Demonstrasi Mahasiswa Buddhis – Aksi Welas Asih Untuk Keadilan

Home » Artikel » Demonstrasi Mahasiswa Buddhis – Aksi Welas Asih Untuk Keadilan

Dilihat

Dilihat : 47 Kali

Pengunjung

  • 1
  • 26
  • 125
  • 79,569
Pic 2 demo

Oleh: Jo Priastana

 

“If you are neutral in situations of injustice, you have chosen the side of the oppressor.

If an elephant has its foot in the tail of a mouse and you say that you are neutral,

the mouse will not appreciate your neutrality”

(Desmond Tutu 1931-2021, Teolog, Aktivis Penentang Apartheid)

 

Demonstrasi, aksi protes mahasiswa Buddhis dalam perspektif Buddhis bisa dibenarkan dan bahkan perlu dilakukan oleh kaum muda, aktivis intelektual Buddhis. Karena dalam perspektif Buddhadharma unjuk rasa atau demonstrasi protes sosial dapat dipahami dan dinilai secara etis melalui prinsip-prinsip Buddhadharma yang mengandung nilai solidaritas, humanis, dan juga bisa dianggap sebagai praktik spiritual dalam mengemukakan aspirasi dan tuntutan rakyat yang menderita.

Pada dasarnya yang menjadi landasan utama dalam tindakan demonstrasi protes sosial oleh para mahasiswa, aktivis muda Buddhis itu adalah niat luhur, motivasi mulia atau berkaitan dengan cetana. Selain itu, juga hendaknya dilandasi oleh pandangan benar (samma ditthi), dan ucapan benar (samma vacca), tindakan benar (samma kammanta), serta prinsip non-kekerasan (ahimsa), maupun keterlibatan penuh kesadaran (mindful engagement).

Mahasiswa Buddhis yang turun ke jalan dipastikan tidak sedang menyimpang dari Jalan Dharma. Kalian justru sedang berada di jalan Dharma, menghidupkan Dharma dalam dunia yang sedang menderita. Karena itu, mahasiswa Buddhis dimanapun berada terutama para mahasiswa sekolah-sekolah Buddhis, calon sarjana agama Buddha pantaslah turun ke jalan melakukan protes sosial seperti ketidakadilan, sebagai tindakan empati dan solidaritas, menyalakan api dharma untuk membakar habis penderitaan dan ketidakadilan.

 

Menjadi Pelita Dharma Dunia

Sang Buddha mengatakan, “attadipa bhikkhave viharatha” yang artinya “jadilah pelita bagi dirimu sendiri dan bagi dunia.” Untuk itu, para guru, para dosen, para pimpinan sekolah, para ketua organisasi Buddhis apalagi organisasi pendidikan Buddhis atau pemuda Budhis, generasi Buddhis dan para politikus Buddhis jangan halangi mereka. Iringilah mereka dengan pesan dan doa agar anak-anak muda Buddhis yang akan mewujudkan empati sosialnya, menyalakan pelita cinta kasihnya untuk keadilan dan kesejahteraan banyak orang dapat berjalan di jalan dharma dengan baik.

Dan dengan begitu juga, yakinlah perjuangan kalian diberkati oleh para Buddha, sejalan nilai-nilai Bodhisattva yang memiliki kepedulian sosial karena tindakan cinta kasih kalian. Kalian sedang menanam benih baik di ladang yang subur, ladang dimana rakyat yang sedang kesusahan dan menderita membutuhkan empati kalian. Kalian adalah manifestasi Bodhisattva yang sedang beraksi dan bersaksi mewujudkan karuna atau welas asih. Semoga perjuangan kalian menjadi ladang kebajikan, dan semoga negara menjadi sejahtera, semua makhluk berbahagia.

Jaga niat atau motivasi (cetana) kalian dengan baik selagi berdemonstrasi. Ajaran Buddha sangat menekankan pada niat di balik tindakan. Dalam konteks unjuk rasa atau demonstrasi hendaknya dilakukan dengan niat welas asih (karuna), keinginan untuk melindungi yang tertindas, protes untuk meningkatkan harkat dan martabat rakyat yang ditindas dan dilindas oleh penguasa yang lalim. Perjuangan kalian semata demi mengurangi penderitaan rakyat dan selaras dengan Buddhadharma.

