Oleh: Majaputera Karniawan 謝偉強
A. Jalan Masuk Menuju Keberhasilan Dharma
Sang Buddha adalah manusia yang luar biasa, tetapi Buddha yang luar biasa itu juga manusia. Semua pernah mengalami masa-masa di mana menjadi versi ternakal dari dirinya (lihat Jataka Attkatha 318, Kanavera Jataka), juga berusaha menjadi versi terbaik dari dirinya sendiri. Siapapun pernah menjadi nakal sekalipun ia rohaniawan yang perilakunya rohani dan bahkan tidak mengakui pernah nakal.
Bagi kita mahluk yang masih berlatih dan berusaha merealisasi ajaran Buddha akan kesucian batin (Sekkhapugala) masih banyak mengalami berbagai kekotoran batin diri sendiri yang perlu dieliminasi dan diperbaiki. Semua para Bodhisattva, seperti Kwan Im Phu Sat (Avalokitesvara Bodhisattva) atau Tee Cong Ong Pho Sat (Ksitigarbha Bodhisattva) punya ikrar agung (Mahapranidhana) untuk menolong semua mahluk dari samsara ini.
Ambil contoh Hyang Ksitigarbha yang terus menerus dengan tekun, dengan kesaktian luar biasanya terus memberikan bimbingan kepada segenap mahluk meskipun dengan berbagai bentuk penjelmaan ataupun entitas yang diperintahkan untuk membantu mahluk-mahluk yang tersesat dari jalan Dharma, sekalipun masih ada di antara mereka yang masih bersikap jahat tetapi diupayakan agar terus berada di jalan Dharma (Lihat Ksitigarbha Purva Pranidhana Sutra Bab 2).
Hakikatnya, semua mahluk memiliki potensi benih keBuddha-han (Bodhicitta), maka bisa di bilang dalam sudut pandang Buddhisme Mahayana, semua mahluk adalah Bodhisattva. Hanya saja semua mahluk memiliki KEHENDAK BEBAS menentukan garis kehidupannya akan menjadi seperti apa. Kalau bibit Bodhisattva itu dirawat dan tumbuh subur dalam diri kita, maka kita akan memiliki tekad agung untuk terus berlatih Buddha-Dharma sebagai sarana menyelamatkan diri sendiri dan mahluk lain dari lingkaran samsara. Para Hyang Bodhisattva luhur mendapatkan gelar mahluk agung (Mahasattva) karena mereka sendiri setelah mempelajari dan mempraktikan ajaran Buddha, memiliki tekad agung untuk meringankan penderitaan banyak makhluk serta memberikan manfaat bagi para dewa dan manusia (Lihat Saddharmapundarika Sutra Bab 3). Tetapi jangan lupa untuk memulai latihan pemurnian membangun Bodhicitta kita perlu melakukan langkah awal yaitu pertobatan.
B. Borobudur Sebagai Tempat Tobat Favorit
Candi Borobudur adalah mandala (kosmogram Buddhis yang dipakai untuk tujuan meditasi, visualisasi, atau inisiasi) berukuran besar, bisa dibilang Maha-Mandala (Borobudurpedia, 2018). Mandala besar inilah yang bisa dimanfaatkan sebagai tempat untuk melatih diri bagi setiap umat Buddha, apapun tradisi yang dianutnya. Selain memiliki nilai sejarah, borobudur dengan maha mandala dan maha stupa yang dimilikinya menjadi nilai tambah tersendiri bagi umat Buddha.
Bisa di bilang, sebenarnya anda tidak perlu membangun altar lagi, karena borobudur adalah Maha Mandala, itulah yang menjadi Maha Cetiya untuk dapat dimanfaatkan memberikan penghormatan kepada Tiratana. Cetiya adalah segala bentuk objek pujaan (penghormatan) yang dipuja/dihormati untuk tujuan-tujuan spiritual, dalam konteks Buddhis yang dimaksud cetiya adalah objek puja dapat merepresentasikan Sang Buddha (Dhammadhiro, 2012: 3, 5). Borobudur adalah altar yang sudah disediakan leluhur Buddhis kita untuk digunakan bersama-sama sebagai tempat melaksanakan puja, bermeditasi, pradaksina, pertobatan, dan sebagainya aktivitas ritual peribadatan Buddha, khususnya Buddhisme mahayana dan tantrayana yang mana berkembang di Nusantara masa lalu.
