bersama Sains

Home » Artikel » Buddhadharma Kosmis Religion Bersama Sains

Dilihat

Dilihat : 72 Kali

Pengunjung

  • 2
  • 74
  • 115
  • 62,203
Kosmologi Buddha ukiran

Oleh: Jo Priastana

 

“The religion of the future will be a cosmic religion.
The religion which based on experience, which refuses dogmatic.
If there’s any religion that would cope the scientific needs it will be Buddhism”
(Albert Einstein, 1879-1955)

 

Kesadaran global dan bahkan kesadaran planetaris dimana dunia semakin terhubung dan bahkan antar planet menyertakan kemajuan peradaban manusia dewasa ini. Untuk itu, pembelajaran kosmologi dalam Buddhadharma akan sangat menarik dan memikat melalui pengembangan Buddhadharma kontekstual. Sebagai mata kuliah, Buddhadharma Kontekstual juga menanggapi perkembangan sains dan teknologi yang kini telah menyatukan umat manusia dalam satu bumi serta perkembangan kosmologi modern yang menguak rahasia semesta alam.

Kosmologi adalah ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan alam semesta. Pertanyaan yang kerap muncul dalam kosmologi ini, misalnya adalah tentang: asal mula, perkembangan dan struktur susunan alam. Jenis keteraturan apa dan bagaimana yang ada di alam, apakah bersifat mesin (mekanisme) atau teleologis (ada tujuan). Termasuk pula pembahasan mengenai apa hakikat sebab-akibat dan apakah ruang dan waktu?

Terhadap berbagai fenomena fisik di alam semesta ini, Buddhadharma mengemukakan adanya ketertiban atau keteraturan (niyama). Bahwa dibalik segala sesuatu yang tampak di alam semesta ini terdapat ketertibannya, seperti pada dunia anorganik (utu niyama), dunia organik (bija niyama), dunia perbuatan manusia (kamma niyama), maupun kesadaran-pikiran (citta-niyama) maupun dunia spiritual dan hal-hal yang masih belum terkuak atau misteri sifatnya (dhamma-niyama).

 

Cosmic Religion

Menumbuhkan kesadaran universal, global dan planetaris, kesadaran kosmis dapat mengacu pada pembelajaran tentang kosmologi dalam Buddhadharma. Kosmologi Buddhadharma mengungkapkan tentang alam semesta yang terdiri dari banyak sistem-sistem dunia kehidupan maupun planet-planet yang semuanya berada dalam saling berinteraksi satu sama lain.

The Buddhist scriptures describe that, “Many world-systems are full of rock-torn earth – dangerous and destroying.” While this may be true of planets of other star-systems, it is proven for our Solar System’s planets such as Mars and Venus. The Earth was also described to have formed out of a mass of heavy thick matter that gradually hardened to solidify – this is agreed by science”. (“Be a Lamp.” 1999. Singapore: Kong Meng San Phor Kark See Monastery).

Penemuan planet-planet yang tak berhinggga dalam ilmu kosmologi modern dan keterhubungan dunia dalam jejaring yang tak terhingga menumbuhkan kesadaran global dan kesadaran planetaris, kesadaran semesta. Kesadaran ini mencerminkan kebutuhan agama yang sungguh bersifat universal-kosmis, seperti dikatakan Fisikawan Albert Einstein (1879-1955) mengenai penemuan ilmu kosmologi tentang alam semesta yang di dalamnya terdapat ribuan bahkan milyaran planet-planet, dan untuk itu perlunya agama yang selaras dengan kosmologi baru tersebut.

Ungkap Einstein, “the religion of the future will be a cosmic religion. It should transcend a personal god and avoid dogma and theology. Covering both the natural and the spiritual, it should be bases on a religious sense arising from the experience of all things, nature and spiritual, as a meaningful unity. Buddhism answers this description”. Lanjutnya, “if there is any religion that would cope with the modern scientific needs it would be Buddhism”.

