Dalam Kesatuan Kasih Ibu

Home » Artikel » Dalam Kesatuan Kasih Ibu

Dilihat

Dilihat : 28 Kali

Pengunjung

  • 0
  • 73
  • 52
  • 43,344
Pic 2 Dkm Kesatuan Kasih Ibu DES 20

Oleh: Jo Priastana

 

“Kasih Ibu, kepada beta, tak terhingga sepanjang masa.
Hanya memberi, tak harap kembali, Bagai Sang Surya, menyinari dunia.”
(Lirik Lagu “Kasih Ibu”, Mochtar Embut, 1934-1973, Pencipta)

 

IBU adalah nama terindah yang selalu mengingatkan akan Kasih dan juga derita. Tidak ada cinta yang menyaingi ketulusan kasih kepada anaknya. Isteri yang mungkin sebelumnya sangat dicintai bisa saja bercerai, namun kasih Ibu kepada anaknya sepanjang jalan, sepanjang hidup. Kasih ibu yang membiarkan dirinya sendiri rela menderita demi kehidupan dan kesuksesan sang anak. Ibu yang penuh Kasih diterima sang anak, Ibu yang menderita berjuang entah diingat atau dikenang oleh sang anak.

Dengan memperoleh kasih, sang anak menjadikan kasih ibu sebagai kaca untuk melihat dirinya. Kasih ibu bahkan menyadarkan dirinya, dan melahirkan diri anaknya kembali, menyadarkan akan makna menjadi manusia. Kasih ibu yang berarti memuliakan, melindungi, menyelamatkan, memberi kehidupan, menebalkan kehormatan, menyematkan nama baik, memberi pengharapan dan pelayanan menumbuhkan diri sang anak menjadi manusia.

Kasih ibu tidak menghakimi, tidak memberi label, serta memberi tanpa mengharap apapun. Mengenang akan kasih ibu adalah cara paling ampuh untuk meredam kecewa. Mengasihi adalah obat paling mujarab untuk tidak gampang frustrasi dan menjadi gila. Mengasihi adalah prinsip spiritual dan cara berpikir jangka panjang sepanjang-panjangnya, seperti kasih ibu yang terbentang sepanjang perjalanan hidup anaknya. Sepanjang pengharapan dan pertumbuhan diri sang anak menemukan tentang makna dan arti menjadi manusia.

 

Kasih Ibu Sepanjang Zaman
Ibu telah mengajarkan bagaimana mencintai tanpa syarat dan selalu memaafkan. Kasih ibu yang selalu memaafkan bagaimanapun kondisi sang anak. Dengan maaf, ibu mengajarkan tentang kasih yang tak pantas untuk disepadankan dengan kebencian yang merusak. Kasih adalah menumbuhkan, menghidupkan. Sekalipun luka diperoleh, memaafkan adalah obat dari kasih yang selalu senantiasa bisa hadir.

Ibu selalu melindungi dan memaafkan kesalahan anak. Kasih adalah maaf, dan maaf adalah hadiah bukan untuk orang lain, tapi untuk diri sendiri. Maaf adalah pembebasan jiwa dari penjajahan kebencian dan dendam. (Ach Dhofir, “Filsafat untuk Pemalas,” 2023: 52-55).
Begitulah kita belajar dari kasih Ibu yang selalu memaafkan, kasih sayang kepada anaknya yang tulus sepanjang jalan, sepanjang zaman. Kasih yang melayani dan selalu penuh pengharapan, karena kasih adalah nafas kehidupan.

Kasih Ibu menghembuskan nafas kehidupan. Ibu adalah sebutan untuk menghormati perempuan sebagai satu-satunya jenis kelamin yang mampu melahirkan anak penerus keturunan, menjaga keberlangsungan manusia, spesies luhur di bumi ini. Perjuangan melahirkan yang kerap disertai derita sakit menjadikan tumbuhnya kasih yang tanpa syarat dan tanpa batas kepada anaknya, buah hatinya yang muncul dari tubuhnya.

Ibulah yang memahami dan mengerti arti derita, dan karenanya peran ibu dinilai paling penting melebihi peranan yang lain. Ibu adalah jantung dari keluarga, seperti jantung dalam tubuh yang sangat penting bagi kehidupan seseorang. Apabila jantung berhenti berdenyut maka orang itu pun tidak bisa melangsungkan hidupnya. Kasih ibu menghidupkan.

Pentingnya seorang ibu terutama terlihat sejak kelahiran anaknya. Ibu memegang peranan sentral dalam perkembangan awal anak (Gunarsa, 2000). Ibu adalah sosok hebat yang mampu melakukan tugas-tugasnya tanpa mengenal lelah. Seorang ibu tidak bisa dianggap remeh karena harus memikul beban dan tanggung jawab yang sungguh berat. Ibu dalam keluarga memegang berbagai peranan penting, sebagaimana jiwa anak yang selalu merindukan pulang karena tahu disana ada ibu yang selalu menanti dan menerimanya dalam keadaan apapun juga.