Karena itu, perlu mengembangkan kewaspadaan. Kewaspadaan terhadap niat dari dalam diri sendiri untuk terus dapat dijaga dalam nyala api dharma. Karena jika dilakukan dengan kebencian, kemarahan, atau keinginan membalas dendam, maka itu bertentangan dengan Jalan Tengah Buddhadharma untuk melenyapkan penderitaan. Apalagi bila dilakukan dengan kekerasan baik dalam ucapan dan tindakan maka itu juga akan bertentangan dengan prinsip non-kekerasan (ahimsa).

Demonstrasi unjuk rasa hendaknya dilakukan dengan pandangan benar (samma ditthi), dan ucapan benar (samma vaca). Kenali dulu dan pahami dengan semestinya persoalan yang hendak diatasi atau diprotes dengan sebaik-baiknya. Sebagai kaum intelektual tentu hal ini tidak terlalu menjadi masalah, begitu pula sebagai kaum muda yang semangat dan memiliki “sense of empathy” yang sangat dalam.

Sepantasnya kaum muda menjadi pejuang keadilan, karena niat kaum muda masih murni belum disertai kepentingan egoistik. Karena itulah mahasiswa selalu menjadi sandaran rakyat dalam memperjuangan keadilan sosial. Dalam sejarah pergerakan sosial-politik, perjuangan kemerdekaan dan meruntuhkan kelaliman penguasa demi jeritan rakyat yang menderita, mahasiswa Indonesia selalu berada di garda terdepan. Begitu pula dengan mahasiswa, aktivis muda Buddhis yang dilaburi oleh cinta kasih-welas asih dalam tindakan adalah bagian tak terpisahkan dari mahasiswa Indonesia lainnya.

Dengan menumbuhkan pandangan benar, demonstrasi aktivis mahasiswa Buddhis memahami bahwa semua makhluk dan rakyat yang diperjuangkan memang sungguh-sungguh ingin bebas dari penderitaan. Protes seharusnya diarahkan bukan untuk menyerang, tetapi untuk memperbaiki kondisi. Sejalan dengan itu, teriakan-teriakan yang keluar dari mulut mahasiswa hendaknya belandaskan ucapan benar dengan tidak menyebarkan kebohongan, fitnah, ujaran kebencian, atau kata-kata kasar, bahkan sekalipun dalam situasi terdesak atau frustrasi.

Demonstrasi, protes sosial, unjuk rasa adalah suatu tindakan altruis demi orang lain, bukan kepentingan diri sendiri yang egoistik. Dalam demonstrasi, tindakan yang dilakukan sebaiknya tidak melibatkan kekerasan fisik, tidak merusak properti, tidak menyebabkan penderitaan pada makhluk lain.   Unjuk rasa demi makhluk lain adalah sebagai bentuk tindakan benar (samma kammanta) yang berjalan di jalan dharma, misi pembebasan penderitaan dan sebagai wujud dari praktik spiritual orang muda Buddhis.

Sejalan dengan itu adalah tindakan yang tanpa kekerasan (ahimsa). Ini adalah prinsip utama dalam Buddhadharma. Dukungan terhadap keadilan sosial bisa dilakukan melalui aksi damai (peaceful protest), dialog terbuka, bukan konfrontasi, dan harus menghindari kekerasan, baik fisik maupun verbal. Tindakan benar terjadi karena mahasiswa Buddhis melakukan keterlibatan sosialnya dengan penuh kesadaran (mindful engagement). Mari bersatulah seluruh mahasiswa Buddhis untuk bangsa dan tanah air, kala air mata ibu pertiwi menetes dan memanggil. Sudah banyak negeri ini memberi kesempatan Buddhadharma bertumbuh.

 

Socially Engaged Buddhism

Mahasiswa berdemonstrasi atau berunjuk rasa melakukan protes sosial adalah juga wujud dari gerakan Buddhisme modern, perjuangan kasih sayang Buddha di dalam zaman modern, situasi saat ini yang sarat dengan problem-problem sosial kemanusiaan. Demonstrasi merupakan perwujudan ajaran Buddha atau Buddhadharma modern “love in action”, terutama melalui gerakan seperti “Engagement Buddhism” (Buddhisme yang terlibat secara sosial) atau “Socially Engaged Buddhism.”

