Filosofi Hidup Sejati – Kesendirian Yang Memberdayakan

Home » Artikel » Filosofi Hidup Sejati – Kesendirian Yang Memberdayakan

Dilihat

Dilihat : 69 Kali

Pengunjung

  • 0
  • 58
  • 271
  • 82,561
Pic 5 alone

Oleh: Jo Priastana

 

“Solitude is the school of genius –

kesendirian adalah sekolah bagi kejeniusan”.

(Friedrich Nietzsche, 1844-1900, Filsuf, Penulis)

 

Di balik kehidupan kota yang modern dan sibuk, banyak individu yang diam-diam mengalami kesepian yang mendalam. Ada riset pada bulan Oktober 2023 tentang kesepian orang kota yang melibatkan 1.299 responden di wilayah Jabotabek. Hasilnya menunjukkan 44 responden mengalami kesepian tingkat sedang, sementara 6 persen lainnya berada dalam tingkat kesepian yang tinggi (“Ray Wagiu Basrowi, Riset demi Kesehatan,” Kompas, 14/7/25).

Kesibukan kota besar dan dunia digital yang semakin terhubung yang nyatanya menjadikan banyak orang merasa kesepian. Untuk ini, dipandang penting pula untuk mengenali kesendirian agar tidak mengalami terisolasi secara emosional. Kesendirian kerap dipandang menakutkan seolah mendatangkan kesepian. Kesendirian berbeda dengan kesepian. Kata “alone” dengan “lonely” atau kesendirian dan kesepian ada beda maknanya.

Menurut Cambridge Dictionary, “alone” adalah kata sifat dan kata keterangan yang berarti tidak ada orang lain yang bersamamu. Arti “alone” adalah sendirian. Sementara “lonely” adalah “kesepian”. “Alone” adalah keadaan fisik dimana anda secara fisik sendirian, sementara “lonely” adalah keadaan emosional dimana merasa sendirian dan terputus dari orang lain, bahkan saat sedang berada dengan orang-orang. Sendirian adalah keadaan, sedangkan kesepian adalah perasaan.

 

Solitudo Non Me Mori

Perbedaan utama antara “lonely” (kesepian) dan “alone” (sendirian) menyangkut keterikatan emosional. Seseorang bisa sangat bahagia ketika sendirian di rumah, dan ada pula yang merasa kesepian meski rumahnya dipenuhi orang-orang. Ada berbagai faktor, baik eksternal maupun internal yang menimbulkan kesepian di tengah orang-orang. Pribadi introvert yang cenderung kurang percaya diri dalam mengembangkan hubungan sosial dipandang kerap merasa terisolasi.

Kesendirian memberdayakan dan mengandung kesejatian. “Solitudo Non Me Mori”, sebuah frasa Latin yang memberikan perspektif tentang makna sejati dari kesendirian. Bagaimana kesendirian dapat menjadi sumber kekuatan dan pertumbuhan pribadi, dan bukan sebagai bentuk isolasi yang melemahkan. Kesendirian dalam makna kesejatian banyak diungkapkan oleh sejumlah filsuf termasuk melakoninya dalam cara hidupnya (Facebook, Henry Joe Guliwang, 24/12/24).

Ada filsuf Friedrich Nietzsche (1844-1900) yang menyatakan “solitude is the school of genius” (kesendirian adalah sekolah bagi kejeniusan). Kesendirian bukanlah hukuman, melainkan ruang yang diperlukan untuk pertumbuhan intelektual dan spiritual. Dalam kesendirian seseorang dapat menemukan suara batinnya yang seringkali tertutupi oleh hiruk pikuk kehidupan sosial.

Sedangkan filsuf perempuan dan novelis Virginia Woolf (1882-1941), dalam esainya “A Room of One’s Own” (1929) menekankan pentingnya ruang pribadi bagi perkembangan kreativitas dan pemikiran independen. Ia menulis “For now she need of – to think; well not even to think. To be silent; to be alone.” Kutipan ini menggambarkan bagaimana kesendirian memberikan kesempatan untuk mengenal diri sendiri lebih dalam dan mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang eksistensi pribadi.

