Kontributor: Joshua Huang (Joe Zinkla), Maret 2022
Editor: Majaputera Karniawan
Di Singaraja, Buleleng – Bali, tepatnya pada 13 November 2016, Saya menyambangi seorang ketua Yayasan Kedukaan TRI SUCI guna memberitahu adanya makam Kongco Lie Chang, leluhur yang terlupakan dan tidak diketahui oleh masyarakat Tionghoa Buleleng bahwa makam itu merupakan makam salah seorang tokoh yang membawa Kimsin (rupang atau arca) Kongco Seng Hong Ya (Cheng Huang Ye 城隍爺) dari Manchuria (Manzhou 滿州) ke Singaraja, Bali. Makam tersebut terletak di depan parkir motor Kelenteng yang ada di pemakaman Tionghoa Banyu Asri (Pantai Lingga).
Saya meminta ijin agar kiranya saya diperbolehkan untuk membersihkan makam Kongco Lie Chang dan mendokumentasikannya. Bilamana semua ini selesai saya akan segera melaporkannya kepada Ketua Yayasan Kedukaan Tri Suci Singaraja. Syukur kepada Huang Tian Shang Di 皇天上帝 dan para Sin Beng 神明 saya sudah menyelesaikan apa yang harus saya selesaikan, dan sudah saya laporkan kepada Ketua Yayasan Kedukaan TRI SUCI Singaraja. (Catatan editor: Barulah pada 10 Maret 2022, dilakukan publikasi ulang lewat setangkaidupa.com dengan penyempurnaan translasi dan pelengkapan data sekunder).
Berdasarkan hasil pembacaan Bongpay 墓碑 (Nisan Kuburan), diketahui almarhum berkampung halaman asal di Kabupaten Eng Chun (Yong Chun 永春), Provinsi Hokkian (Fujian 福建), Tiongkok. Nama almarhum adalah Lie Chang/Lie Cheng (Li Qiang 李鎗), bongpay bertarikh era dinasti Qing 清rezim Guangxu tahun ke 26 光緒廿六年 yang jika dikonversi ke tahun Masehi menjadi 1875 + 26 = 1901 Masehi, dan memiliki seorang anak bernama Lie Ie Seng/Lie Ia Seng (Li Yi Sheng李亦生).
Jasa besar beliau semasa hidupnya membawa Kimsin 金神(Arca/rupang) Kongco Seng Hong Ya ke Singaraja, berdasarkan wawancara dengan Alm. Kong Maxi, diketahui alm. Kongco Lie Chang bersama-sama dengan alm. Kongco Lie Ho membawa kimsin Kongco Seng Hong Ya dari Manchuria ke Singaraja. Alm. Kongco Lie Ho dikebumikan di Komplek Pemakaman Keluarga Kapitein Titulair der Chinezen Lie Eng Tjie, di Kayu Buntil, Singaraja, Bali. Kimsin yang beliau berdua bawa inilah yang saat ini menjadi tuan rumah dari Kelenteng T.I.T.D. Seng Hong Bio 城隍廟, Singaraja, Buleleng, Bali.
Pada mulanya Kelenteng Seng Hong Bio adalah kelenteng milik keluarga Kapitein Titulair der Chinezen Lie Eng Tjie yang semula berlokasi di Kampung Tinggi, Singaraja, Bali. Di kemudian hari kelenteng tersebut diserahkan kepada masyarakat Tionghoa Singaraja di bawah naungan T.I.T.D (Tempat Ibadah Tri Dharma), dan pada akhirnya dipindahkan ke daerah Tambak (lokasi saat ini) yang kini berada di pinggir Pelabuhan Buleleng, tepatnya di Jalan Pulau Flores No.1, Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng, Bali 81113.
(Foto Kelenteng Seng Hong Bio Singaraja dan Altar tuan rumah Kongco Seng Hong Ya. Edi, 2015)
Siapakah sesungguhnya Seng Hong Ya? Beliau dikenal sebagai dewa pelindung kota (jabatannya kira-kira setingkat gubernur). Panggilan beliau cukup banyak, yang populer adalah Seng Hong Kong (Cheng Huang Gong 城隍公, kakek pelindung kota), Seng Hong Ya (Cheng Huang Ye城隍爺, datuk pelindung kota), dan Seng Hong Lo Ya (Cheng Huang Lao Ye 城隍老爺, datuk sesepuh pelindung kota).
