Itadakimasu (いただき ます): Renungan Menghargai Makanan

Home » Artikel » Itadakimasu (いただき ます): Renungan Menghargai Makanan

Dilihat

Dilihat : 26 Kali

Pengunjung

  • 0
  • 55
  • 310
  • 55,380
Pic 9 Itadakimasu

Ditulis oleh: Gifari Andika Ferisqo (方诸德)

 

Setiap hari, kegiatan manusia adalah makan, tanpa makan manusia bisa mati. Itu adalah hukum alam, tidak ada manusia yang makan hanya tanpa berpikir, sedangkan manusia yang hanya makan tanpa berpikir bukanlah seperti manusia yang bermartabat atau lebih setara seperti binatang. Makan hanya karena naluri adalah kebiasaan binatang. Makanan dapat diperiksa secara mendalam dari sudut pandang filsafat. Nafsu makan adalah dorongan, satu komponen kepribadian manusia adalah nafsu. Manusia tidak manusiawi jika tidak memiliki nafsu. Nafsu adalah bagian dalam diri manusia yang mendorong untuk menginginkan sesuatu di dalam dan di luar diri mereka sendiri. Di luar dirinya sendiri, manusia mencari uang untuk membeli makanan; mereka harus mencari dan mendapatkan uang. Mencari uang ini adalah dorongan nafsu. Makananlah yang secara alami memberi manusia kekuatan untuk hidup dan menghasilkan energi, yaitu makan karena hasrat.

Jika nafsu makan itu tidak dikendali oleh nalar, makan dengan nalar berarti tidak hanya terdorong oleh nafsu saja. Nalar adalah bagian dari kepribadian manusia yang menimbang benar-salah, cukup-kurang, banyak-sedikit dari dorongan nafsu. Jika nafsu makan tidak dikendalikan oleh nalar, maka seseorang akan kegemukan atau terkena berbagai penyakit, baik kelebihan maupun kekurangan. Sehingga nafsu makan harus diatur oleh nalar.

 

Perenungan Terhadap Makanan

Kebanyakan orang pasti sudah mengenal kata “itadakimasu (いただきます), terutama bagi kita yang sering pergi ke restoran Jepang, dan orang Jepang sangat menghargai makanan. Itadakimasu (いただきます, re; kanji: 頂きます) merupakan bentuk kata kerja –masu (ます) yang berasal dari kata kerja godan (ごだん); itadaku (いただ, re; kanji: 頂く) yang dalam bahasa Indonesia kurang lebih berarti “menerima dengan rendah hati”. Sedangkan kata makan itu sendri dalam bahasa Jepang adalah “tabemasu (たべます, re; kanji: 食べます)” yang berasal dari kata kerja godan (ごだん); taberu (たべる,re; kanji: 食べる). Jadi kata itadakimasu (いただきますberasal dari sikap untuk menunjukkan rasa hormat.

Kata hormat tersebut merujuk pada kehidupan dari semua jenis bahan makanan, seperti daging, ikan, telur, sayuran, dan buah-buahan. Selain itu, kata itadakimasu (いただきます) juga digunakan untuk menunjukkan rasa hormat dan rasa terima kasih kepada mereka yang telah menanam dan memanen bahan makanan tersebut serta kepada mereka yang telah menyediakan dan menyiapkannya.

Belum diketahui secara pasti sejak kapan kata itadakimasu (いただきます) pertama kali digunakan. Namun, sepertinya kata itadakimasu (いただきます) telah digunakan sejak tahun 1930-an dikarenakan pada tahun 1934, ada salah satu cerita anak karya Nishikawa Fumiko (にいしかわふみこ, re; kanji: 西川 文子) yang menuliskan tentang ini.

 

Teks asli:

御飯はいたゞきますで始め、ごちさうさまで終わりまぜう。

Romaji (ろまじ):

Gohan wa itadakimasu de hajime, gochisausama de owari mazeu.

Terjemahan:

Marilah memulai makan dengan itadakimasu (いただきます) dan diselesaikan dengan gochisōsama (ごちそうさま, re; kanji: 御馳走様).

 

Kata gochisōsama (ごちそうさま, re; kanji: 御馳走様) sering diucapkan oleh orang Jepang setelah menyantap makanan.

Jika diperhatikan dari kanjinya satu per satu, kata ini terdiri dari:

  • 御 (go): Kata ini merupakan imbuhan depan yang digunakan untuk mengubah suatu kata menjadi bentuk hormat. Kata ini digunakan sebagai bentuk rasa hormat dan juga kesopanan.
  • 馳走 (chisо̄): Kata ini terdiri dari dua huruf kanji, yaitu 馳 (chi/ha.seru) dan 走 (sо̄/hashi.ru). Kanji 馳 memiliki arti ‘terburu-buru’ atau bisa juga berarti ‘berpergian jarak jauh dengan kendaraan’. Sedangkan kanji 走 memiliki arti ‘berlari’. Bila dilihat dari kamus bahasa Jepang, gabungan kanji 馳走 (chisо̄) memiliki arti:
    • Menjamu tamu dengan memasak dan menghidangkan makanan.
    • Berlarian (kesana-kemari).
  • 様 (sama): Kata ini memiliki banyak arti, dan salah satu arti yang paling umum adalah sebagai imbuhan belakang yang menunjukkan rasa hormat dan juga kesopanan. Imbuhan belakang ini digunakan setelah kata benda dan tidak memiliki terjemahan secara langsung. –Sama (berperan sebagai pengganti kata kerja –desu (です).

