Oleh: Jo Priastana
“Saya adalah umat Buddhis. Olahraga seharusnya
bebas dari pengaruh politik dan agama.”
(Shin Tae-Yong)
Bagai Drakor Korea, tiba-tiba datang rintik air hujan dari mendung di awal tahun 2025 yang mengejutkan masyarakat sepak bola Nasional. Pelatih Timnas Sepak Bola asal Korea Selatan, Shin Tae-Yong diputus kontraknya yang sejatinya baru akan berakhir pada 2027. Pemecatan Shin Tae-Yong menimbulkan pro dan kontra dan haru biru perasan para pecinta sepak bola Tanah Air. Pengakhiran kontrak dianggap sebagai sesuatu yang membingungkan bagi sebagian penggemar yang telah terlanjur menaruh harapan besar Shin Tae-Yong akan berhasil membawa timnas tampil di Piala Dunia 2026.
Bagai selebriti layar kaca, Shin Tae-Yong merupakan seorang pelatih timnas yang fenomenal. Shin Tae-Yong yang juga membintangi sejumlah produk iklan, sejak mulai menjabat pada Desember 2019, dinilai telah memberikan kontribusi besar bagi skuad Garuda. Di tangan pelatih Korea berusia 54 tahun ini, timnas Indonesia berhasil mengukir sejumlah pencapaian bersejarah. Salah satunya lolos ke putaran ketiga kualifikasi Piala Dunia Zona Asia untuk pertama kali dalam sejarah, tinggal menyisakan empat lagi yang dipandang potensial mewujudkan mimpi Indonesia tampil di Piala Dunia 2026.
Shin Tae-Yong juga pernah nyaris membawa Timnas U-23 Indonesia lolos ke Olimpiade Paris 2024 usai menembus semifinal Piala Asia U-23/2024. Sayangnya, Indonesia gagal lolos usai kalah di laga perebutan tempat ketiga Piala Asia U-23 2024 dan play-off antar benua Olimpiade Paris 2024. Meski begitu, Shin Tae-Yong telah membangkitkan gairah, antusiasme dan kebanggaan masyarakat akan sepak bola Indonesia. Semasanya timnas naik peringkat dunia FIFA, dari rank 173 ke 127, dan membangkitkan antusiasme masyarakat terhadap timnas, seakan melanjutkan euforia terhadap “hallyu wave” yang pernah melanda Indonesia.
Kekaguman dan Gelombang Budaya Korea
Jauh sebelum kedatangan Shin Tae-Yong, gelombang budaya pop Korea yang dikenal sebagai Hallyu Wave telah melanda Indonesia dan mengharu-biru masyarakat Indonesia. “Hallyu wave” atau “Korean Wave” adalah fenomena budaya Korea Selatan yang populer di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Fenomena ini mencakup berbagai aspek budaya Korea, seperti musik, drama, film, fashion, kosmetik dan gaya hidup. Mulai berkembang tahun 1990-an, diawali dengan popularitas program televisi Korea di negara-negara Asia yang berdekatan.
Ada Drakor singkatan dari Drama Korea serial televisi menggunakan bahasa Korea yang populer di seluruh dunia, terutama di Asia. Memiliki beberapa genre, di antaranya romance, fantasy, slice of life, thriller, maupun horor. Beberapa contoh seperti Goblin, drama fiksi ringan berlatar masa kerajaan di akhir milenium pertama dan masa sekarang. Reply (1988), serial dengan setting dekade akhir 1980-an tentang kehidupan remaja di pinggiran kota. Ada juga Legend of The Blue Sea (2016), Flower of Evil (2020), Vincenzo (2021), King Dom (2019), dan lain-lain.
Akademisi dan peneliti Budaya Populer Ariel Heryanto mengungkapkan keterpukauan masyarakat Indonesia kepada gelombang Budaya Korea dalam buku hasil penelitiannya, “Identitas dan Kenikmatan: Politik Budaya Layar Indonesia,” Jakarta, Kepustakaan Populer Jakarta, 2024. Khusus bab 7, (halaman 242-277) tentang gelombang K-Pop dan Asianisasi Kaum Perempuan, demam Budaya Pop Korea Selatan yang dikenal juga sebagai gelombang Korea yang pernah menjamur dan banyak diminati kaum muda bahkan juga kalangan yang lebih tua, sejak tahun 2000-an.