Ibu adalah “Menteri Pendidikan” bagi anak-anaknya. Mendidik dan mengajari tentang keyakinan beragama, mecontohkan adab, dan mengingatkan akan tradisi serta etika, disiplin dan norma. Merawat kehidupan fisik dan mental, intelektual sehingga terbentuklah kepribadian anak yang baik, yang sehat lahir-batin, bermoral-spiritual. Ibu adalah orang pertama yang menjalin ikatan batin dan emosi pada anak. Ibu tokoh sentral dalam perkembangan awal anak dengan curahan sifat-sifat keibuannya yang selalu memelihara, manjaga dan merawat.

 

Kenangan Kepada Ibu

Di hari ibu yang jatuh setiap 22 Desember, kita tentunya teringat kepada ibu. Banyak pengalaman bersama ibu yang terbayang kembali. Banyak perlakuan kepada ibu yang teringat kembali, seraya berucap lirih, ah, andaikata waktu dapat dikembalikan, tidak akan aku memperlakukan ibu seperti itu. Mengapa air minum yang telah dimasak dan disediakan ibu tidak kuminum biar cuma seteguk? Mengapa permohonan ibu untuk membawakan sekarung beras dari tepi jalan untuk dibawa ke rumah tidak kupenuhi?

Mengapa tidak dilakukan? Semua karena alasan sibuk dan diburu waktu, mengejar karir dan uang? Ibu yang menyediakan separuh pembaringannya kala dirawat di rumah sakit untuk sang putra yang menungguinya dan menangis sepanjang malam, mengajak tidur bersama dalam dekapan kasihnya karena dia menyadari bahwa sakit yang dialaminya tak akan sembuh dan inilah hari-hari akhir bersama putranya. Ibu yang selalu memperhatikan sang putranya, ibu yang memandang dari kejauhan seberang jalan sampai anaknya dipastikan selamat, sudahkah menaiki bus pergi ke sekolah?

Ibu yang selalu mengingatkan untuk makan terlebih dahulu meski hanya setengah piring nasi bercampur kecap sebelum berangkat sekolah di pagi hari. Ibu yang bangun di subuh hari, dan selalu mengingatkan untuk cuci kaki dan gosok gigi sebelum pergi ke pembaringan di malam hari. Ibu yang diam-diam mengusap pipi sang anak yang terlelap di tengah malam dan membisikkan doa-doanya.

Ibu yang sempat menanyakan siapakah nama gadis cantik dalam foto hitam putih itu yang terselip di buku catatan biologi pelajaran sekolah? Ibu yang matanya berbinar, bangga dan haru kala menerima dan mendekap amplop berisi uang penghasilan pertama kali dari kerja sang putranya.

Ibu pula yang mengajarkan tentang nilai menghormati milik orang lain, dan dengan tegas menjaga normanya melalui hukuman sabetan kayu saktinya kepada badan sang anaknya sambil berurai air mata. Kenangan kepada ibu tak pernah usai, dan dalam keterpisahan atau telah ditinggalkan, kita tetap membutuhkan ibu walau telah menjadi kakek-nenek sekalipun.

Benar kata Kate Winslet, aktris cantik dalam film ikonik “Titanic”: “Tak peduli berapa usiamu atau apa yang kamu lakoni dalam hidupmu, kamu tak akan pernah berhenti membutuhkan ibumu. Dan aku tak akan pernah berhenti membutuhkan ibuku. Terima kasih ibu.”

 

Untuk Ibu di Hari Ibu

Di hari Ibu, apa yang sudah dilakukan untuk sang ibu? Segala kenangan setelah mengarungi masa hidup puluhan tahun ini begitu tergambar. Ah andaikan waktu bisa terulang, mungkin hanya seruan ini yang keluar. Kepada mereka yang masih memiliki ibu, segeralah ungkapkan cinta padanya, sebelum semua terlambat. Jangan pernah ada rasa malu untuk mengatakan cinta pada ibu. Walaupun belum bisa membahagiakannya dengan materi, setidaknya tunjukkan dengan kata-kata manis dan indah. Meski terlihat simpel dan sederhana, kata-kata ini akan membuat ibu tersenyum. Sebab sekecil apa pun perbuatan manis yang diberikan, hati ibu itu mudah tersentuh.

Banyak ungkapan untuk ibu bertebaran di hari Ibu. “kehidupan adalah ibu, ibu adalah kehidupan.” “Cinta ibu adalah kedamaian. Kita tidak perlu berjuang untuk mendapatkannya, kasih orang tua takkan terulang kembali.” “Kita juga tidak perlu melayakkan diri untuk memperolehnya.” “Tidak pernah ada yang bisa menggantikan ibu untuk menjadi pelindung sayapku, bu.” “Aku mencintai ibu karena ia telah melakukan segalanya untukku sejak dulu.”

“Senakal-nakalnya laki-laki, dia akan memilih perempuan baik-baik untuk menjadi ibu bagi anak-anaknya.” “Seperti udara kasih yang engkau berikan, tak mampu kumembalas, bu.” “Aku tidak meminta ibu yang lebih baik. Karena bahkan dalam kekuranganmu, akan melihat kesempurnaan.” “Ibu, kau adalah seorang malaikat yang ada di dunia ini. Kasih sayangmu akan membawaku ke surga.”