Sehingga bisa dikatakan bahwa kata gochisо̄sama (ごちそうさま, re; kanji: 御馳走様memiliki pandangan filsafat sebagai ‘pengorbanan dari orang-orang yang berlari kesana-kemari hanya untuk memasak dan menghidangkan makanan untuk tamu’.

Selain itu, filsafat ini digunakan oleh orang Jepang sebagai bentuk penghormatan, mengingat itadakimasu (いただきます), yang merupakan rasa hormat dan rasa terima kasih kepada mereka yang telah menanam dan memanen bahan makanan, dan gochisōsama (ごちそうさま, re; kanji: 御馳走様), merupakan rasa hormat kepada mereka yang telah memasak dan menghidangkan makanan.

Kata gochisо̄sama (ごちそうさま, re; kanji: 御馳走様) sendiri tidak memiliki terjemahan secara langsung, kata ini kurang lebih memiliki arti ‘terima kasih untuk makanannya’. Sedangkan kata itadakimasu (いただきます) yang diucapkan sebelum menyantap makanan memiliki arti ‘saya dengan rendah hati menerimanya‘. Sejauh ini, kata itadakimasu (いただきます) bisa digunakan untuk sebelum menyantap makanan, sedangkan untuk kata gochisо̄sama (ごちそうさま, re; kanji: 御馳走様) adalah bentuk rasa terima kasih untuk pengorbanan orang-orang yang telah menghidangkan makanan yang diucapkan setelah menyantap makanan.

 

Konklusi

Orang Jepang mungkin sangat menghargai makanan karena mereka menghargai pengorbanan orang-orang yang telah menanam sayuran, dan buah-buahan, serta para binatang yang telah mengorbankan diri untuk diambil dagingnya, atau dipanen telurnya. Dalam konteks filsafat, kata itadakimasu (いただきます) dan gochisо̄sama (ごちそうさま, re; kanji: 御馳走様)  dianggap sebagai simbol pengorbanan dari mereka yang telah menanam, memanen, memasak, dan menghidangkan makanan, dan tentunya secara tidak langsung sangat menghargai profesi petani. Lalu, menurut filsafat Shintō (しんとう, re; kanji: 神道), para dewa, juga dikenal sebagai kamisama (かみさま, re; kanji: 神様), dapat ditemukan di mana pun. Jadi, bukan hanya menghargai makanan, tetapi juga merawat dan menjaga semua makanan dengan baik, termasuk makanan yang diberikan oleh lingkungan atau alam. Makanan yang baik tidak akan didapatkan jika tidak dijaga.

Dapat disimpulkan itadakimasu (いただきます) adalah merenungkan kembali alasan makan adalah bukan untuk kesenangan, bukan untuk memabukkan, bukan untuk menggemukkan badan, atau untuk memperindah diri; tetapi untuk mempertahankan tubuh, mengurangi rasa lapar, dan membantu menjalani kehidupan yang baik. Serta menghilangkan perasaan lapar dan tidak menciptakan perasaan baru. Oleh karena itu, tubuh akan aman dari gangguan dan dapat hidup dengan tenang.

Makan bukan sekedar makan, tetapi makan itu menjaga martabat diri. Makan sebagai bentuk untuk tahu berterima kasih bahwa diri in masih dapat makan. Inilah fisafat makan yang mana makan sesuai nafsu yang terukur. Makan sesuai nalar yang jernih, dan makan sesuai naluri yang penuh perasaan.

 

BAGI PARA PEMBACA YANG MAU MEMBANTU OPERASIONAL SETANGKAIDUPA.COM BISA MELALUI REK. BANK BRI KCP CIPULIR RADIO DALAM 086801018179534 AN. MAJAPUTERA KARNIAWAN. MOHON MENGIRIMKAN KONFIRMASI DANA KE WHATSAPP NOMOR 089678975279 (MAJA).

 

Daftar Pustaka

  • Mizutani, Osamu, et al. 2001. Nihonjijo Handbook. Tokyo: Taishukan.
  • Ogden, Jane. 2010. The Psychology of Eating from Healthy to Disordered. Sussex: Wiley-Blackwell.
  • Hisamatsu, Shin’ichi. 1974. Zen And the Fine Arts. Tokyo. Kodansha International, Ltd.
  • sumber gambar: https://www.foodiesfeed.com/wp-content/uploads/2023/09/japanese-family-over-a-meal.jpg

 

error: Content is protected !!
Butuh bantuan?