Oleh: Jo Priastana
“Saya harus mempelajari politik dan perang agar anak saya punya kebebasan untuk mempelajari matematika dan filsafat”
(John Adams, Bapak Pendiri Amerika Serikat)
Pemilu Tahun 2024 merupakan pesta demokrasi rakyat Indonesia. Puncak kegiatan politik dimana masyarakat Indonesia melakukan pemilihan umum Nasional, disamping memilih pasangan pemimpin nasional, presiden dan wakilnya, juga memilih wakil rakyat atau anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sudah menjadi hak dan kewajiban setiap warga negara untuk menggunakan haknya yang bersifat politis ini terlibat dan berpartisipasi dalam Pemilu, menentukan pimpinan nasional dan memilih wakil-wakilnya.
Pemilu akan menghadirkan wakil-wakil rakyat untuk duduk di parlemen sebagai anggota legislatif. Bahkan diantara umat Buddha sendiripun tentunya banyak yang telah mencalonkan dirinya sebagai caleg, calon wakil rakyat, baik di DPR maupun DPRD. Sebuah tindakan politik yang pantas diberi pujian karena mencerahkan hidupnya untuk kepentingan orang banyak, memberikan pelajaran tentang makna hidup berbangsa dan bernegara.
Masyarakat memiliki hak dan kewajiwan untuk melakukan keterlibatan politis. Tidak hanya memilih wakil-wakilnya, namun juga menyediakan diri untuk menjadi wakil rakyat, sebagai anggota DPR atau DPRD. Banyak dari kalangan Buddha yang pernah menjabat sebagai wakil rakyat, anggota DPR pusat maupun anggota DPRD, diantaranya adalah Bapak Drs. Eddy Sadeli S.H. yang terpilih sebagai anggota DPR pada Pemilu 2004, dan menjalani masa bakti 2004-2009.
Jejak Karier Drs. Eddy Sadeli S.H.
Drs Eddy Sadeli S.H. memiliki nama asli Lama Lie Siang Seng, lahir di Jakarta pada tanggal 1 Januari 1940, beragama Buddha. Alamat di Taman Duta Mas Blok E-VI Nomor 7, Jalan Tubagus Angke, Jakarta Barat 11460. Ia pernah menjalani pekerjaannya selaku DPR RI, dengan berkantor di gedung Nusantara I Lantai 21 Kamar 2128, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat. Sebagai anggota DPR selama satu periode, masa bakti 2004-2009.
Memiliki pendidikan di Sin Hwa English School, Jakarta Barat (1946-1952, 1952-1958), SMA Nusantara (1955-1958), serta Fakultas Hukum & Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan Jurusan Publisistik Universitas Indonesia (1958-1960) dan Fakultas Hukum Jurusan Praktisi Hukum Universitas Indonesia (1981-1985), dan kemudian melanjutkan ke Program Spesialis Notariat FH-UI tetapi tidak selesai (1986-1993).
Eddy Sadeli kemudian mengikuti pendidikan Kursus Boom Zeken/Bea Cukai (1969), Kursus Pajak – Lembaga Ekonomi FE – Universitas Trisakti – Ditjen Pajak Departemen Keuangan RI (1971), Program Keahlian Pendidikan Hak Cipta, Paten dan Merek Dagang FH –UI dengan Departemen Kehakiman RI (1991). Seminar/Lokakarya yang pernah diikuti antara lain: Seminar Pasar Modal, Seminal Legal Opinion, Loka Karya Nasional HAM ke III.
Riwayat Pekerjaan Eddy Sadeli cukup menarik. Dia pernah menjadi wartawan majalah Perekonomian Nasional Sekretariat Negara (1961-1967), Wartawan Freelance (1967-1968), selanjutnya menjadi pimpinan Biro Konsultasi Indonesia (1969-kini), Pimpinan Biro Paten (1980-kini), Asisten Pengacara Kantor Advokat & Pengacara R. Soeroso, S.H. (1981-1985), Pimpinan Kantor Pengacara/Law Office Drs Eddy Sadeli, S.H. & Partners (1986-2000), dan pendiri/penasihat Lembaga Konsultasi & Bantuan Hukum (LKBH) Wira Dharma (2003-kini).
