Oleh: Arya Whisnu Karniawan, M. Pd.
Ada hal yang menarik ketika saya sedang menonton suatu reels di Facebook. Saat itu, saya sedang menonton cuplikan film Sheldon Cooper, dimana karakter Mary Cooper yang resah karena mengetahui cucunya akan dibaptis secara Gereja Katholik. Mary pun segera memanggil Pastor Jeff agar cucunya dapat segera dibaptis secara Gereja Baptis. Namun, ketika sang cucu sedang dibaptis di wastafel, aksi mereka dilihat oleh Missy, puterinya Mary. Missy pun bertanya kepada ibunya, ‘Apa yang sedang terjadi di sini?’
Ibunya kemudian berkata, ‘Hanya mencuci rambut CeeCee’. ‘Bersama Pastor Jeff?’ Seraya Missy membalas, dan saat itulah Pastor Jeff mengatakan: ‘It takes a village.’ Saya pun menjadi penasaran dengan apa yang dimaksud? Apa maksudnya butuh satu kampung untuk mencuci rambut seorang bayi?
Ternyata ‘It takes a village’ atau ‘Butuh orang sekampung’ adalah sebuah pepatah barat yang berarti seluruh masyarakat dalam satu komunitas harus memberikan dukungan, baik materi maupun moril, dan membangun interaksi yang positif kepada anak-anak agar mereka mendapatkan pengalaman dan tumbuh dalam lingkungan yang sehat dan aman.
Pepatah ini kemungkinan berasal dari beberapa budaya bangsa Afrika. Lebih jauh, di Afrika sendiri terdapat beberapa pepatah yang berhubungan dengan pepatah ini, di antaranya:
- Di Bunyoro, Uganda terdapat pepatah “Omwana takulila nju emoi” yang berarti ‘Seorang anak tidak tumbuh hanya di satu rumah saja.’
- Orang-orang Bahaya dari Tanzania memiliki pepatah “Omwana taba womoi” yang berarti ‘Seorang anak bukan milik satu orang tua atau rumah.’
- Orang-orang Kijita dari Tanzania memiliki pepatah “Omwana ni wa bhone” yang berarti ‘Terlepas dari orang tua kandungnya, pengasuhan seorang anak adalah tanggung-jawab masyarakat.’
- Orang-orang Swahili memiliki pepatah “Asiye funzwa na mamae hufunzwa na ulimwengu” yang berarti ‘Siapapun yang tidak diajarkan oleh ibunya, akan diajarkan oleh dunia.’
Nilai dalam pepatah-pepatah ini nampaknya masih sangat relevan hingga sekarang sehingga orang-orang barat mau mengadopsi nilai-nilai dalam pepatah-pepatah ini. Anak-anak sebagai generasi penerus suatu bangsa memang menjadi kunci dalam kemajuan suatu bangsa. Bangsa-bangsa yang menyadari hal yang penting ini tentunya akan berbenah untuk membangun kultur yang baik dalam mendukung tumbuh kembang generasi mereka di masa mendatang.
Terdapat bangsa-bangsa yang cukup sukses dalam membangun generasi penerus mereka, sebut saja China, Jepang, dan Singapura. Mereka yang awalnya miskin dan hancur akibat peperangan ataupun ditinggalkan perlahan berkembang menjadi suatu peradaban yang maju. Jika mereka bisa, lantas mengapa kita tidak dapat melakukannya?
Jika kita mau mengevaluasi kualitas pendidikan kita, sebenarnya banyak hal yang perlu kita benahi. Bagaimana kiranya kita bisa menciptakan lingkungan yang kondusif untuk tumbuh kembang anak-anak kita sementara kebiasaan-kebiasaan buruk masih menjamur? Saya sendiri sebagai pendidik dapat dengan mudah melihat keburukan-keburukan ini. Pola pikir medioker, sikap tidak peduli terhadap kualitas pendidikan, egoisme pribadi untuk memperkaya diri sendiri, cara mendidik yang toxic dalam mendidik anak. Tanpa kita sadari, anak-anak kita tumbuh dalam lingkungan yang sangat tidak mendukung mereka untuk bertumbuh kembang.
Lantas, apa yang perlu kita lakukan untuk mengubah semua ini? Tentunya ada banyak hal yang perlu dibenahi, baik dari lingkup kebijakan pendidikan yang mensejahterakan tenaga pendidik, menetapkan budaya meritokrasi dalam lembaga pendidikan, serta mencegah kapitalisme berkembang di institusi pendidikan. Tentunya ini merupakan PR besar bagi pemerintah kita. Dalam lingkup masyarakat, kita perlu berkolaborasi bersama untuk menciptakan lingkungan yang kondusif untuk tumbuh kembang anak-anak kita. Misalnya dengan menyediakan pendidikan minat bakat yang baik bagi anak-anak berbakat tertentu. Dalam ranah diri sendiri, kita semua perlu untuk setidaknya mengembangkan kemauan dan kesadaran untuk menjadi pribadi yang lebih peduli terhadap pendidikan anak-anak kita. Karena sejatinya, dengan melindungi orang lain, kita juga melindungi diri kita sendiri. Kita dapat melindungi generasi penerus kita dengan memiliki kesabaran dalam setiap tindakan kita, tidak mencelakai mereka, mengembangkan cinta kasih kepada mereka dan bersimpati atas kesuksesan mereka.
Dengan melaksanakan hal-hal ini, maka dapat diharapkan kita semua dapat menciptakan lingkungan yang kondusif untuk tumbuh kembang bagi generasi penerus bangsa ini. Dan pada akhirnya, dapat diharapkan, di masa depan, bangsa kita dapat bersaing dan tidak akan menjadi bangsa yang tertinggal.
BAGI PARA PEMBACA YANG MAU MEMBANTU OPERASIONAL SETANGKAIDUPA.COM BISA MELALUI REK. BANK BRI KCP CIPULIR RADIO DALAM 086801018179534 AN. MAJAPUTERA KARNIAWAN. MOHON MENGIRIMKAN KONFIRMASI DANA KE WHATSAPP NOMOR 089678975279 (MAJA).
Referensi:
https://www.youtube.com/watch?v=ixxnne6NvaQ. Diakses pada 29 Juni 2024.
https://en.wikipedia.org/wiki/It_takes_a_village. Diakses pada 29 Juni 2024.
https://suttacentral.net/sn47.19/id/anggara. Diakses pada 29 Juni 2024.
Foto: Dokumentasi pribadi.