Ada pula penulis dan filsuf Amerika, Henry David Thoreau (1817-1862) melalui karyanya yang terkenal “Walden” (1854), membuktikan bahwa kesendirian dapat menjadi sumber kebijaksanaan dan pencerahan. Selama dua tahun ia hidup menyendiri di tepi Danau Walden, ia menemukan “I find it wholesome and dissipating. I love to be alone. I never found the companion that was so companionable as solitude.”

Lebih jauh tentang kekuatan solitude, jalan dalam kesendirian ini dapat ditemukan dalam buku-buku seperti: Long, C.R., & Averill, J.R. (2003). “Solitude: An Exploration of Benefits of Being Alone.” Journal; for the Theory of Social Behavior, 33 (1), 21-24. Koch, P. (2019). “Solitude: A Philosophical Encounter”. Nietzsche, F. (1878). “Human, All Too Human.” Thoreau, H.D. (1854). “Walden; or, Life in the Woods.” Woolf, V. (1929). “A Room of One ‘s Own.

Kesendirian adalah sekolah terbesar untuk kebijaksanaan. Begitulah dituturkan oleh Mary Corelli (1855-1924), seorang penulis dan novelis Inggris yang terkenal dengan karya-karya romantis dan filosofisnya. Novel pertamanya “A Romance of Two Worlds” terbit pada 1886, banyak dibaca orang dan dikoleksi oleh Winston Churchill (Perdana Menteri Britania Raya tahun 1940-1945).

Mary Corelli dalam novel-novelnya mengajarkan kita untuk tidak tergantung pada validasi eksternal, melainkan untuk menemukan kekuatan dari dalam, dan untuk mendengar suara hati yang kerap tenggelam dalam keramaian. Mary Corelli mengingatkan bahwa kebijaksanaan sejati jarang lahir dari keramaian dan popularitas. Ia tumbuh dalam keheningan, dalam perenungan, dan dalam keberanian untuk menatap ke dalam diri sendiri tanpa topeng. Kesendirian seringkali adalah sekolah terbesar untuk kebijaksanaan (FB Wandy Sigli/24/4/25).

 

Jalan Sunyi Sang Sufi

Dalam kesendirian, kita dipaksa untuk berhadapan langsung dengan diri kita sendiri, dengan pikiran, perasaan, ketakutan, dan hiruk-pikuk dunia luar. Tanpa distraksi, kita mulai memahami siapa diri kita sebenarnya, apa yang benar-benar kita yakini, dan apa yang penting dalam hidup. Kesendirian bukanlah kekosongan, melainkan ruang untuk bertumbuh secara batin.

Kesendirian adalah jalan sunyi sang sufi. Ada kesendirian yang ditempuh dengan sukarela dan suka cita, semata untuk menikmati kesendirian yang termasuk dalam istilah solitude. Kesendirian dimana keadaan hidup atau tinggal sendiri; untuk menikmati kesendirian. Keterpencilan dari tempat tinggal, seperti halnya suatu tempat; tidak adanya aktivitas manusia seperti di kesunyian pengunungan.

Solitude menjadi cara hidup bagi mereka yang menjalani kesejatian menemukan kepenuhan hidup. Berbeda dengan loneliness yang merasakan diri tersolasi dan tidak berhubungan dari yang lainnya. Solitude merupakan disiplin hidup yang membawa efek menyehatkan, menciptakan ruang untuk dapat melakukan refleksi, mempertajam fokus, mendatangkan kejelasan dan kejernihan dalam pikiran. Menjalani waktu dalam kesendirian adalah pupuk bagi pertumbuhan diri.

Solitude banyak mendatangkan manfaat sebagai ruang pemberdayaan pemenuhan diri, dan sangat berbeda sekali dengan kesepian. Kesendirian kerap menakutkan karena mengingatkan kita betapa kecilnya kita, tetapi juga banyak mendatangkan kebaikan. Kesepian dapat menjadi lahan yang gelap dan subur bagi depresi. Perbedaan kesendirian dan kesepian berkenaan dengan pilihan persepsi. Kesendirian adalah pilihan yang disengaja untuk menghayati hidup, sedangkan kesepian seringkali dialami sebagai keadaan yang datang begitu saja. 

