Filsafat Madhyamika Nagarjuna

Home » Artikel » Filsafat Madhyamika Nagarjuna

Dilihat

Dilihat : 20 Kali

Pengunjung

  • 0
  • 63
  • 172
  • 49,545
Pic 2 Jan 2025 Nagarjuna

Oleh: Jo Priastana

 

“All philosophies are mental fabrications. There has never been a single doctrine by which one could enter the true essence of thigs.” (Nagarjuna)

 

Dalam khasanah filsafat Buddha, tidak ada para pembelajar filsafat yang tidak mengenal dan mempelajari aliran Madhyamika. Aliran yang dikenal sebagai Jalan Tengah Buddha (Majjhima Patipada) dalam tatanan filosofis ini terkenal dengan tokohnya Nagarjuna. Pokok pemikirannya yang monumental sejalan dengan Jalan Tengah (Madhyamika) adalah mengenai Sunyata (kekosongan). Karenanya aliran Madhyamika disebut juga Sunyavada.

Pokok pemikiran filsafat Madhyamika Nagarjuna bersumber pada Prajnaparamita Sutra. Nagarjuna diperkirakan hidup sekitar abad pertama Masehi, dan merupakan tokoh terbesar dalam aliran Mahayana yang menulis berjilid-jilid komentar atas Prajnaparamita Sutra menjadi karya monumentalnya yaitu Mahaprajna-paramita-sastra (Risalah Besar tentang Kebijaksanaan Sempurna) dan memberi pengaruh luas terhadap aliran Mahayana lainnya.

Kita dapat menyelami aliran Madhyamika Nagarjuna melalui buku Prof. Dr. T.R.V. Murti yatitu “The Central Philosophy of Buddhism (A Study of The Madhyamika System)”, (London, 1980). Karya TRV Murti yang menjadi rujukan dan sumber artikel ini dapat dikatakan sebagai sebuah buku klasik dan representatif yang mengemukakan berbagai aspek filsafat Madhyamika atau filsafat Jalan Tengah Nagarjuna.

 

Pokok Ajaran Madhyamika

Dalam perkembangan sejarahnya, terdapat kemunculan beberapa tokoh Madhyamika, seperti: Arya Dewa dengan karyanya Catuh Sasaka. Berlanjut ke penerus-penerusnya seperti Buddhapalita, Bhavaviveka, Candrakirti, dan Santideva.

Di Cina, Madhyamika berkembang pesat berkat Kumarajiva yang pada sekitar tahun 402-405 menterjemahkan ke dalam bahasa Cina Mahaprajnaparamita-Sastra, karya Nagarjuna yang berisikan pokok ajaran Madhyamika.

Kejeniusan dan kreatifitas Nagarjuna dalam mengangkat pemikiran filosofis ajaran Buddha dan menjadi aliran Madhyamika tertuang dalam beberapa ajarannya seperti: (1) Dialektika Negatif, (2) Identifikasi Pratityasamutpada dengan Sunyata, (3) Dua tingkat kebenaran (konvensional dan absolut atau Samvrti Satya dan Paramartha Satya), (4) Pengalaman kekosongan (sunyata) dalam kehidupan dan dunia empiris.

Dialektika Catuskoti. Dialektika Negatif Logis dalam Tetralemma (Empat Dimensi Masalah) seperti: segala sesuatu yang ada adalah: (a) bukan tak ada, (b) bukan ada, (c) bukan ada dan bukan tak ada, dan (d) bukan bukan tak ada atau bukan bukan ada

Empat dimensi masalah itu juga dapat dirumuskan, apakah dunia: (a) kekal, (b) tidak kekal, (c) kekal dan tidak kekal, dan (d) tidak kekal atau bukan tidak kekal.

Empat alternatif yang berdasar atas Catuskoti atau tetralemma dialektika Nagarjuna itu masing-masing mencerminkan tesis: (a) positif, (b) negatif, (c) konjungtif, dan (d) disjungtif.

Apapun pilihan satu dari keempat alternatif tersebut bukanlah kebenaran yang sempurna. Masing-masing dari keempatnya masih termasuk dalam pandangan yang spekulatif, entah itu: (a) Sasvata-vada; afirmasi yang absolut, (b) Ucchedavada; penolakan yang absolut, (c) Konjungtif adalah perpaduan semu, karenanya tidak mungkin, dan (d) Disjungtif, nihilisme sempurna.

Jalan Tengah (Madhyama pratipad) diajukan untuk menghindari kemutlakan keempat alternatif tersebut, guna mengatasi kemelekatan, pandangan ekstrim yang sifatnya kritis.

Dialektika Jalan Tengah Nagarjuna mengkritik keempat alternatif tersebut sebagai suatu yang mustahil menjangkau realitas, sebagaimana dalam metode dialektikanya tersebut yang terkenal dengan sebutan prasannapada atau reduction ad absurdum.