Sebenarnya kata Cheng Huang/Seng Hong 城隍 secara harfiah berarti parit pelindung benteng kota. Pemujaannya berasal dari pemujaan Shui Yong Shen (dewa pengawas saluran air, salah satu dari delapan dewa pelindung tanaman pangan/Ba Zha Shen) di era kaisar Yao (2357 – 2258 SM). Baru kemudian kultus dewa Seng Hong lebih popular di era Sam Kok (Tiga kerajaan, 221 – 265 Masehi) di negeri Wu (Gouw — Hokkian), dan mulai dipuja tersendiri lepas dari Ba Zha Shen dengan didirikan Cheng Huang Miao (Seng Hong Bio, Kuil dewa Kota) yang pertama kali.
Pada masa Dinasti Qing (1644-1911) setiap kantor pemerintahan baik sipil maupun militer harus memiliki altar dewa Cheng Huang Ye/Seng Hong Ya di dekatnya, karena diyakini meski mereka memerintah di dunia nyata (Yang), Cheng Huang Ye juga memerintah di dunia roh/arwah (Yin) sehingga para pejabat diharuskan menghormatinya terlebih setiap Ce It (tanggal 1 Lunar) dan Cap Go (tanggal 15 Lunar). Tugas dewa ini adalah menjaga dan melindungi kota, serta menjadi otoritas berwenang di dunia arwah dalam tingkat kota. Termasuk berwenang sebagai peradilan arwah tingkat dasar, diyakini setelah seseorang meninggal arwahnya akan dibawa menghadap Seng Hong Ya sebelum akhirnya memasuki peradilan dunia bawah oleh Dong Yue Da Di 東嶽大帝 (Setiawan, 1990: 128-130).
Ia menerima laporan rutin dari para dewa Tu Ti Gong (dewa tanah lokal) tentang bagaimana kondisi manusia dan alam sekitar dan menjadi bagian penting dalam birokrasi langit di tingkat kedaerahan. Jabatan seorang Seng Hong Ya bersifat temporer, dalam artian bisa tergantikan dan biasanya yang menjabat sebagai Seng Hong Ya adalah figur manusia yang sangat berjasa dan banyak timbunan kebajikan dalam dirinya (Setiawan, 1990: 111). Tugas lainnya selain peradilan dasar adalah merawat arwah yang tidak terawat di satu kota, melindungi kota dari gangguan bahaya dan penyakit, serta menjadi tempat berkaul/bersumpah bilamana ada satu perkara yang tidak dapat diselesaikan lewat hukum dunia.
Diyakini para manusia yang semasa hidupnya suka berbuat hal-hal yang tidak baik, tidak akan lolos dari hukuman, pertama ketika baru meninggal, arwahnya akan dibawa menghadap Seng Hong Ya/Seng Hong Lo Ya, kemudian peradilan ulangan oleh Dong Yue Da Di, yang kemudian menjebloskannya ke dalam neraka ke-18. Sedangkan pengawal-pengawal disamping Dong Yue Da Di yaitu Niu Tou (Kepala Kerbau) dan Ma Mian (Muka Kuda) pasti akan membuat orang-orang ingin berbuat jahat berpikir dahulu 1.000 kali (Setiawan, 1990: 105).
Harapan saya secara pribadi, semoga kelak makam Kongco Lie Chang bisa menjadi salah satu destinasi ziarah makam di Bali seperti makam wali tujuh The Kwan Lie yang ada di Labuan Aji. Mengingat peran dan jasa beliau termasuk sangat penting dan berjasa bagi perkembangan kepercayaan Kelenteng Seng Hong Bio yang kini menjadi kultur kebudayaan Tionghoa di Singaraja, Bali.
***
Daftar Pustaka
Setiawan, E (Kwa Tong Hay). 1990. Dewa Dewi Kelenteng. Gedung Batu – Semarang. Yayasan Kelenteng Sam Poo Kong.
Edi. 2015. TITD Seng Hong Bio, Singaraja – Bali. http://tradisitridharma.blogspot.com/2015/01/titd-seng-hong-bio-singaraja-bali.html. Diakses Maret 2022.