Oleh: Jo Priastana
“When you get free from views and words,
reality reveals itself to you and that is Nirvana”
(Thich Nhat Hanh, Zen Master)
Menyelami makna istilah sunyata (kekosongan) sukar dipisahkan dari filsafat Madhyamika atau aliran Sunyavada dengan tokohnya Nagarjuna. Kita dapat menyelami sunyata melalui Prof. Dr. T.R.V. Murti dalam bukunya “The Central Philosophy of Buddhism (A Study of The Madhyamika System)”, (London, 1980). Sebuah buku klasik dan representatif tentang filsafat Madhyamika atau filsafat Jalan Tengah sebagai jalan moderasi Buddhadharma dalam mengatasi jebakan dogmatisme, kutub-kutub pemikiran ekstrem.
Dalam buku tersebut, Prof Dr. T.R.V. Murti menyatakan bahwa setelah Pari-Nirvana Sang Buddha, perkembangan agama Buddha secara filosofis di India dapat dibagi menjadi tiga bagian masa, aliran atau paham: Realistis, Sunyavada, dan Yogacara. Filsafat Madhyamika yang dipelopori oleh Nagarjuna mencetuskan istilah sunyavada, sebagai jalan tengah, madhyama-pratipad dan memunculkan gerakan Mahayana.
Filsuf Buddhis terbesar, Nagarjuna dalam filsafat Madhyamika-nya itu, mengembangkan suatu cara yakni suatu praktik spiritual yang bersifat radikal dengan menyatakan bahwa segala sesuatu yang ada tidak memiliki realitas absolut (sunya = kosong). Apabila orang telah mencapai penyadaran kekosongan ini, maka ia identik dengan tumbuhnya prajna (kebijaksanaan). Prajna inilah yang menjadikan hidup dalam kekinian, dan kekinian tidak lain adalah Nibbana (Buddhadasa).
Jalan Tengah Madhyamika
Kekosongan atau emptiness adalah keijaksanaan yang bebas dari semua pemikiran atau konsep yang cenderung memperbedakan atau pemikiran yang bersifat dualisme. Jalan tengah yang mengatasi segala pemikiran yang sifatnya dualisme, bebas dari kutub-kutub ekstrem yang berarti pula berada dalam jalan mencapai pencerahan, prajna pandangan terang dalam mencapai tingkat Kebuddhaan.
Landasan filosofis jalan tengah madhyamika ini pun mempengaruhi etika dan mensupport pelaksanaan cita-cita kehidupan siswa. Tidak lagi semata-mata demi pembebasan diri sendiri dari kelahiran kembali dan penderitaan (klesavarana) tetapi menuju kepada pencapaian kebuddhaan yang sempurna dengan menyingkirkan ketidaktahuan yang menutupi kenyataan (Jnevavarana). Cita-cita Arahat adalah pemenuhan kesadaran kekosongan yang berada dalam pencapaian meditasi arupa atau tanpa bentuk dan dalam perspektif Mahayana kemudian mewujud dalam sikap compassion atau welas asih.
Dalam Jalan Mahayana, yang disebut sebagai Jalan Besar, cita-cita menjadi Arahat yang menekankan kesucian diri individual itu berubah menjadi cita-cita penyelamatan setiap insan (Bodhisattva) dalam hati yang penuh kekosongan karuna yang tanpa kemelekatan. Timbulnya sistem Madhyamika mempertebal sifat-sifat religi dari Buddhisme yang tercermin dalam gerakan Mahayana. Bagi golongan Mahayana, Sang Buddha (nirmanakaya) dan kebuddhaan semata-mata bukan diidentikkan sebagai tokoh sejarah (historis) semata, melainkan dipahami secara absolut sebagai sari dari semua kehidupan (dharmakaya).
Sang Buddha memiliki bentuk/tubuh yang agung (sambhogakaya) dan beliau dapat memiliki bermacam-macam bentuk untuk membabarkan Dharma dan membimbing umat. Kesatuan yang esensial dari semua bentuk kehidupan pun dihayati sebagi kehidupan spiritual, jalan sunya yang melingkupi segalanya dimana diri tak terpisahkan dari kekosongan semesta. Jalan tengah kekosongan (kesunyaan) adalah cara lain untuk menggambarkan momen kekinian tertinggi.
