Kehendak Bebas Hanya Ilusi

Home » Artikel » Kehendak Bebas Hanya Ilusi

Dilihat

Dilihat : 59 Kali

Pengunjung

  • 1
  • 70
  • 115
  • 62,199
Pic 5 Kehendak Bebas

Oleh: Rayno Praditya

 

Dalam sebuah eksperimen yang dilakukan oleh CS Soon, John-Dylan Haynes et al yang termuat dalam jurnal neurosains yang berjudul, “Unconscious determinants of free decisions in the human brain“, para subyek eksperimen dipindai otaknya sambil menatap layar yang memunculkan gambar secara bergantian huruf-huruf acak. Kemudian para subyek eksperimen diminta untuk menekan tombol yang disediakan menggunakan salah satu jari telunjuk kanan atau kiri saat timbul keinginan dalam pikiran mereka untuk menekan tombol tersebut dan mengingat huruf apa yang muncul di layar saat keinginan untuk menekan tombol tersebut muncul. Pada eksperimen ini otak subyek eksperimen dipindai dengan fMRI (functional Magnetic Resonance Imaging) untuk mengetahui secara langsung aktivitas otak mereka saat mereka memilih untuk menggunakan jari mereka.

Para peneliti menemukan bahwa terdapat pola aktivitas otak pada bagian korteks prefrontal dan parietal yang terbentuk 10 detik sebelum keinginan untuk memilih jari mana yang akan gunakan muncul dalam kesadaran si subyek eksperimen. Lalu pola aktifitas di otak ini juga telah digunakan untuk memprediksi dengan cukup akurat jari mana yang nantinya akan dipilih untuk digunakan oleh subyek eksperimen berikutnya. Si subyek merasa punya kehendak bebas untuk memilih jari mana yang akan ia gunakan namun pada kenyataannya tidak demikian, karena otak si subyek sudah menyiapkan pilihan yang akan diambil oleh si subyek tanpa disadari si subyek jauh sebelum subyek ingin menggunakan kehendaknya. Ini salah satu eksperimen neurosains yang membuktikan bahwa kehendak bebas hanyalah ilusi.

Kalaupun kita tidak setuju materialisme reduktif dan menganut pandangan dualisme yaitu adanya jiwa/atman/mind yang eksis secara independen dari tubuh/materi, kehendak bebaspun tidak bisa kita temukan. (Buddhisme tidak terpengaruh oleh problem berikut di bawah ini karena buddhisme dengan prinsip sunyata/interdependensi-nya berpandangan tidak ada diri maupun kehendak bebas yang sungguh eksis secara inheren. Begitu juga penganut samkhya atau adwaita wedanta, mereka berpandangan bahwa purusa/atman/brahman hanyalah pengamat/observer, bukan pelaku/doer, jadi memang atman/purusha bagi mereka tidak punya kehendak bebas).

Jika kita menganalisa kehendak kita maka kita tidak bisa menemukan adanya kehendak bebas. Jika dikatakan kita ingin melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dikarenakan suatu sebab maka sebab inipun tentu merupakan akibat dari sebab sebelumnya dan begitu juga seterusnya. Jika terus kita tarik mundur maka kita akan sadar bahwa kita tidak bisa mengatur sebab-sebab tersebut sehingga kita sesungguhnya tidak mempunyai kehendak bebas. Namun jika dikatakan pikiran/keinginan untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu secara spontan muncul dalam kesadaran kita yaitu independen dari semua sebab yang ada, maka kitapun menjadi bukan penyebab dari pilihan kita dan ini juga menunjukkan ketiadaan kehendak bebas.

Kita bahkan tidak mampu untuk memunculkan ataupun tidak memunculkan keinginan yang sederhana seperti keinginan untuk minum kopi. Bayangkan diri kita baru saja bangun tidur di pagi hari. Kita lalu ingin segera minum kopi. Sekarang pertanyaannya adalah: munculnya keinginan minum kopi ini atas dasar kendali perintah kita atau bukan? Kalau munculnya keinginan minum kopi ini atas dasar kendali kita, maka harusnya kita bisa juga memunculkan keinginan untuk ingin minum kopi. Kalau keinginan untuk ingin minum kopi ini munculnya atas dasar perintah kita, maka kita harusnya bisa juga memunculkan keinginan untuk ingin, ingin, dan ingin minum kopi dan seterusnya (ad infinitum) sampai-sampai kita tidak pernah bisa memulai untuk minum kopi. Kenyataanya tidaklah demikian, sehingga kita harus menerima kenyataan bahwa keinginan minum kopi ini munculnya di luar kendali kita atau dengan kata lain muncul secara spontan. Namun jika keinginan minum kopi ini muncul secara spontan, bagaimana bisa dikatakan bahwa kita mempunyai kehendak bebas?

Selanjutnya, misalkan saya dihadirkan pada 2 pilihan minuman untuk saya pesan, yaitu es teh atau kopi, saya akan memilih es teh karena saya lebih suka es teh daripada kopi. Pertanyaanya: mengapa saya lebih suka es teh ketimbang kopi? Kesukaan saya pada es teh adalah hasil rangkaian sebab-akibat yang telah terjadi sebelumnya yang tidak diketahui awalnya, yang jelas ada di luar kendali saya. Ini menunjukkan bahwa saya tidak punya kehendak bebas.

Misalkan saya akhirnya memilih kopi meski saya tidak suka kopi karena saya ingin menunjukkan bahwa saya tidak tunduk pada keinginan saya semata karena saya mempunyai kehendak bebas, pertanyaan di atas tidak hilang namun hanya berubah menjadi:

Mengapa keinginan saya untuk membuktikan bahwa saya memiliki kehendak bebas dengan cara memilih kopi lebih besar daripada keinginan saya untuk tetap minum es teh?

 

BAGI PARA PEMBACA YANG MAU MEMBANTU OPERASIONAL SETANGKAIDUPA.COM BISA MELALUI REK. BANK BRI KCP CIPULIR RADIO DALAM 086801018179534 AN. MAJAPUTERA KARNIAWAN. MOHON MENGIRIMKAN KONFIRMASI DANA KE WHATSAPP NOMOR 089678975279 (MAJA).

 

Daftar Pustaka:

Soon CS, Brass M, Heinze HJ, Haynes JD. Unconscious determinants of free decisions in the human brain. Nat Neurosci. 2008 May;11(5):543-5. doi: 10.1038/nn.2112. Epub 2008 Apr 13. PMID: 18408715. Diakses 2 Oktober 2024.

Gambar: SofiaV/Shutterstock.com

error: Content is protected !!
Butuh bantuan?