Engaged Buddhism” menginspirasikan tumbuhnya Buddhis sejati karena mendorong keterlibatan dalam masalah-masalah sosial. Selama tindakan demonstrasi, protes sosial, dan unjuk rasa itu dilakukan dengan penuh kesadaran (sati) dan tidak melekat pada kepentingan sempit, dan sejalan dengan berkembangnya upaya kausalya, yakni keterampilan dalam cara-cara berbuat kebajikan yang memang sepantasnya terdapat pada diri mahasiswa Buddhis yang terdidik dan terpelajar, yang mengolah otak nalar dan hati.

Mahasiswa demonstran Buddhis bisa bercermin dan berteladan pada tokoh seperti Thich Nhat Hanh (1926-2022) bhiksu Vietnam yang mengembangkan pendekatan damai terhadap perlawanan selama Perang Vietnam. Melalui prinsip “Engaged Buddhism” beliau menekankan: “When you protest, do it with love in your heart.” Kalimat ini memperlihatkan bahwa unjuk rasa atau demonstrasi sosial dibenarkan secara etis jika dilakukan dengan welas asih.

Demonstrasi dibenarkan dilakukan dengan niat welas asih, tanpa kekerasan, dan dengan kesadaran untuk mengurangi atau mengatasi penderitaan makhluk hidup atau rakyat yang diperlakukan tidak adil. Demonstrasi kaum muda Buddhis seperti mahasiswa dan yang tergabung dalam organisasi kepemudaan diharapkan dalam melakukan protes sosialnya tidak melekat pada kemarahan atau kebencian, dan tetap menjaga batin agar tidak tercemar oleh keinginan yang merusak.

Tindakan demonstrasi dilakukan dengan tanpa kekerasan dan perilaku kasar. Pernyataan protes sosial pantasnya disampaikan dari perspektif Buddhis yang etis dan damai, dan belandaskan welas asih.

 

Protes Sosial “Suara Welas Asih untuk Keadilan”

“Kami, sebagai aktivis dan praktisi Buddhis, menyatakan keprihatinan yang mendalam terhadap penderitaan yang sedang dialami oleh saudara saudari kita, emak-emak kita akibat ketidakadilan atau kemiskinan dan kepemimpinan tata kelola pemerintahan yang amburadul dan terus berlangsung. Berdasarkan ajaran Sang Buddha, kami percaya bahwa semua makhluk berhak hidup dalam martabat, tanpa ditindas dan disakiti. Ketidakadilan terhadap satu kelompok atau rakyat Indonesia adalah penderitaan bagi seluruh umat manusia. Tindakan diam di hadapan penderitaan adalah bentuk kelalaian terhadap welas asih sejati.

Dengan penuh kesadaran (sati) dan berlandaskan cinta kasih (metta) serta welas asih (karuna), kami menyuarakan: Penolakan terhadap kekerasan dalam bentuk apa pun, baik fisik, verbal, maupun struktural. Dukungan terhadap kebijakan dan tindakan yang mensejahterahkan rakyat, melindungi hak asasi semua makhluk hidup. Menyerukan kepada para pemimpin dan masyarakat luas untuk membuka hati, mendengarkan penderitaan, dan bertindak demi kebaikan bersama.

Kami hadir bukan untuk menciptakan perpecahan, tetapi untuk membangkitkan kesadaran. Kami berdiri, bukan untuk melawan siapa pun, tetapi untuk berdiri bersama mereka yang selama ini menderita dan disakiti. Dalam misi dan visi Buddhadharma; Semoga semua makhluk berbahagia. Semoga semua makhluk bebas dari penderitaan. Semoga semua makhluk hidup dalam damai dan kebebasan. “Sabbe Satta Bhavantu Sukhitata, Semoga semua makhluk hidup Berbahagia.”

 

Spiritualitas Demonstran Buddhis

Perlu tumbuh atau dilandasi oleh penguatan spiritual Buddhis bagi mahasiswa yang melakukan aksi demonstrasi dan protes sosial. Para mahasiswa Buddhis, aktivis dan praktisi Buddhis yang terdidik dan terpelajar, yang bersusila, berkesadaran, dan bijaksana terlibat dalam aksi sosial. Ketika kalian melangkah keluar untuk menyuarakan kebenaran dan keadilan, ingatlah bahwa kalian membawa lebih dari sekadar suara massa, kalian membawa semangat Dhamma.