Tidak ada apa pun yang lebih pada momen kekinian daripada batin sunya karena bebas dari bentukan. Tidak ada apa pun yang berubah tentang kesunyaan, karena Nibbana adalah kesunyaan yang hakiki dan sunya itu tidak terubahkan. Kesunyaan adalah kekinian yang hakiki. Bila batin sunya, batin tidak menimbulkan nafsu atau dambaan, dan dengan demikian tidak ada lagi masalah terkait dengan waktu, yakni masa lalu dan masa depan. Jalan tengah Madhyamika mengatasi kutub-kutub ekstrem dualisme yang berada dalam keseimbangan kekinian.
Momen kekinian yang terbaik itu berada dalam samadhi atau meditasi sebagaimana yang terjadi dalam proses pencapaian meditasi. Kita melihat keselarasan penjelasan Nagarjuna dalam filsafat Madhyamika Jalan Tengah yang berkenaan dengan kekinian keseimbangan dengan penjelasan dari seorang tokoh Buddhis Thailand masa kini, Buddhadasa (1906-1993) yang juga berkenaan dengan kekinian dalam pengalaman samadhi. Tampaknya kekinian juga berkenaan dengan tercapainya keseimbangan batin dalam samadhi.
Kekinian dalam Keseimbangan
Buddhadasa di tahun 1982 menyampaikan ceramahnya yang bertajuk “Hidup dalam Kekinian”. Dalam ceramahnya itu, beliau menyebutkan bahwa momen kekinian adalah samadhi. Tokoh intelektual dan spiritual Buddhis dari Thailand ini menjelaskan bahwa momen kekinian dalam samadhi adalah pengalaman samadhi yang berkenaan dengan pikiran yang memperhatikan dengan sangat kukuh pada suatu obyek sehingga pikiran akan tetap berada di sana.
Jika samadhi yang dilakukan berhasil, maka buahnya secara alami mengikuti, yakni vitakka, vicara, piti, sukha, ekaggata. Vitakka dan vicara (pemikiran yang diterapkan dan bertahan), piti (kegembiraan), sukha (kebahagiaan), dan ekaggata (kemanunggalan) adalah buah dari samadhi. Ekaggata (kemanunggalan) adalah pikiran tunggal, hanya berfokus pada satu obyek, bebas dari makna masa lalu dan masa depan (Buddhadasa Bhikkhu, “Hidup Dalam Kekinian: Tanpa Masa Lalu, Tanpa Masa Depan,” 2024. Penerbit Dian Dharma, Jakarta).
Pikiran yang hening dalam samadhi dikatakan sebagai hanya berdiam dalam kekinian. Bila tingkat keheningan itu masih belum cukup, maka bisa ditingkatkan ke level hingga vitakka dan vicara (pemikiran yang diterapkan dan bertahan) lenyap. Tingkat ini menjadi jhana kedua, pengalaman yang lebih dalam dari berada dalam kekinian.
Seterusnya tingkat hingga piti dan sukha (kegembiraan dan kebahagiaan) juga lenyap, sehingga hanya ada upekkha (ketenang-seimbangan) dan ekaggata (kemanunggalan). Upekkha adalah pengalaman tertinggi dari momen kikinan tanpa penderitaan apa pun atau reaksi apa pun akan jenis penderitaan apa pun. Pikiran berada dalam upekkha, pikiran yang tenang seimbang dalam kekinian, sehingga masa lalu dan masa depan tidak bisa mengganggu lagi.
Selanjutnya, upekkha bisa ditingkatkan hingga pikiran mencapai akhir dari ketidaktahuan, meditasi mencapai arupa-jhana (meditasi tanpa bentuk) – yakni pengalaman yang jauh lebih tenang dan seimbang, pengalaman yang lebih halus, yang melewati momen kekinian dengan sempurna. Ini bisa jadi semakin halus dan murni hingga mencapai tingkat tertinggi, tingkat yang paling murni dimana tidak ada kemungkinan masa lalu atau masa depan muncul.
Pada saat seperti itu, “diri”, rasa “diri” juga tidak hadir, seperti halnya Arahat, tidak ada lagi kemelekatan, tidak ada “diri” sama sekali. Ketidak-adaan diri hanya terjadi saat tetap berkonsentrasi, dan ketika konsentrasi turun, “sang” diri kembali lagi. Praktik meditatif memperhatikan masa kini, sehingga masa lalu dan masa depan tidak bisa menunggu lagi. Apa pun obyek yang diambil oleh pikiran adalah kekinian. Ada istilah “bhaddekaratto” yang berarti hidup dalam kekinian, hidup dengan penuh tenang-seimbang.
