Film Master of Zen Bodhidharma (2) – “Pencerahan Langsung Ke Hati”

Home » Artikel » Film Master of Zen Bodhidharma (2) – “Pencerahan Langsung Ke Hati”

Dilihat

Dilihat : 22 Kali

Pengunjung

  • 1
  • 38
  • 140
  • 58,142
Pic 5 April 2025 Film Bodhidharma 2

Oleh: Jo Priastana

 

“Not engaging in ignorance is wisdom”
(Bodhidharma)

 

Di Cina, Bodhidharma dikenal sebagai pendiri Chan Buddhism. Chan yang berarti dhyani atau meditasi. Bodhidharma menekankan pengalaman meditasi sebagai sarana memahami makna ajaran Buddhadharma yang sesungguhnya dan mengalami pencerahan itu sendiri. Chan Buddhism yang kemudian berkembang di Jepang dan terkenal sebutan Zen Buddhism merupakan sebuah tipologi Buddhisme yang menekankan pada pengalaman meditasi dan mengatasi kata-kata.

Masyarakat setempat melihat bahwa Bodhidharma datang tanpa kitab suci. Mereka bertanya-tanya, Guru apa yang terjadi? Kenapa tidak bicara. Mungkin itu adalah budaya India. Tidak memberi khotbah. Mungkin bhiksu di India berkhotbah tanpa menggunakan mulut. Pada akhirnya di banyak kediaman itu, banyak juga ujaran-ujaran pencerahan yang keluar dan memperlihatkan makna sejati Buddhadharma.

“Lumpur bisa menumbuhkan teratai juga tanah yang bagus. Lumpur juga bisa diambil hikmahnya. Semua hal tidak ada kepastiannya. Sesuatu yang buruk juga bisa diambil hikmahnya.” Teori apa itu? Tak ada yang baik dan jahat, semuanya tergantung kondisi. Sekarang tanganmu membuat kepalan atau kepalan membuat tanganmu? Telur atau ayam? Tak ada yang duluan, keduanya benar. Semuanya tergantung dari penyebab dan kondisi. Bukan aku tapi dirimu sendiri (untuk mengerti). Kalimat yang terdengar dan menjadikan penonton untuk merenung.

 

Pencerahan Pahala Tak Ada

Kemana kita pergi sesudah meninggal? Tidak tahu, karena aku masih belum mati. Hanya aku yang tidak bicara. Apa yang guru lakukan? Apa yang kamu lakukan? Kami sedang bersemadi untuk menjadi Buddha. Aku menggosok genteng untuk menjadi kaca, bagaimana genteng bisa digosok menjadi kaca, kalau genteng tidak bisa menjadi kaca, lalu bagaimana semadi bisa menjadi Buddha?

Kalau begitu, bagaimana caranya menjadi Buddha? Harus tahu kalau Buddha tidak memiliki bentuk yang tetap. Dan bersemadi tidak harus dengan duduk dan berbaring. Kalian hanya tahu duduk tapi tidak tahu apa itu duduk. Kalau begitu selamanya tidak akan melihat penerangan.

Bagaimana supaya bisa melihat penerangan? Dimulai dari dasar. Apa dasarnya? Hati sebagai dasar, dosa lahir dari hati dan lenyap dari hati. Segala baik dan jahat lahir dari hati. Kalau teori sederhana ini saja tidak mengerti, maka akan gagal mengerti, dan hanya membuang-buang waktu.

Tidak sangka Bhiksu India miskin sampai sepatu saja tidak punya ternyata begitu mengagumkan dan memberi pencerahan, menguak makna sejati Buddhadharma.

Pada kesempatan perbincangan dengan Raja Liang. “Angin menggerakkan bel.” Menurutku hati baginda yang menggerakkan bel (not peace). Semenjak aku naik takhta, aku membangun banyak kuil Buddha, menyalin kitab suci, memberikan persembahan kepada bhiksu. Apakah pahalaku? Tidak ada jasa dan pahala. Ini sama saja dengan bayangan kita. Kelihatannya ada tapi sebenarnya tidak ada.

Jadi melakukan hal apa, baru mendapat pahala? Orang yang mencapai penerangan. Pahala seperti ini tidak bisa didapatkan di dunia ini. Di dunia ini ada Buddha atau tidak? Tidak ada. Sebagai seorang bhiksu, kau tahu siapa dirimu? Tidak tahu. Pembicaraan kita sama sekali tidak menarik. Yang penting berhati tenang, jangan terlalu melekat.

