Oleh: Jo Priastana
“Kung Fu lives in everything we do. It lives in how we put on a jacket and how we take off a jacket. It lives in how we treat people. Everything is Kung Fu.”
(Jackie Chan)
Bodhidharma mengajari para rahib dua rangkai latihan yang tidak ternilai yang dikenal sebagai delapan belas tangan lohan dan metamorfosis otot. Rangkaian latihan ini yang nantinya berubah menjadi kungfu dan chi kung shaolin. Bodhidharma memaksudkan bahwa latihan Kung Fu ini juga tidak lepas dari pembinaan Zen bagi rahib-rahib Shaolin. Sebagai suatu bentuk relasi keindahan dan keserasian manusia dengan alam melalui gerak dan olah tubuhnya.
Wong Kiew Kit dalam bukunya “The Complete Zen,” (2004:265) mengungkapkan: “Kungfu Shaolin merupakan seni bela diri paling tua di dunia dan sejarahnya berlanjut selama 1500 tahun. Banyak orang meyakini bahwa Kungfu Shaolin adalah yang terhebat di dunia.”
Dari sudut pandang teknik, kungfu Shaolin memuat semua teknik yang ditemukan dalam semua seni bela diri utama di dunia: semua pukulan dalam karate, semua tendangan dalam taekwondo, semua lemparan dalam judo, semua kuncian dalam aikido, semua pegangan dalam gulat, semua pukulan jab dan hook dalam tinju, semua pukulan lutut dan sikut dalam tinju Siam, semua putaran dan gerakan gemulai dalam pencak silat. (Wong Kie, 2004:265).
Kungfu Shaolin
Latihan kungfu yang mencerminkan kekuatan dan kelembutan, tarikan dan hembusan nafas serta gerakan tubuh dalam ritme yang puitis dan metafora gerakan beragam binatang cermin paduan kehidupan yang bercermin keserasian pada alam, sebagaimana pada latihan 18 tangan lohan.
Latihan 18 tangan lohan merupakan sarana yang digunakan Bodhidharma di dalam memotivasi aktivitas spiritual para Bhikkhu. Latihan ini sesungguhnya juga suatu bentuk latihan meditasi. 18 tangan lohan itu merupakan bentuk 18 latihan meditasi/pernapasan untuk meningkatkan ketangkasan, fleksibilitas, kekuatan fisik, sirkulasi darah, energi vital serta kesehatan umum.
Latihan ini nantinya dikembangkan ke dalam kung fu Shaolin yang terkenal. Kung fu Shaolin yang dianggap banyak orang sebagai ‘seni silat terbaik di bawah langit’ ini nyatanya muncul dari inspirasi seorang Bhiksu yang sumber awalnya ditujukan bagi para Bhiksu untuk kesuksesan spiritual.
Metamorfosis otot dalam latihan 18 tangan lohan itu merupakan serangkaian latihan internal untuk mengembangkan kekuatan dalam diri yang luar biasa, seperti: meningkatkan energi dan memperbaiki kesegaran mental. Metamorfosis otot ini juga telah dikembangkan menjadi shaolin chi kung, seni shaolin dalam melatih energi vital.
Latihan dalam bentuk seni itu sebenarnya merupakan persiapan untuk pelatihan meditasi Zen. Latihan meditasi yang membawa pada kesadaran spiritual dan pencerahan. Karenanya kedua seni latihan fisik itu dapat digunakan langsung dalam pembinaan Zen atau dhyana, meditasi.
Pembinaan Zen
Kungfu Shaolin disajikan sebagai pembuka meditasi Zen terutama sekali dikarenakan kemampuannya untuk meningkatkan kesehatan dan mengendalikan pikiran. Manfaat terbesar Kungfu Shaolin bukanlah keahlian berkelahi, menjadikan diri agresif namun sebaliknya, pengendalian diri dalam kesadaran dan kewaspadaan. Secara estetika, pertunjukan Kungfu Shaolin sangat indah untuk dilihat, layaknya serupa tarian dalam menarik dan mengeluarkan nafas atau energi melalui lekuk-lekuk gerakan tubuh yang indah dan terukur.