Apapun latar belakang tradisi, majelis, dan organisasinya memiliki hak yang sama dalam memakai Borobudur sebagai tempat praktik Buddha-Dharma. Justru para pendahulu akan senang jika Borobudur bisa bermanfaat bagi kemaslahatan umat Buddhis secara luas. Akan banyak aspirasi-aspirasi baik yang tumbuh di sana, bayangkan saja! Sudah tidak terhitung lagi sejak jaman dahulu orang-orang yang semakin kuat keyakinan dan tumbuh dalam Dharma berkat kehadirat Maha Mandala Candi Borobudur ini. Bahkan tidak menutup kemungkinan dahulunya Borobudur dipakai sebagai tempat tobat favorit karena ajaran pertobatan cukup populer di kalangan Mahayana. Maka sebaiknya apapun tradisi Buddhisnya tidak perlu ragu dan tidak saling mengokupasi dalam memanfaatkan Borobudur sebagai tempat berpraktik Dharma serta beribadah kepada Hyang Triratna, Buddha Dharma dan Sangha.
C. Kenapa Sih Tobat Aja Sampai Ke Borobudur?
Samvegga dapat diartikan sebagai rasa keterdesakan, rasa urgensi kita untuk praktik Dharma (DUBD, 2020). Samvegga dapat timbul jika kita melihat tempat atau peristiwa yang karena kehadirannya mampu membangkitkan rasa keterdesakan spiritual untuk praktik Dharma. Sebagai contoh Bodhisattva ketika melihat empat peristiwa (orang tua, orang sakit, orang meninggal, dan seorang petapa, red) rasa samvegga bisa muncul dalam diri beliau.
Kadang bisa juga samvegga itu muncul berkat impresi seseorang terhadap satu objek agung yang mampu menggetarkan diri seseorang akan keagungan Triratna dan mendesak seseorang agar semakin tumbuh keyakinan dan segera praktik Dharma. Misalnya melihat kota Kushinagara/Kusinara, tempat di mana Sang Buddha mencapai Maha Parinirvana.
Samvegga juga bisa muncul dengan seseorang datang ke Borobudur, apalagi jika dikondisikan dengan aktivitas ritual pertobatan seperti San Bu Yi Bai/Sam Po It Pai 三步一拜 (Tiga langkah berjalan lalu satu langkah bersujud sambil menyebutkan nama Bodhisattva atau Buddha). Praktik ini untuk melepaskan tiga pikiran (Masa lalu sudah lewat dan tidak dapat digenggam; Saat ini pun akan menjadi masa lalu dan juga tidak bisa digenggam; Masa depan belum tersedia dan tentu saja tidak bisa pula digenggam) dan menghilangkan empat bentuk karakteristik (1. Setiap orang memiliki ego, mengenali ini adalah bentuk ego; 2. Ketika kita melihat seseorang, kita memunculkan bentuk pikiran bahwa ini manusia; 3. Ketika buah pikir muncul dalam pikiran kita, kita menghasilkan wujud-wujud dalam pikiran kita; 4. Kesinambungan buah pikir ini melalui waktu memunculkan bentuk waktu).
Manfaat dari ritual yang terkesan tidak masuk akal ini adalah sebagai sarana meruntuhkan dan mengurangi ego diri, memurnikan pikiran, serta mengurangi rintangan di sepanjang jalan spiritual. Saat seseorang menyesali perbuatan buruk masa lalu dan bercita-cita menuju perkembangan spiritual, dapat diharapkan kemajuan dalam praktik Dharma yang dilakukannya (Ksantica, 2018).
Dengan melakukan pertobatan inilah kehidupan murni dalam praktik Dharma seseorang kembali dimulai. Maka jalan tobat seorang Bodhisattva di Borobudur bisa menjadi bagian dari awal perubahan besar dalam hidup sang Bodhisattva tersebut. Andakah salah satu dari Bodhisattva itu? Sangat disayangkan jika kita sebagai umat Buddha memiliki Borobudur yang begitu megah tetapi tidak dimanfaatkan guna perbaikan kultivasi batin kita, bukan?
Daftar Pustaka:
Borobudurpedia. 2018. Mandala. http://borobudurpedia.id/mandala/. Diakses Mei 2022
Dhammadhiro, Bhikkhu. 2012. Buddharupa Bagaimana Buddhis Menyikapi Objek Pujaan. Yayasan Sammasayambhu.
Wijaya, Johan. 2009. Suttapitaka Khuddakanikaya Jataka Vol.III. Medan. Indonesia Tipitaka Center.
Tanpa Tahun. Saddharmapundarika sutra. Tanpa Penerbit.
Tanpa Tahun. Ksitigarbha purva pranidhana sutra. Tanpa Penerbit
Lions of Bluesky. 2020. Digital Universal Buddhist Dictionary. V.3.0.0. Diakses melalui aplikasi Android pada Mei 2022.
Ksantica. 2018. 84.000 Metode Telah Buddha Ajarkan. https://plumvillage.or.id/tag/bersujud/. Diakses Mei 2022