Dalam organisasi kemasyarakatan, beliau sempat menjabat sebagai Sekretaris DPD Gerakan Mahasiswa Purba DKI Jakarta (1960-1962), Sekretaris Jenderal DPP Gerakan Mahasiswa 45 (1964-1967), Anggota Persahi (1986-kini), Anggota DPC IKADIN Jakarta Barat (1986-kini).
Berbagai organisasi juga turut didirikan, seperti: Pendiri/Penasehat Perhimpunan Persahabatan Indonesia – China (1998-kini), Pendiri/Penasihat Pengurus Pusat Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PP-PSMTI) (1998-kini), Pendiri/Pengurus Lembaga Penelitian dan Paguyuban Masyarakat Tionghoa Indonesia (LPPM-TI) (1998-kini).
Begitu pula di Bidang Agama. Drs Eddy Sadeli S.H. menjabat sebagai Biro Hukum DPP Magabudhi (1992-kini). Pernah sebagai Konsultan Hukum DPP Walubi (1992-1999), pendiri /Pengurus Perkumpulan Sosial Maha Bodhi Indonesia (1990-kini), Ketua II Yayasan Dana Pendidikan Buddha Nalanda/Sekolah Tinggi Agama Buddha Nalanda (1993-2004).
Sedangkan dalam Bidang Sosial, beliau adalah Pengurus Toko Amal (1999-kini), Pengurus Balai Pengobatan Bodhi/gratis (1999-kini), Pengurus Toko Buku Dharma (1999-kini), Pengurus Bursa Tenaga Kerja Maha Bodhi (1999-kini).
Kiprahnya di bidang politik mencakup antara lain: Anggota Partai Murba (1960-1999), Anggota Partai Perjuangan Bhinneka Tunggal Ika (2001-2003), Anggota Partai Demokrat (2003-kini), anggota DPR RI 2004-2009 dari Partai Demokrat untuk Daerah Pemilihan Jakarta I – Kepulauan Seribu, Jakarta Utara, Jakarta Pusat dan Jakarta Barat. Beliau pernah mendapat julukan Caleg DPR – RI Terpopuler dari DKI Jakarta (Harian Kompas, 05 April 2004), sebagai mesin Suara Partai Demokrat (Harian Kompas, 23 April 2004).
Beliau pernah menjabat sebagai Sekretaris Seksi Hukum – Undang-Undang/Tim Advokasi Hukum, Tim Kampanye Gabungan Nasional SBY – JK pada Pilpres I dan Pilpres II. Sebagai saksi Tim Kampanye Gabungan Nasional SBY-JK di KPU Pusat pada Perhitungan hasil suara Pilpres I dan Pilpres II tahun 2004. Juga menjabat sebagai Koordinator Hukum Panitia Pembubaran Tim Kampanye Gabungan Nasional SBY – JK dan anggota Tim Kampanye Pemilihan Presiden SBY-Boediono 2009 Provinsi DKI Jakarta.
Ada beberapa buku dan artikel yang ditulisnya, antara lain: (a) Daftar Marga Tionghoa di Jakarta, (b) Tidak Ada Pribumi di Negara Kesatuan Republik Indonesia, (c) Petisi Pencabutan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera RI Nomor SE-06/Pres-Kab/6/1967 tanggal 28 Juni 1967 tentang Penggantian Kata Tionghoa/Tiongkok menjadi Cina, (d) Sumbangsih Warga Tionghoa untuk Tanah Air Indonesia, (e) Presiden dan Wapres Pilihanku Keputusan KPU Nomor 98/SK/KPU/2004 tanggal 04 Oktober 2004 yang menetapkan SBY sebagai Presiden RI dan JK Sebagai Wakil Presiden RI-2006.