Mengenai teori kosmologis berkenaan dengan susunan alam, misalnya alam semesta dengan planet-planetnya yang tak berhingga, seperti kumpulan planet-planet yang dinamakan Bima Sakti dapat dibandingkan dengan keberadaan alam semesta seperti diungkap dalam Ananda Sutta, Anguttara Nikaya III (Taniputera Ivan: 2003).

“Ananda, apakah kau pernah mendengar tentang seribu Culanikaloka-dhatu (tata surya kecil? … Ananda, sejauh matahari dan bulan berotasi pada garis orbitnya, dan sejauh pancaran sinar matahari dan bulan di angkasa, sejauh itulah luas seribu tata surya. Di dalam seribu tata surya terdapat seribu matahari, seribu bulan, seribu sumeru, seribu Jambudvipa, seribu Aparayojana, seribu Uttarakuru, seribu Pubbavidehana … (Inilah Ananda, yang dinamakan seribu tata surya kecil (Sahassi culanika-lokadhatu).”

Lebih lanjut, “Ananda, seribu kali sahassi-culanika-lokadhatu dinamakan Dvisahassi-majjhimanika-lokadhatu. Ananda, seribu kali Dvisahassi-majjhimanika-lokadhatu dinamakan Tisahassi Mahasahassi-Lokadhatu. Ananda, bilamana Sang Tathagata mau, maka ia dapat memperdengarkan suara-Nya sampai terdengar di Tisahassi-mahasahassi-lokadhatu, ataupun melebihi itu lagi.” Jadi di alam Tisahassi-Mahasahassi-lokadhatu yang bisa disebut juga “Sistem Dunia Besar” (Galaxy system) terdapat 1.000.000 X 1.000 = 1.000.000.000 tata surya.

 

Bumi dan Semesta Alam

Kekaguman dan keingin-tahuan terhadap rahasia semesta yang berkenaan dengan asal usul atau arkhe alam semesta juga pernah dikemukakan oleh filsuf kuno Yunani, Thales. Thales (624-546 SM) mengawali keingin-tahuannya itu dengan mengemukakan arkhe alam semesta adalah air. Pendapat Thales ini mungkin juga dapat dibandingkan dengan sabda Sang Buddha mengenai kejadian awal alam semesta atau awal kehidupan di muka bumi, di dalam Aggañña Sutta, Digha Nikaya:

“Pada waktu itu semuanya merupakan suatu dunia yang terdiri dari air, gelap gulita. Tidak ada matahari atau bulan yang nampak, tidak ada bintang-bintang dan konstelasi-konstelasi yang kelihatan, siang maupun malam belum ada, bulan maupun pertengahan bulan belum ada, tahun-tahun maupun musim-musim belum ada, laki-laki maupun wanita belum ada. Makhluk-makhluk hanya dikenal sebagai makhluk-makhluk saja …”

Begitu pula yang menyangkut bumi. Pembentukan Bumi memerlukan 20 kalpa menengah, dimana satu kalpa kecil memakan waktu 139.600.000 tahun. Berdasarkan ini, maka masa pembentukan planet Bumi (fase pembentukan) memerlukan waktu 2.780.000.000 tahun atau hampir 3 miliar tahun. Para ahli astrofisika dan ahli geologi setuju bahwa umur Bumi bukan ribuan tahun melainkan sudah miliaran tahun.

Setelah fase pembentukan, maka terjadi fase kediaman, fase dimana adanya makhluk hidup yang berdiam sudah berlangsung selama 11 kalpa, dan kini memasuki pertengahan kalpa ke 11. Jadi total umur bumi sekarang adalah 2, 78 miliar + 11,5 X 139.600.000, atau sekitar 4,55 miliar tahun. Angka ini ternyata sesuai dengan apa yang diperkirakan ahli geologi sekarang.

Terhadap jarak antara planet-planet di luar angkasa dengan bumi, seperti misalnya jarak antara bulan dan matahari dapat dilihat dalam Salistamba Sutra ayat 37.