Solitude adalah jalan sunyi yang ditempuh oleh orang-orang penempuh kesadaran, kemandirian dan menemukan kebijaksanaan pencerahan. Kaum bijaksana yang kerap menempuh hidup secara soliter menemukan hening, sunyi dan pemenuhan diri, terang berpikir. Dalam jalan kesendirian sufi, seseorang dapat merasakan dan memahami makna sunyi dalam keramaian ataupun hening dalam kesunyian.

“Karena sunyi adalah bunyi yang bersembunyi”, begitu jawaban cerdas Rocky Gerung (lahir 20 Januari 1959) ketika ditanya Sudjiwo Tejo, kenapa Rocky ada dalam keramaian, bukankah filsuf justru seharusnya berada dalam kesunyian? “Semakin berada dalam keramaian, semakin dalam aku mengalami kesunyian,” begitu kata Rocky Gerung, kritikus politik dan pemerhati Indonesia Raya masa kini yang juga pendaki gunung-sunyi di banyak negara, menjalani cara hidup solitude dan tidak menikah, rekan dan sesama Alumni Filsafat di fakultas Sastra Univesitas Indonesia (1986).

Para guru sufi tumbuh dalam ruang bening dan saat-saat yang hening. Karenanya mereka mengajarkan tentang sikap pengendalian diri, pemenuhan jiwa, usaha membersihkan jiwa dari belenggu keinginan materi yang berlebihan dan mengendalikan keduniawian. Begitu pula jalan kesendirian sunyi yang di tempuh Siddharta Muda adalah jalan yang dipilih untuk menjauhi kesenangan duniawi dan untuk menepi. Menempuh kehidupan sebagai pertapa di hutan Uruwela dan kemudian menjadi Sang Buddha yang tercerahkan.

Selama enam tahun Siddharta menempuh jalan sunyi untuk menggapai pencerahan, begitu pula seterusnya, ketika semasa menjadi Buddha, Sang Buddha pun tetap berjalan di jalan pencerahan dalam kesunyian kesendirian dan kedamaian dalam rangka memberikan cara hidupnya yang penuh kesadaran bagi manfaat dan inspirasi banyak orang. Jalan kesendirian Siddharta yang memberdayakan ke-buddha-an dalam dirinya menjadi Buddha, dan Sang Buddha yang mendatangkan pencerahan mengajak siapa saja untuk selalu memberdayakan diri dengan mindfulness.

Jalan sunyi Siddharta adalah kekuatan atau daya bagi tumbuhnya kesadaran dan kebijaksanaan yang mendatangkan transformasi diri. Kesendirian sebagai jalan spiritual membuka ruang bagi perkembangan potensi transformasi diri. Kesendirian merupakan kondisi yang ideal untuk introspeksi dan penemuan diri. Para praktisi spiritual tenggelam dalam kesunyian kesendirian, ke kedalaman pikiran yang mendatangkan pencerahan, terang sadar mengenai penderitaan dan ketidakkekalan.

 

Jalan Pemberdayaan Buddha

Begitu pula para penyair, penulis menghargai kesunyian. Penulis Polandia Joseph Conrad (1857-1924) berkata tentang kesunyian. “Merupakan ironi yang halus bahwa mereka yang paling menghargai kesunyian seringkali adalah mereka yang pernah merasakan beban dari terlalu banyak kebisingan.” Dalam novelnya, “Heart of Darkness,” ia mengatakan “We live, as we dream – alone. – Kita hidup, seperti kita bermimpi sendirian.” Refleksi dari seorang penulis tentang kesunyian eksistensial, kesendirian dalam jiwa manusia.

Jalan sunyi tiada lain adalah jalan hidup kesendirian yang penuh daya meditatif. Jalan yang ditunjukkan oleh Sang Buddha yang penuh kesadaran, ketenangan batin dan kedamaian. Jalan meditatif dimana tersedia ruang bagi kesejatian diri dan realisasi pemenuhan bibit ke-buddha-an. Melalui meditasi dan kontemplasi dalam kesendirian, seseorang dapat membebaskan diri dari segala gangguan dunia eksternal dan menyelam ke dunia internal untuk menumbuhkan kesadaran penuh.