Mahasiswa Buddhis, kalian memang pantas melakukan demonstrasi. Ajaran Buddha adalah juga suatu praktik, dan tindakan protes sosial kalian adalah suatu bentuk praktik spiritual. Ajaran Buddha atau Buddhadharma tidak mengajarkan kita untuk bersikap pasif terhadap penderitaan. Sebaliknya, Sang Buddha mengajarkan kita untuk melihat dengan jernih (panna), merespons dengan welas asih (karuna), dan bertindak dengan penuh kesadaran (sati).

Tanamkan terus energi, kekuatan spiritual Buddhis selama kalian melakukan aksi kebajikan sosial. Tanamkan niat yang murni (cetana), dengan menanyakan ke dalam hati sebelum kalian turun ke jalan. “Apakah aku melakukan ini untuk membalas, atau untuk membebaskan?” Pastikan niat kalian tidak diliputi kebencian, tetapi dilandasi oleh cinta kasih terhadap sesama yang sedang menderita atau tertindas.

Jagalah api dharma dalam keadilan, bukan api kemarahan dalam kebencian. Aksi yang dilandasi kemarahan hanya menambah penderitaan. Tetapi aksi yang dilandasi cinta kasih bisa menggerakan hati yang tertutup. “Kebencian tidak akan pernah mengalahkan kebencian. Hanya cinta kasihlah yang dapat mengalahkannya” (Dhammapada 5). Jadikan aksi kalian sebagai manifestasi Buddhadharma untuk kesejahteraan rakyat dan kebahagiaan segenap makhluk.

Jadikan aksi demonstrasi kalian sebagai praktik spiritual, pelatihan kesadaran di Tengah Keramaian. Jalan Buddhis bukan berarti menjauh dari dunia dan problem-problem sosial, tetapi hadir penuh kesadaran dengan turut mengatasi segenap permasalahan sosial-politiknya. Saat kalian berdiri, berteriak, atau berjalan dalam barisan demonstrasi, sadarilah napas kalian, sadarilah niat kalian. Sadarilah bahwa kalian sedang mempraktikkan welas asih aktif (engaged compassion).

Suarakan hati nurani kalian, welas asih kalian dengan menggunakan kata-kata yang membangun. Dalam orasi atau poster, gunakan kata-kata yang benar (samma vaca). Hindari ujaran kebencian, nyatakan penderitaan tanpa mencaci, dan sampaikan pesan solidaritas yang kuat tanpa menyakiti. Jadikan demonstrasi kalian sebagai perjuangan melepaskan keakuan. Jangan melekat pada identitas sebagai “pembela kebenaran” yang merasa lebih tinggi.

Perjuangan ini bukan tentang “aku benar, mereka salah”, tapi tentang mengurangi penderitaan bagi semua pihak, bahkan mereka yang dianggap sebagai lawan. Demonstrasi bukan sekadar gerakan politik, tapi sebagai gerakan moral dan praktik spiritualitas Buddhadharma. Saat kita melangkah demi kebaikan bersama, dengan bijaksana, penuh welas asih, kesabaran, dan kesadaran.

Maka dari itu, Mahasiswa Buddhis Sejati yang turun ke jalan bukanlah sedang menyimpang dari Dhamma, kalian justru menghidupkan Dhamma dalam dunia yang sedang menderita. Semoga perjuangan kalian menjadi ladang kebajikan dan semoga segenap penderitaan masyarakat teratasi, semua makhluk berbahagia. Nyalakan terus pelita dharma bagi pembebasan dirimu dan makhluk lain untuk terang dunia! (JP) ***

 

BAGI PARA PEMBACA YANG MAU MEMBANTU OPERASIONAL SETANGKAIDUPA.COM BISA MELALUI REK. BANK BRI KCP CIPULIR RADIO DALAM 086801018179534 AN. MAJAPUTERA KARNIAWAN. MOHON MENGIRIMKAN KONFIRMASI DANA KE WHATSAPP NOMOR 089678975279 (MAJA).

 

Sumber gambar: meta AI

error: Content is protected !!
Butuh bantuan?