Dalam buku itu tercatat sejumlah ketertarikan masyarakat pada K-Pop Korea. Diantaranya tercatat, pada tanggal 27-29 April 2012, Super Junior (boy band K-Pop paling populer di Indonesia) memecahkan rekor tampil selama tiga malam berturut-turut di sebuah tempat pertunjukan di Jakarta. Banyak orang muda penggemar K-Pop dari berbagai latar belakang etnis secara sukarela menggambil nama Korea, sekalipun hanya iseng-iseng atau main-main. Sementara itu meningkatnya minat khalayak terhadap nama dan bahasa Korea, makanan Korea, pada pakaian tradisional dan kontemporer Korea, serta popularitas Korea Selatan sebagai tempat tujuan wisata.
Yang cukup fenomenal misalnya, di tahun 2010 diadakan acara Hallyu Explosion di pusat perbelanjaan Malang Olympic Garden, berlangsung serangkaian penampilan dadakan berombongan (flash mob) meniru penampilan boy band terkenal Korea seperti DBSK, Super Junior, dan SHINee. Ada Acara “Parade Tarian Tiruan K-pop” dengan 33 penari dan 29 kelompok cover dance (tari peniru), yang disertai juga kios untuk beragam pameran, peragaan atau kegiatan, terdaftar di buku panduan berbahasa Inggris: Korean Food Festival, Goodies Center, Korean Culture Corner, Korean Traditional Fashion Corner, Korean Writing Tutorial, dan Studio Hanbok, bergantian memakai pakaian tradisional Korea. (Ariel Heryanto, 2024: 270-271).
Upaya Pendidikan Perdamaian
Kekaguman terhadap budaya Korea juga dirasakan oleh Muhammad Mukhlisin (Facebook/7/1/25). “Saya kagum dengan budaya dan pendidikan Korea, mereka menunjukkan harmoni luar biasa antara tradisi dan modernitas. Korea adalah contoh nyata bagaimana sebuah bangsa mampu mempertahankan warisan budayanya sambil terus melangkah maju dengan inovasi. Dari hanbok yang anggun hingga hiruk pikuk K-pop yang mendunia, semua itu menunjukkan kedalaman karakter dan semangat kreatif bangsa Korea.
Pendidik di Yayasan Cahaya Guru ini mengungkapkan, “dalam bidang pendidikan, saya sangat mengagumi sistemnya yang begitu fokus pada pembentukan karakter dan dedikasi terhadap pembelajaran. Etos kerja dan komitmen terhadap pengembangan diri menjadi salah satu pelajaran berharga yang bisa kita terapkan di Indonesia, terutama dalam mendukung pendidikan toleransi dan kebangsaan. Kekaguman saya pada Korea bukan hanya soal pendidikan dan budaya. Siapa yang bisa menolak pesona aktor dan aktris Korea di film dan drama mereka? Saya sangat kagum dengan aktor seperti Song Joong-ki yang memukau di serial Vincenzo dan Queen of Tears, serta Gong Yoo yang berhasil membuat saya terpaku dalam film Train to Busan dan serial Goblin”.
Kekaguman terhadap Shin Tae-Yong juga diungkapkannya, “Dan tentu saja, bagaimana mungkin saya tidak kagum pada Shin Tae-Yong, pelatih timnas Indonesia? Dia seperti gabungan antara strategi cerdas dan namun juga penuh karisma selebritas. Di bawah bimbingannya, timnas kita tidak hanya bermain lebih disiplin, tetapi juga tampil lebih percaya diri. Saya sering bercanda dengan teman-teman, kalau saja Shin Tae-Yong bisa melatih guru-guru olahraga kita pasti akan lebih seru.”