Meditasi dalam jalan sunyi dan kesendirian adalah jantung dari praktik seorang buddhis. Kesendirian memfasilitasi perkembangan kedamaian dan keseimbangan diri, terkoneksi dengan hakikat kebenaran dan mencapai pencerahan. Intinya, kesendirian dalam Buddhadharma memberikan sarana yang luar biasa untuk realisasi diri dan berjalan di jalan pembebasan dari siklus penderitaan.

Meresapi jalan kesunyian dan kesendirian Buddha yang mendatangkan pencerahan dan welas asih. Jalan sunyi Buddha yang membagikan pencerahan melalui ajarannya dan bertindak penuh kasih dalam simpati kepada mereka yang tidak bahagia. Sang Buddha menjalani kehidupan senyatanya dalam setiap kesempatan, berada sendiri namun tetap terhubung dengan kehidupan, terkoneksi dengan semesta.

Hidup Sang Buddha dipenuhi kasih sayang, simpati dan kehadirannya membantu banyak orang untuk tercerahkan. Kedamaian pencerahan Sang Buddha dalam hidup sendiri yang menyegarkan lingkungan hidup dan menarik segenap dunia kehidupan, serta selalu terhubung dengan dunia penderitaan segenap makhluk hidup.

Seorang bijaksana dan penekun spiritual selalu jalan dalam kesendirian, bagai singa di hutan belantara yang penuh berdaya, berbeda dari kebanyakan orang yang berada dalam kerumunan bagai domba dalam kerumunan yang tak berdaya. Dalam kesendirian, terbuka ruang hening yang mampu melihat segalanya dengan jelas, jernih, benar, apa adanya, berada di jalan spiritual, sedangkan dalam kerumunan terjadinya ketergantungan terhadap yang eksternal, seperti terhadap rutinitas ritual.

Seorang bijaksana menghargai dimensi internal, daya kekuatan spiritual yang bersemayam dalam dirinya dan mengharuskannya menempuh kehidupan dalam kesendirian, sedangkan seorang yang lemah selalu berada dalam kerumunan dalam ketergantungan terhadap ritual. Para bijaksana selalu menyediakan dirinya dalam kesendirian, karena kesendirian adalah memberdayakan spiritualitas dalam diri yang mendatangkan pencerahan, kedamaian batin dan kejernihan pandangan dengan mengenali segala sesuatu sejernihnya sebagaimana adanya.

“Ia yang menikmati hidup dalam kesendirian dan merasakan ketenangan karena tiada noda, terbebas dari kesedihan, terbebas dari kejahatan. Ia mereguk kebahagiaan hidup dalam Dhamma (Dhammapada 205). “Ia yang duduk sendirian, rebah sendirian, berjalan sendirian, rajin melatih diri, dan dalam kesendirian menaklukkan diri sendiri, maka ia akan memperoleh kebahagiaan hidup di dalam hutan (Dhammapada 305).  

Para filsuf dan Sang Buddha telah melalui jalan kesendirian. Ungkapan Latin Solitudo Non Me Mori yang merupakan manifestasi dari kebijaksanaaan kuno sepertinya masih relevan hingga saat ini. Kesendirian ketika dihadapi dengan kesadaran dan penerimaan, dapat menjadi katalis untuk pertumbuhan pribadi, kreativitas, dan pemahaman diri yang lebih dalam, apalagi di tengah kecepatan dan keramaian kehidupan modern saat ini yang cenderung dangkal, artifisial, dan mengasingkan. (JP) ***

 

BAGI PARA PEMBACA YANG MAU MEMBANTU OPERASIONAL SETANGKAIDUPA.COM BISA MELALUI REK. BANK BRI KCP CIPULIR RADIO DALAM 086801018179534 AN. MAJAPUTERA KARNIAWAN. MOHON MENGIRIMKAN KONFIRMASI DANA KE WHATSAPP NOMOR 089678975279 (MAJA).

 

Sumber gambar:  meta AI

error: Content is protected !!
Butuh bantuan?