“Selamat hari ibu, bu.” “Ibu, kasih dan sayangmu begitu berarti. Hanya ibu yang memberikan cinta yang setulus dan sedamai ini. Terima kasih, ibu.” “Ibu, semoga semua yang terbaik dan yang termanis terjadi di hidupmu.” “Uang bisa dicari, ilmu bisa di gali, tapi kesempatan untuk bersamamu adalah waktu yang tak ternilai dan tak akan ada yang bisa memberi.”

“Ibu, di malam sunyi dalam kesepian hati ini, aku rindu kembali berdampingan denganmu. Rindu bersamamu mengenang saat di rumah sakit, ibu menyediakan separuh pembaringanmu untukku agar bisa tidur dan mendekapku, tempat terakhir melihat dunia.” “Akan kukunjungi engkau, Ibu sekalipun telah berada di surga, sebagaimana Sang Buddha mengunjungi ibunya, dewi Maha Maya di surga Tavatimsa dan membalas semua kasihnya dengan pembelajaran pengetahuan sempurna yang telah diraihnya.”

 

Aku dan Ibu Satu

Filsuf Jacques Lacan (1901-1981) pernah mengungkapkan mengenai hasrat pulang ke rahim Ibunda. Sepertinya, kehidupan manusia sebagai subyek diri merupakan proses panjang tanpa akhir akan pencaharian kesatuan. Pulang ke rumah dan kembali ke rahim ibu, sebuah proses primordial, keutuhan primordial atau mistik yang selalu bersemayam dalam bawah sadar manusia. Pulang kembali ke Rahim Ibu, ke kesatuan asli. Pulang ke tathagatagarbha, rahim kebuddhaan, sumber kedamaian dan kebahagiaan.

Dengan ibu, surga, kebahagiaan, cinta, menyatu. Kembali ke dalam rahim. Disana tanpa beban, dikasih makan. Happy, bahagia tak terhingga. Proses panjang kehidupan manusia sebagai pencarian terus menerus, bagaikan setetes air masuk ke dalam lautan, kembali ke rahim ibu, samudera cinta, samudera kasih, samudera kebahagiaan. Pengalaman primordial dalam kandungan ibu selalu tersimpan, mengendap secara mendalam di bawah sadar setiap hati sanubari sang anak.

Siapapun, seberapapun usianya, tetap sang anak akan selalu merindukan orang tuanya, kasih ibunya, terlebih manakala mendapat kegagalan, celaka, luka, kecewa, kemalangan. Semua membutuhkan kasih dan kasih menyembuhkan semua. Apapun yang dilakukan dan dihasilkan manusia, tak akan pernah memadai dan selalu kurang, tidak menutupi kekosongan dan kebutuhan akan hasrat yang terdalam untuk kembali ke rahim ibu, karena kasih ibu begitu besar menyatukan sang anak.

Sang Buddha, kendati semenjak masa kelahirannya sebagai pangeran bernama Siddharta telah ditinggalkan ibunya, tetap juga memahami akan kebesaran ibu sebagai orang tua yang melahirkannya. Setelah menjadi Buddha, Beliau pergi ke surga Tavatimsa menemui ibundanya untuk membalas kasih ibunda yang telah melahirkannya. Beliau yang telah terpisah sejak kelahirannya, seakan ingin kembali menyatu dengan ibunya dalam kasih yang saling menerima dan memberi, dalam kasih Buddha yang tanpa batas.

Dikisahkan, di kota Savatthi terdapat sebuah situs yang menandakan berangkatnya atau naiknya Sang Buddha pergi ke surga Tavatimsa untuk membabarkan dharma kepada ibundanya yaitu Dewi Maha Maya. Kemudian ketika Sang Buddha telah menyelesaikan tugasnya di Surga Tavatimsa itu, beliau pun kembali ke dunia, turun di suatu tempat yang bernama Sankissa.

Setelah menginjakkan kaki di Sankissa, Sang Buddha segera mandi. Tempat di mana Sang Buddha mandi itu kemudian dibangun sebuah penanda yang masih dapat kita jumpai sampai saat ini. Penanda yang mengingatkan anak dan ibu adalah satu, suatu kesatuan. Kesatuan berupa kasih yang terus mengedar dan tumbuh sepanjang zaman. Di hari ibu ini, rindu kepada kasih ibu tumbuh kuat, seakan tak kuasa menanti saat untuk segera menjumpainya, bersatu dan bersamanya di surga! (JP) ***

 

BAGI PARA PEMBACA YANG MAU MEMBANTU OPERASIONAL SETANGKAIDUPA.COM BISA MELALUI REK. BANK BRI KCP CIPULIR RADIO DALAM 086801018179534 AN. MAJAPUTERA KARNIAWAN. MOHON MENGIRIMKAN KONFIRMASI DANA KE WHATSAPP NOMOR 089678975279 (MAJA).

 

https://inhonorofdesign.com/wp-content/uploads/2018/09/baby-girl.jpg

error: Content is protected !!
Butuh bantuan?