Realitas mengatasi pemikiran. Dengan dialektikanya Nagarjuna menghindari jebakan-jebakan dogmatisme yang dibangun atas rasio. Realitas hanya terpahami dengan tumbuhnya Prajna yang telah mengenali kemustahilan rasio dalam merengkuh realitas sebagaimana adanya.

Identifikasi Pratityasamutpada dengan Sunyata. Dalam Mulamadhyamika Karika, Nagarjuna menyatakan pemahaman atas fenomena yang saling bergantung atau berkondisi yaitu Pratityasamutpada adalah pengalaman atas kekosongan (sunyata). Hal ini senada dengan pernyataan Buddha bahwa siapa yang menyelami Pratityasamutpada adalah menyelami Dharma.

Dua tingkat Kebenaran. Kejelasan pemahamahan tentang dua tingkat kebenaran (konvensional dan absolut atau Samvrti Satya dan Paramartha Satya), yang mempunyai fungsinya masing-masing dan bermanfaat bagi ketidakmelekatan atau pandangan yang dogmatis dan keliru.

Aktualisasi dalam Dunia Kehidupan. Realisasi dan aktualisasi pemahaman kekosongan (sunyata) dalam kehidupan dan dunia empiris. Bahwa kehidupan (dengan sesama) dan dunia empiris merupakan wadah tak berhingga bagi penyelaman dan pemahaman Sunyata.

 

Tradisi Abhidharma dan Prajnaparamita

Aliran Madhyamika merujuk kembali kepada karakter ajaran Sang Buddha sebagai Madhyama-pratipad atau Jalan Tengah.

Karenanya, Nagarjuna menamakan sistem filsafatnya dengan nama Madhyamaka atau Madhyamaka Sastra, nama yang tepat untuk ajaran yang dimaksudkannya, sedangkan Madhyamika adalah para penganutnya.

Ajaran aliran Madhyamika tidak bisa dipisahkan dari Nagarjuna, karenanya perumusan aliran Madhyamika yang berarti Jalan Tengah pun tidak bisa dilepaskan dari sejarah intelektual dan spiritual pendirinya, Nagarjuna yang mengalami tradisi Abhidharma dan Prajnaparamita.

Kaum Abhidharma menjalankan praktik-praktik Buddhis awal dengan mendefinisikan dan merenungkan faktor-faktor sementara (dharma) dalam muncul dan lenyapnya segala sesuatu (realitas).

Teks-teks Abhidharma, yang juga dipelajari Nagarjuna dalam aliran Sarvastivadin (leluhur Mahayana, pemisahan dari kaum Sthaviravada) yang menganalisa, menjelaskan, dan mensistematisasikan ajaran kanonik awal Sang Buddha menerangkan tentang keberadaan, sebab-sebab dan kondisi-kondisinya, serta kebebasan dari kebodohan dan penderitaan.

Bagi kaum Abhidharma, usaha untuk mencapai pemahaman seperti itu bukanlah bersifat spekulatif, melainkan harus teruji dalam pengalaman meditasi melalui suatu persepsi langsung terhadap faktor-faktor yang mengkondisikan kemelekatan pribadi dan penipuan diri atau kekhayalan.

Misalnya di dalam penyadaran yang waspada atas kesementaraan faktor-faktor indrawi, mental, dan pikiran dalam kognisi (kesadaran pengenalan), serta suatu skema klasifikasi yang rinci dan beragam untuk memilah keadaan-keadaan persepsi dan kognitif yang sesaat, serta penjabaran kondisi-kondisi yang berlangsung dalam kemunculan dan kelenyapan segala sesuatu.

Hasil dari analisa demikian, adalah penyadaran-langsung (dalam Vipassana-Bhavana) bahwa manusia tidak memiliki esensi-kekal (atman), dan bahwa hal-hal yang nampaknya substansial sesungguhnya merupakan hanya gabungan interaksi (pengaruh silang) faktor-faktor material, mental, dan emosional yang terus menerus berubah.

Dalam Prajnaparamita Sutra, Nagarjuna menemukan bahwa kesempurnaan kebijaksanaan terjadi atas pemahaman bahwa segala sesuatu adalah kosong (sunya), bahwa tiada entitas-entitas yang swa-ada dan tiada ciri-ciri hakiki dalam diri seseorang ataupun dalam faktor-faktor kehidupan.

Kebijaksanaan yang membebaskan adalah penghindaran terus-menerus atas kemelekatan bahkan inipun berlaku terhadap cita-cita spiritual seperti pencapaian Nirvana, Kesempurnaan Kebijaksanaan, atau latihan jalan Bodhisattva.

Dinyatakan bahwa Kesempurnaan Kebijaksanaan (Prajnaparamita) pada dasarnya berhubungan dengan “cara-cara bijak” (upaya-kausalya) untuk membantu pencerahan semua makhluk.