Ketika keseimbangan batin dan non-reaktif seutuhnya hadir, itulah yang tertinggi. Upekkha (ketenang-seimbangan) memiliki banyak tingkatan, meningkat seiring berkembangnya kemurnian pikiran dalam meditasi. Pikiran yang terpusat dalam upekkha karena satu-satunya obyeknya adalah ekaggata (kemanunggalan), dan mewakili kekinian hakiki tanpa kotoran batin nafsu-dambaan dan kemelekatan, berdiam melampaui waktu dan mengalahkan waktu.
Kekinian Nibbana
Bagi Arahat, semua masa lalu, masa kini dan masa depan telah dilepaskan. Batin berkembang dan hilangnya kotoran batin (kilesa). Arahat hidup bersama Nibbana, momen kekinian yang lebih dalam dari apa pun. Makna hakiki dari “kekinian”, seyogyanya adalah “Nibbana”. Nibbana, tanpa bentuk apa pun, tidak ada karakteristik yang muncul, bertahan, dan berakhir; bukan pula kelahiran, penuaan, dan kematian. Karena itu sifatnya selalu hadir pada momen kekinian secara terus menerus.
Memiliki Nibbana sebagai obyek dari kesadaran, seorang Arahat selalu hidup dalam momen kekinian. Mereka yang berdiam pada kekinian dapat dibagi menjadi dua kelompok: (1) para Arahat yang berdiam secara alami dengan Nibbana, yang sama dengan kekinian, dan (2) calon Arahat yang tinggal dalam upekkha (ketenang-seimbangan) dengan memusatkan pikiran pada suatu obyek konsentrasi.
Orang bisa hidup pada masa kini tanpa masa lalu dan masa depan. Masa lalu itu hanyalah sebuah rekaman-ingatan yang bisa digunakan manakala memang dibutuhkan, sementara masa depan semata-mata adalah rencana mengenal hal-hal yang harus dilakukan tanpa daftar harapan dan impian yang melibatkan kotoran batin nafsu dambaan (tanha).
Untuk alasan ini, maka sebenarnya seseorang itu tidak akan punya cukup ketidaktahuan untuk menjadi “diriku”, atau pikiran untuk menganggap segala sesuatu sebagai “milikku”, sehinga seseorang bisa mengenal semua hal sebagai “apa adanya” (tathata). Tathata (apa adanya), membantu mencegah timbulnya harapan bodoh dari jenis dukkha, dari jenis waktu yang menggerogoti.
Dalam kesadaran tathata itu, kejadian apa pun yang dialami seseorang, diterima sebagai “apa adanya” sehingga tidak tertipu atau jatuh ke cinta, benci, marah, atau takut, atau dibawa kesesatan. Tathata membantu seseorang hidup dengan pikiran sadar dimana masa lalu dan masa depan yang berbahaya terhenti, yang ada hanyalah kekinian.
Melihat “apa adanya” sebagai “apa adanya”, dan tidak akan memiliki keinginan, namun melihat “demikianlah” dari segala hal,” yang tidak memenuhi nafsu-dambaan yang bodoh. Saat tanpa nafsu-dambaan adalah saat tidak memiliki waktu, sehingga juga tanpa dukkha.
Dukkha berkaitan dengan waktu, dan karena tanpa memiliki masa lalu atau masa depan dalam arti biasa. Itulah manfaat yang paling berguna dari kebijaksanaan “apa adanya,” sebagaimana meditasi dalam prajanaparamita jalan tengah Madhyanika Nagarjuna yang menumbuhkan kebijaksanaan akan kekosongan, cermin kemurnian apa adanya, dan kekinian Nibbana! (JP) ***
BAGI PARA PEMBACA YANG MAU MEMBANTU OPERASIONAL SETANGKAIDUPA.COM BISA MELALUI REK. BANK BRI KCP CIPULIR RADIO DALAM 086801018179534 AN. MAJAPUTERA KARNIAWAN. MOHON MENGIRIMKAN KONFIRMASI DANA KE WHATSAPP NOMOR 089678975279 (MAJA).
Sumber gambar: https://www.instagram.com/p/DBh_3V0o1ic/?utm_source=ig_web_button_share_sheet