Bodhidharma berjalan di atas air. Aku sudah mentisaranakan kau, semoga kau melatih diri. Darah dan sakit menjadi makanan enak. Mereka tidak bisa mengekspresikan sakit mereka. Jika berganti posisi, siapa yang bisa melukai dirinya dengan pisau? Seorang Bhiksu mengatakan, “Batin, Buddha dan manusia, ketiganya adalah hampa. Semua realita adalah juga hampa. Tidak ada batasan, tidak ada awal dan akhir, tidak ada baik dan jahat, semuanya hampa, benar tidak?

Digampar. Kenapa kau memukuliku? Kau bilang segalanya hampa. Lalu dari mana datangnya penderitaan? Melihat yang tidak bisa dilihat dan mendengar yang tidak bisa didengar. Tahu hal yang tidak kita ketahui. Itulah kebenaran, aku hanya bisa merasakannya dengan hati.

Di Kuil Shao Lin. Bodhidharma bermeditasi, tidak bergerak, memiliki cara meditasi yang unik. Bhiksu dari India itu sudah tujuh hari tujuh malam tidak makan. Tidak hanya itu, air saja dia tidak minum. Sudah setengah tahun dia tidak bicara. Sudah tiga tahun meditasi di gua, sangat menakjubkan.

Baginda harus tahu kalau Buddha tidak berwujud, dia ada di batin kita. Buddha berada dimana? Master Dharma sudah mencapai tahap tanpa keakuan. Dia seorang master tingkat tinggi. Kalau berjodoh, buat apa memaksa. Bilang tidak berjodoh berarti berjodoh. Ada jodoh atau tidak itu hanya sebuah konsep.

 

Hui Ke Penerus ke Dua

Kisah Bodhidharma dengan Shen Guang. Shen Guang yang selalu bermimpi mengikuti kelinci. Pertanda apakah? Adakah yang selalu mengikutimu? Yang harus pergi tetap pergi. Di dunia ini selalu ada perpisahan, dari kecil sampai sekarang aku vegetarian untuk mempertahankan tubuhku.

Bodhidharma menanyakan, engkau sudah tiga hari tiga malam berlutut. Apa permintaanmu? Minta guru tenangkan hatiku. Apa hatimu tidak tenang? Walaupun aku sudah berusaha keras mempelajari ajaran Buddha tapi tetap tidak tenang. Kalau begitu serahkan hatimu aku akan menenangkannya.

Aku minta menjadi muridmu. Kenapa tidak menyadari dirimu dulu sebelum menjadi muridku? Kehidupanmu sekarang merupakan hasil dari kehidupan yang lalu. Kehidupanmu akan datang merupakan hasil dari kehidupan saat ini. Apa yang tidak mungkin lagi kalau kau sudah memotong tanganmu? Sekarang aku beri kau nama Hui Ke.

Warisan Pencerahan. Pada suatu kesempatan, Bodhidharma bersama siswa-siswanya, termasuk Hui Ke. Katanya, dalam waktu dekat aku akan pulang ke India. Sekarang, beritahu apa yang sudah kalian pelajari.

Salah satu siswanya mengungkapkan, “Tulisan hanya menyatakan arti sesungguhnya dari ajaran Buddha. Tidak boleh melekat pada tulisan tapi juga tidak boleh meninggalkan tulisan. Digunakan untuk mendapatkan kebenaran.” Bodhidharma menilainya, kau hanya mendapatkan kulitku saja.

Lain lagi muridnya, “Sesuai pengetahuanku, sangat senang sampai di tanah suci Buddha. Tapi setelah sampai tidak ada permintaan lagi.” Ujar Bodhidharma, maka kau tidak perlu untuk melihatnya lagi atau pemahaman kau lebih banyak. Tapi hanya mengerti dagingku saja.

Murid berikutnya, “Tanah, air, api dan angin adalah hampa. Apa yang dirasakan tubuh kita tidak benar adanya, dan semua yang aku lihat tidak ada satu pun yang berwujud.” Lagi, Bodhidharma menilainya dengan menyatakan, kau juga hanya mendapatkan tulangku saja.