Pendekatan kontemplatif dalam tradisi Prajnaparamita ini adalah, dimana faktor-faktor kehidupan (dharma) tidak lagi dianggap sebagai obyek-obyek persepsi yang penting dalam meditasi, karena obyek-obyek tersebut tidak memiliki ciri-ciri hakiki (sunya).

 

Karya-karya Nagarjuna

Sejumlah tulisan karya Nagarjuna mengungkapkan tentang aliran Madhyamika. Terdapat dua risalah kefilsafatan Nagarjuna, yaitu: (a). Mulamadhyamika-Karika atau Pokok-pokok Jalan Tengah. (b). Vigrahavyartani atau Penghindaran Bantahan-bantahan.

Selain itu terdapat juga risalah-risalah kefilsafatan lainnya, seperti: (a). Sunyata – Saptati (Tujuh Puluh Bait Tentang Kekosongan). (b). Yukti – Sastika (Enam Puluh Bait Tentang Pertautan). (c). Vaidalyaprakarana (Keterangan Tentang Vaidalya Sutra). (d). Suhrlekha (Surat Persahabatan). (e). Rajaparikatha – Ratnamala (Karangan-karangan Permata Nasehat kepada Raja). (f). Catuhstava (Empat Himne). (g). Dasabhumivibhasa-Sastra. (h). Ratnavali. (i). Pratiyasamutpadahrdaya. (j). Vigrahavyavartani.

Terdapat tiga teks penting karya Nagarjuna yang ditemukan dalam bahasa Cina, dan yang telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam tradisi Madhyamika Cina serta aliran-aliran seperti Tanah Suci, Sukhavati.

Ketiga teks tersebut adalah: (a) Mahaprajnaparamita-sastra; Penjelasan Tentang (Sutra) Kesempurnaan Kebijaksanaan. (b) Dasabhumivibhasa-Sastra; Penjelasan tentang Pencerahan melalui Sepuluh Tahapan Bodhisattva, dan (c) Dvadasadvara-Sastra; Penjelasan tentang Duabelas Rangkaian Pintu-masuk.

Nagarjuna dalam karya-karyanya tersebut mengulas Prajnaparamita Sutra serta memberikan peranan sentral terhadap gagasan mengenai kekosongan (Sunyata). Menurutnya, penyadaran spiritual yang terdalam memerlukan pengalaman bahwa segala sesuatu yang ada adalah kosong (sunya).

Prajnaparamita Sutra yang menjadi sumber aliran Madhyamika adalah sutra tentang kebijaksanaan sempurna, yang meliputi: (a) Astasahasrika, (b). Satasahasrika, (c). Pancavimsatisahasrika, (d). Astadasasahasrika, (e). Hrdaya Sutra, dan (f). Vajracchedika Sutra. Risalah yang ketiga, bila digabung dengan Karika dan dengan Catuh Sasaka karya Arya Deva, merupakan tiga-risalah yang menjadi sumber atau garis keturunan Madhyamika di Asia Timur; San-lun di Cina, atau Sanron-Shu di Jepang.

 

Wawasan Terang Prajna dalam Dunia Empiris

Sebagai filsuf besar Buddhis, Nagarjuna dengan aliran Madhyamikanya juga menganjurkan untuk tiada henti melakukan kebajikan-kebajikan pribadi seperti penghormatan terhadap peninggalan-peninggalan Sang Buddha, kasih sayang terhadap makhluk-makhluk menderita, kepatuhan terhadap moral.

Nagarjuna juga menekankan agar selalu melakukan pengembangan sikap yang mendukung Prajna yakni wawasan terang prajna baik dalam kehidupan individual maupun dunia kehidupan, seperti seperti ketenangan, ketidaktakutan, ketidak-terikatan, dan sikap bersahabat.

Wawasan terang Prajna dalam pemahaman dan penghargaan yang positif terhadap dunia empiris. Wawasan ini seperti tercermin dalam pergaulan dengan ilmu pengetahuan dan perwujudan komunitas hidup bersama yang membawa kedamaian, ketentraman, dan kesejahteraan.

Wawasan terang tertinggi juga bukan dualisme Nirvana dan Samsara melainkan dalam cita-cita Bodhisattva dengan penyadaran terus menerus atas ketidak-berintian (nisvabhava) segala sesuatu. Serta dalam keterlibatan berbagai tindakan yang membebaskan makhluk dari segala bentuk penderitaan. (JP) ***

 

BAGI PARA PEMBACA YANG MAU MEMBANTU OPERASIONAL SETANGKAIDUPA.COM BISA MELALUI REK. BANK BRI KCP CIPULIR RADIO DALAM 086801018179534 AN. MAJAPUTERA KARNIAWAN. MOHON MENGIRIMKAN KONFIRMASI DANA KE WHATSAPP NOMOR 089678975279 (MAJA).

 

Sumber gambar: https://www.lionsroar.com/buddhism/nagarjuna/

error: Content is protected !!
Butuh bantuan?