“Lebih jauh lagi Sariputra, hal tersebut bagaikan rembulan pada langit yang indah, yang berjarak 42.000 yojana dari bumi”

Yojana adalah ukuran jarak India kuno, yakni jarak yang ditempuh oleh pasukan berkuda dalam waktu sehari (sekitar 10 km). Jadi 42.000 Yojana adalah 420.000 km. Hal ini sangat dekat dengan perhitungan jarak bumi dan bulan oleh para astronom, yakni sekitar 400.000 km.

 

Studi Sains Modern

Apa yang berkembang dalam dunia ilmu pengetahuan di dalam kosmologi adalah sebuah kerja saintifik. Penemuan banyaknya jagad adalah bersifat empiris dalam ilmu pengetahuan modern seperti kosmologi sebagai ilmu pengetahuan saintifik. Agama perlu mendekatkan diri pada penemuan-penemuan saintifik, karena bisa jadi penemuan saintifik adalah batu ujian bagi kebenaran agama atau tumbuhnya penghayatan kegamaan di era saintifik masa kini.

Studi agama-agama perlu disertai dengan penemuan-penemuan dari dunia ilmu pengetahuan. Donald S, Lopez Jr. (2010) dalam bukunya “Buddhism & Science: A Guide for the Perplexed: Buddhism and Modernism,” The University of Chicago Press, Chicago and London, mengungkapkan mengenai studi Buddhisme dalam konteks sains modern.

Menurutnya: “explore How and Why. These two seemingly disparate modes of understanding. The inner and outer universe have so persistently linked. By presenting and ancient Asian tradition as compatible with – and even anticipative – scientific discoveries, European enthusiast and Asian elites. Have side stepped debates on the relevance of religion in the modern world that began in the nineteenth century and that still flare today. As new discoveries continue to reshape our understanding of mind ant matter. Buddhism and science will be indispensable reading for those fascinated by religion, science, and their often vexed relation.”

Dalam ilmu fisika, juga terlihat kesamaan Buddhadharma dengan teori-teori fisika modern, misalnya dengan rumus terkenal Albert Einstein E = Mc2. Teori Einstein ini menunjukkan bahwa massa bisa ditransformasikan menjadi energi dan energi bisa ditranformasikan menjadi massa. Teori Einstein yang mengungkapkan persamaan energi dengan konstanta massa pangkat dua.

Pendapat Einstein mengenai transformasi energi ini mengingatkan filsafat Buddha seperti yang terungkap di dalam Sutra Hati (Prajnaparamita-hrdaya). Inti Sutra itu berbunyi: “wujud tidak berbeda dari kekosongan dan kekosongan tidak berbeda dari wujud. Wujud adalah kekosongan dan kekosongan adalah wujud.”

Begitu pula mengenai hukum kekekalan massa dan energi yang menyatakan bahwa massa dan energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan, mirip dengan yang dikemukakan dalam Avatamsaka Sutra bab 14 yang berbunyi: “Segala sesuatu tidak dilahirkan, tidak diciptakan, segala sesuatu tidak dapat dimusnahkan.”

Penemuan alam semesta dalam kosmologi modern sangat mendebarkan dan memberi ketakjuban terhadap perjalanan spiritual manusia. Kosmos atau alam semesta tak terpisahkan dalam keingin-tahuan dan renungan manusia sebagai wujud perjalanan spiritualnya. Carl Sagan (1934-1996), Astronom Amerika dan Pejuang Sains mengungkapkan:

The Cosmos is all that is ever was or ever will be. Our feeblest contemplation of the Cosmos stirs us – there is a tingling in the spine, a catch in the voice, a faint sensation of a distant memory, as if we were falling from a great height. We know we are approaching the greatest of mysteries.” (JP) ***

 

BAGI PARA PEMBACA YANG MAU MEMBANTU OPERASIONAL SETANGKAIDUPA.COM BISA MELALUI REK. BANK BRI KCP CIPULIR RADIO DALAM 086801018179534 AN. MAJAPUTERA KARNIAWAN. MOHON MENGIRIMKAN KONFIRMASI DANA KE WHATSAPP NOMOR 089678975279 (MAJA).

 

Sumber gambar: https://samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/alam-semesta-dan-kosmologi-2/

error: Content is protected !!
Butuh bantuan?