Mukhlisin juga mengungkapkan, “Kekaguman ini semain bertambah setelah saya menghadiri acara HWPL (Heavenly Culture, World Peace, Restoration of Light) pada Senin malam, 6 Januari 2025. Acara yang memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana Korea tidak hanya memimpin dalam budaya pop, tetapi juga dalam mempromosikan perdamaian dunia melalui dialog antar agama dan pendidikan. Saya terkesan pendekatan HWPL yang mengajarkan bahwa perdamaian bisa dimulai dari individu, melalui penghormatan terhadap keragaman dan kerja sama lintas budaya. Sebagai seorang yang bekerja di Yayasan Cahaya Guru, pengalaman ini sangat relevan dengan misi kami dalam membangun toleransi dan keragaman di dunia pendidikan Indonesia. Saya merasa acara ini menjadi pengingat bahwa upaya membangun perdamaian global adalah tugas kita bersama, dimulai dari langkah-langkah kecil dalam kehidupan sehari-hari.”
Sejarah Agama Buddha di Korea
Pelajaran dalam upaya membangun perdamaian yang sangat mengesankan Bapak Guru Mukhlisin itu mengingatkan akan agama Buddha yang cinta damai. Bagi umat Buddha, Buddhadharma adalah pendidikan, pendidikan tentang nilai-nilai kasih sayang dan perdamaian untuk dunia. Agama Buddha juga tumbuh dalam sejarah Korea. Mahasiswa Institut Nalanda yang terdiri dari Derionel Philo Chandra, Rosa Amelia dan Nurman, mengungkapkan tentang Buddhisme di Korea dari berbagai sumber dan dipresentasikan di ruang kelas pada 11/12/24 seperti yang dituturkan di bawah ini.
Agama Buddha masuk ke Korea pada abad 4 M melalui bhiksu dan utusan dari Tiongkok. Perkembangan Agama Buddha diterima pertama kali semasa Kerajaan Goguryeo pada (37 SM-668 M), yang dilanjutkan oleh Kerajaan Baekje (18 SM-660 M) dan Kerajaan Silla (57 SM-935 M). Semasa Kerajaan Silla, agama Buddha adalah agama negara dan kerajaan, dan pada tahun 668 Kerajaan Silla berhasil menyatukan semenanjung Korea. Kerajaan Goguryeo sangat mendukung Buddhis dan mencetak Tipitaka Korea yang diukir di atas 81.340 balok kayu.
Agama Buddha mengalami penurunan semasa dinasti Joseon yang mengadopsi Konfusianisme sebagai ideologi resmi negara. Pada semasa kolonial Jepang, agama Buddha tidak disukai. Sejak tahun 1800 kolonial Jepang melakukan represi terhadap ajaran Buddha dengan Hukum Nikujiku Saitai yang memaksa bhiksu Buddha untuk menikah dan makan daging. Hal ini melanggar tradisi selibat dan diet di kalangan bhiksu.
Sesudah PD II, konflik kekerasan muncul antara para bhiksu Buddha yang telah menikah dan disebut Buddha Jepang dengan para bhiksu yang mempertahankan selibat, yang disebut Buddha Korea. Bangkitnya bhiksu Korea seiring dengan kuatnya sentimen anti Jepang dan lebih mendapatkan dukungan, dan yang pada akhirnya dapat menguasai vihara-vihara Buddha di seluruh Korea. Saat ini pemeluk agama Buddha mencapai 40 persen dan merupakan yang terbesar di Korea Selatan.
Di Korea Utara, pada tahun 1945 ada lebih dari 400 kuil tersebar di seluruh Korea Utara. Sekarang hanya sekitar 60-an saja. Di Korea Utara tidak melihat kuil dari sudut pandang agama, tetapi sebagai sumber daya untuk pemeliharaan rezim dan propaganda komunis. Tindakan pemulihan candi dan kuil hanyalah sebatas memperbaiki properti budaya dan tempat wisata.