Lalu, tinggal Hui Ke. Hui Ke, bagaimana denganmu? Hui Ke hanya diam saja merunduk dan bernamaskara. Bodhidharma terkesan seraya berujar, “Benar, begitu akhirnya kau mendapatkan jiwaku.”

Sikap Hui Ke menunjukkan telah tercerahkan. “Yang mengerti tidak berbicara, yang berbicara tidak mengerti. Hui Ke, aku mau serahkan mangkok dan jubahku padamu sebagai penerus.”

Kau adalah master Zen ke-2. Dua ratus tahun setelah aku meninggal dunia, jubah ini diwarisi sampai enam generasi. Setelah itu tidak perlu diwarisi lagi. Karena waktu itu ajaran Buddha sudah tersebar ke segala penjuru. Tapi orang yang tahu sangat banyak dan yang menjalankan sangat sedikit. Orang yang berkhotbah banyak, orang yang mengertinya sedikit.

Jadi kau jangan memandang rendah orang yang masih belum sadarkan diri. Siapa pun akan meninggalkan kejahatan dalam waktu sekejap. Ajaran tertinggi dari Buddha digunakan untuk menyadarkan manusia. Sekarang aku serahkan padamu. Dengar, aku datang untuk menyebarkan Buddhadharma, menyelamatkan yang tersesat. Satu bunga berdaun lima, pasti akan ada hasilnya.

 

Melatih Kung Fu dan Satu Sepatu

Ketika berada di kuil Shao Lin, Bodhidharma menyaksikan tubuh para bhiksu begitu lemah. Untuk itu, sebelum kepergiannya, Bodhidharma mengajari teknik melatih tubuh, sehingga tubuh para muridnya menjadi kuat. Ia pun melatih olah tubuh, yang dikenal seni bela diri Kung Fu. Dengan tubuh yang sehat, meditasi pun akan kuat.

Olah tubuh silat sama dengan olah pikir dalam tulisan. Ada yang bergerak dan ada yang diam. Bodhidharma mengingatkan bahwa sebenarnya di dalam hidup kita sehari-hari, seperti makan dan tidur, juga tidak lepas dari batasan ini. Diungkapkan, kalau kalian ingin mempelajari lebih, kalian harus memperhatikan lebih. Terdapat teori Zen di dalam setiap gerakan.

Di masa senjanya, tampak Bodhidharma berjalan sendiri. Ada yang bertanya, “Mengapa guru jalan sendiri?” Ujar Bodhidharma, “Kau akan tahu kalau kau pulang”.

Bodhidharma pergi membawa satu sepatu rumput. Orang heran, bukankah ia telah meninggal dan juga bertanya kemana dia pergi sebenarnya. Master Dharma sudah meninggal tiga bulan lalu. Mana mungkin hidup lagi dengan di tongkatnya tergantung sebuah sepatu rumput.

Akhirnya diadakan pemeriksaaan ke kuburannya, dan setelah peti matinya dibuka ternyata memang hanya ada satu sepatu rumput. Waktu itu Master Dharma sudah berusia 150 tahun.

Menyaksikan film “Master Zen Bodhidharma,” kita akan menemukan bahwa dalam film ini banyak bertebaran ujaran-ujaran yang mengandung ajaran-ajaran sejati dari Buddhadharma. Kebijaksanaan yang terungkap melalui sikap dan ujaran tokoh Zen Master Bodhidharma yang telah tercerahkan.

Semoga dengan banyak pelajaran yang dapat kita petik dari film ini, bersama kita mampu mengurangi kebodohan batin. Dan bersama itu pula kita berpeluang mencapai pelepasan tertinggi Nirvana. Sancai-Sancai-Sancai! (JP) ***

 

BAGI PARA PEMBACA YANG MAU MEMBANTU OPERASIONAL SETANGKAIDUPA.COM BISA MELALUI REK. BANK BRI KCP CIPULIR RADIO DALAM 086801018179534 AN. MAJAPUTERA KARNIAWAN. MOHON MENGIRIMKAN KONFIRMASI DANA KE WHATSAPP NOMOR 089678975279 (MAJA).

 

Sumber gambar: https://media.themoviedb.org/t/p/w500_and_h282_face/wZYONgDlBlQ3NHzXEKstEzELGa1.jpg

error: Content is protected !!
Butuh bantuan?