Terdapat juga beberapa tulisan lainnya, seperti: (f) Kewarganegaraan RI tanggal 1 Agustus 2007, (g) Perjuangan Menghapus Peraturan Diskriminasi di Indonesia 24 September 2007, (h) Bagaimana Suku Tionghoa Dapat Diterima Secara Tulus Oleh Masyarakat Arus Induk di Indonesia?, (i) Undang-Undang RI nomor 23/2006 tanggal 29 Desember 2006 tentang Administrasi Kependudukan (menghapus semua tanda-tanda diskriminasi dalam Akta Lahir dan KTP), (i) Undang-undang RI Nomor 40 Tahun 2008 tanggal 10 November 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis (Pesan kami Perorangan/Perusahaan: Jaga ucapan Anda/jangan sembarangan membuat Keputusan), dan lain-lain.
Latar belakang pendidikan, pekerjaan dan profesi yang mewarnai jalan hidup Bapak Drs. Eddy Sadeli S.H. yang tidak lepas dari urusan masyarakat, hukum dan perundang-undangan, seakan mewakili apa yang dimaksudkan dengan pidato Perikles di Yunani dahulu kala, yakni berkenaan dengan bagaimana menjadi seorang warga negara yang aktif dan terlibat dalam masyarakat, dalam kehidupan bernegara dan berbangsa. (Kompas, 10/11/23)
Bagi Perikles (Negarawan Yunani, meninggal 429 SM), tiap-tiap warga Polis Athena terhubung setiap urusannya dengan polis yang berpijak pada demokrasi. Karenanya, barangsiapa menyatakan bahwa urusan politik tidak memiliki hubungan dengan urusan diri dan keluarganya sama sekali, maka dirinya sama sekali tidak memiliki urusan di Polis Athena.
Oleh karena itu, dalam demokrasi, kehadiran warga dalam urusan-urusan publik tak hanya akan menentukan wajah politik. Tangan-tangan warga dalam demokrasi itu juga akan menentukan bagaimana utusan dan kepentingan dari tiap-tiap warganya terselenggarakan (Airlangga Pribadi Kusman, Kompas, 10/11/23).
Trias Politika, Demokrasi dan Pemilu
Profesi Bapak Drs. Eddy Sadeli S.H. berhubungan langsung dengan public affairs, urusan publik yang berkenaan dengan bidang hukum dan perundangan, serta bidang agama, sosial, politik. Semua aktivitasnya itu pada akhirnya menghantarnya menjadi anggota DPR (2004-2009) dalam Pemilu 2004.
Beliau menyadari bahwa fungsi sebagai anggota DPR adalah mewakili dan menyuarakan aspirasi serta kepentingan rakyat di tingkat nasional. DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang dipilih melalui pemilihan umum. DPR memiliki peran dalam melaksanakan fungsi legislasi untuk menghasilkan undang-undang yang dapat memajukan kepentingan rakyat.
Sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat, beliau dipilih melalui Pemilu (2004). Pemilu merupakan wujud dari kehidupan demokrasi yang dijalankan oleh suatu negara yang menganut sistem politik Trias Politica. Trias Politica berasal dari bahasa Yunani yang artinya “politik tiga serangkai”. Trias politica adalah konsep politik yang berkenaan dengan pemisahan kekuasaan.
Tujuan Trias Politica adalah untuk mencegah kekuasaan negara yang bersifat absolut. Trias Politica pertama kali dikemukakan oleh John Locke (1632-1704), seorang filsuf asal Inggris dan selanjutnya dikembangkan oleh Montesquieu (1689-1755). Konsep ini membagi suatu pemerintahan negara menjadi tiga jenis kekuasasan, yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Indonesia merupakan salah satu negara demokrasi yang menganut konsep ini.
Pemilu merupakan instrumen negara demokrasi dimana pada kesempatan itu rakyat menentukan pimpinan dan wakil-wakilnya di parlemen. Bisa dikatakan juga, pemilu merupakan permusyawaratan rakyat yang diikuti oleh segenap rakyat, dalam mewujudkan persatuan, cita-cita bernegara dan kehidupan berbangsa yang harmonis.
Partisipasi dalam Pemilu mengingatkan ujaran Sang Buddha dalam Dhammapada 194: “Sukha sanghassa samaggi samangganam tapo sukho”, yang artinya: “Berbahagialah mereka yang dapat bersatu, berbahagialah mereka tetap dalam persatuan.”