Agama Buddha di Korea juga meriah dengan adanya berbagai festival. Ada festival Lentera Teratai (Yeondeunghoe) yang diselenggarakan secara meriah setiap hari raya bulan purnama pertama dan kedua serta pada hari kelahiran Sang Buddha di bulan ke-4 kalender lunar. Masyarakat menyalakan lentera berbentuk teratai di jalanan dan rumah dengan berdoa memohon kedamaian dan kebahagiaan seluruh negeri kepada Sang Buddha. Ada pula festival Palkwanhoe yang dirayakan dengan membakar dupa, menyalakan lampu. Festival ini dilakukan oleh para pendeta Buddha sebagai bentuk doa untuk kesejahteraan negara.
Shin Tae-Yong’s Legacy
Shin Tae-Yong yang tumbuh dalam sejarah Korea adalah salah satu anak bangsa Korea beragama Buddha yang memiliki prinsip tidak mencampurkan sepak bola dengan politik dan agama. Kini Shin Tae-Yong telah tidak melatih timnas. Kepergian STY cukup mengejutkan karena di tengah-tengah keyakinan dan optimisme masyarakat sepak bola Indonesia akan kemampuannya membawa timnas ke piala dunia 2026. Merujuk jajak pendapat Litbang Kompas, Oktober 2024, keyakinan masyarakat Indonesia terhadap kapabilitas Shin untuk meloloskan skuad “Garuda” ke Piala Dunia 2026 mencapai 87,9 persen.
STY telah berhasil membawa perubahan signifikan dalam performa tim nasional, terutama dalam hal pembinaan pemain muda dan strategi bermain yang lebih teroganisir (FB Rafael Struick Fan, 9/1/25). Sepak terjangnya sebagai pelatih telah meninggalkan kesan yang mendalam. Shin Tae-Yong juga meningalkan legacy Akademi STY yang mungkin akan mewujudkan mimpi anak-anak sepak bola Indonesia.
Medsos Ahmad Haerudin (FB 09/01/25), mengungkapkan, “Akademi STY di Jakarta akan tetap berjalan. Shin Tae-Yong Football Academy akan terus berjalan dan berjanji untuk mencetak bibit unggul yang memiliki fundamental kuat demi kemajuan sepak bola Indonesia. Sepak bola adalah lebih dari sekedar olahraga; ini adalah harapan, semangat dan kebanggaan bangsa. STY Academy membina talenta dari level grassroot hingga level elit, sambil menanamkan budaya olahraga yang kuat dan mencetak bintang sepak bola masa depan. Shin Tae-Yong telah berlalu, namun api dedikasinya patut terus dihidupkan.
Mari tetap melangkah maju untuk menciptakan generasi baru yang membawa nama Indonesia bersinar di kancah internasional. Mari terus bangun masa depan sepak bola Indonesia. Terus nyanyikan lagu “Tanah Airku,” lagu yang menggetarkan jiwa menumbuhkan sikap patriotik dan nasionalisme, dan yang selalu dinyanyikan di setiap akhir laga sejak keberadaan Shin Tae-Yong. “Tanah airku yang kucintai, engkau kuhargai”. Shin Tae-Yong serasa dipersatukan dengan Indonesia. Dan pada minggu malam 25/01/25, ditengah kerumunan ratusan pecintanya pelatih fenomenal itu dengan mata berlinang kembali ke negerinya, Korea Selatan. “Biarpun saya pergi jauh, tidak kan hilang dari kalbu.” Shin Tae-Yong, terima kasih! (JP) ***
BAGI PARA PEMBACA YANG MAU MEMBANTU OPERASIONAL SETANGKAIDUPA.COM BISA MELALUI REK. BANK BRI KCP CIPULIR RADIO DALAM 086801018179534 AN. MAJAPUTERA KARNIAWAN. MOHON MENGIRIMKAN KONFIRMASI DANA KE WHATSAPP NOMOR 089678975279 (MAJA).
sumber gambar: https://www.jawapos.com/sepak-bola-indonesia/01437408/timnas-u20-kalah-shin-taeyong-akui-penyelesaian-akhir-kurang-tajam