Cita-cita berbangsa dan bernegara mewujudkan kehidupan yang sesuai dengan arah dan perkembangan negara modern, yaitu negara yang demokratis dan sejahtera tercermin dalam sila ke empat Pancasila dasar negara Republik Indonesia, yaitu: Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
Sila ke empat Pancasila ini sejalan dengan Dharma Sang Buddha dalam Digha Nikaya, Maha Parinibbana Sutta. Sutta yang berisikan syarat-syarat kesejahteraan suatu Bangsa itu diungkapkan mengenai asas kerakyatan dalam kehidupan suatu Bangsa, bahwa permusyawaratan merupakan syarat bagi maju dan berkembangnya suatu bangsa.
“Selama kaum Vajji bermusyawarah dan mengakhiri permusyawaratan mereka secara damai, serta menyelesaikan urusan-urusan mereka dalam suasana kerukunan, Ananda, maka dapatlah diharapkan perkembangan mereka, dan bukan keruntuhan”. (Digha Nikaya, Maha Parinibbana Sutta).
Jangan Takut Berpolitik
Permusyawaratan rakyat melalui pemilu merupakan dalam rangka memilih pemimpin. Dalam perspektif Buddhadharma, kehidupan manusia yang bermasyarakat dan bernegara terdapat dalam Digha Nikaya (But-Indr, Siddhi, “The Social Philosophy of Buddhism”, 1995).
Dalam Sutta itu diungkapkan bahwa evolusi dunia juga sejalan dengan perkembangan makhluk penghuninya yakni kemunculan manusia sampai terbentuknya kehidupan manusia yang bermasyarakat dan bernegara. Dari keadaan itu kemudian memunculkan manusia yang cakap yang akan menjadi pemimpin atau pemuka dari kumpulan atau komunitasnya itu.
Ada terminologi yang menunjukkan munculnya kepemimpinaan atau manusia utama yang mencerminkan segi etis-sosial ini, yaitu: Mahasamata (pemimpin, wakil rakyat), Khattiya (pelindung negara), Raja (pemimpin utama dalam masyarakat). (Jo Priastana, “Etika Buddha”, 2018:73-74).
Sebagai seorang Buddhis, Bapak Eddy Sadeli tampaknya menghayati ujar Buddha itu, dan karenanya mengabdikan diri sebagai anggota DPR, Bapak Eddy Sadeli, sebagai wakil rakyat, sebagai pemimpin yang mewakili rakyat Indonesia, dan seorang anggota Mahasamata dari ratusan juta rakyat Indonesia. Sebagai wakil rakyat yang mencerminkan virtue atau keutamaan manusia yakni dimensi etis-sosialnya sebagai homo-socius dan homo-politicon bersandar pada moral dan etika dalam memperjuangkan kepentingan orang banyak.
Keutamaan manusia yang sejalan dengan bunyi Anguttara Nikaya II, Digha Nikaya III: “Orang yang memperhatikan kepentingan orang lain disamping kepentingannya sendiri adalah orang yang terbaik.”
Karenanya, bisa kita pahami bila bertemu dengan Bapak Eddy Sadeli, termasuk bertemu belum lama ini di kala usianya sudah 83 tahun ini (7/09/23), kita akan selalu mendengar ucapannya yang berbunyi: “Jangan Takut Berpolitik”. “Jangan Takut Berpolitik,” sebuah pesan klasik dan tetap futuristik bagi generasi muda sebagai makhluk sosial-politis yang merupakan penentu masa depan bangsa dan negara! (JP).
BAGI PARA PEMBACA YANG MAU MEMBANTU OPERASIONAL SETANGKAIDUPA.COM BISA MELALUI REK. BANK BRI KCP CIPULIR RADIO DALAM 086801018179534 AN. MAJAPUTERA KARNIAWAN. MOHON MENGIRIMKAN KONFIRMASI DANA KE WHATSAPP NOMOR 089678975279 (MAJA).