Dengan begitu dapat diketahui bahwa tujuan utama semula dari kungfu dan chi kung Shaolin bukanlah sekedar untuk memperbaiki keahlian berkelahi atau kesehatan, tetapi sebagai sumber motivasi untuk menguatkan para rahib shaolin – secara fisik, emosional, dan mental – dan pembinaan Zen. Pelatihan melalui kungfu dapat memenuhi kesempatan bagi mereka untuk mencapai pemenuhan spiritual.
Kungfu Shaolin yang telah berakar pada budaya China bukanlah sebuah bentuk tindakan yang bersumber pada kekerasan, merusakkan yang lain tetapi dimaksudkan untuk pelatihan spiritual, mengontrol pikiran dan emosi. Mempraktikkan seni bela diri Kungfu Shaolin juga dalam rangka perkembangan pribadi, pembinaan diri, bukan perilaku agresif yang mempergunakan kekerasan.
Latihan menumbuhkan kepercayaan diri, pengetahuan yang komprehensif tentang apa yang patut dilakukan, serta kontrol pikiran. Kungfu berakar pada spiritulitas, kesadaran hidup, keseimbangan dan keserasian terhadap alam. Seni bela diri yang berkembang di biara-biara Shaolin dimaksudkan untuk mengembangkan cara hidup yang seimbang, peka terhadap lingkungan alam, situasi dimana dia berada, dan cara hidup yang tidak didasari oleh keakuan atau kepentingan diri melainkan pada pengontrolan diri dan kewaspadaan.
“According to some traditional Chinese Buddhist Sources, monks in some monastery’s practical judo, karate, and other martial arts – but not in order to challenge, kill, or destroy other people. Rather, they used these martial arts to learn to control their minds and to develop a balanced way of dealing with situations without involving oneself in hatred and the panic of ego.” (Chogyam Trungpa, “Smile at Fear: Awakening the True Heart of Bravery,” Shambhala: Boston-London, 2010, p.48).
Seni bela diri yang dikembangkan Bodhidharma di China yang merupakan rangkaian gerakan kungfu membantu para Bhiksu untuk melatih menyelaraskan pikiran, mengembangkan kesadaran penuh yang berakar pada filosofi atau pandangan hidup keseimbangan jalan tengah. Saat pikiran yang terpusat dan seimbang tercapai dalam proses latihan, beberapa praktisi Bhiksu mungkin saja mengalami kesadaran Zen atau Satori, pencerahan spiritual.
Kung fu dan chi kung itu bukan untuk menjadi petarung tangguh dan juga bukan hanya untuk kesehatan yang baik tetapi sebagai pembangkit semangat bagi aktivitas spiritual untuk mencapai pencapaian tertinggi dan terbesar yang mungkin dilakukan manusia. Aktualisasi akan realitas kosmis atau semesta alam dan pencapaian kesadaran yang tercerahkan, menandakan ketaatan tubuh pada alam dengan hukum-hukum kosmisnya.
Kungfu untuk menciptakan manusia Bodhisattva. Seorang Guru yang mengajarkan kungfu dan chikung shaolin merupakan seorang Bodhisattva, seorang yang selalu memperhatikan baik kebaikan dan kemajuan orang lain, siap menolong dan mewujudkan misinya membantu orang lain mencapai kesuksesan pencerahan.
Bagi Bruce Lee (1940-1973), aktor yang mempopulerkan film kung fu, “seorang guru bukanlah pemberi kebenaran; dia adalah pemandu, penunjuk jalan menuju kebenaran yang mana harus ditemukan sendiri oleh muridnya.”
Untuk kehidupan dewasa ini, di era pasca-kebenaran yang sarat dengan disinformasi, ilusi dan tarikan dunia maya, kungfu sebegai wujud meditasi amat berperan untuk dapat menjalani hidup dalam realitas sepenuhnya dengan kendali pikiran, kesadaran, maupun kewaspadaan. Mari simak lebih jauh tentang Kung Fu Shao Lin dan pembinaan Zen melalui beberapa buku-buku yang juga turut menyertai tulisan ini.
Pada kepustakaan seperti:
Wong Kiew Kit. 2004. “The Complete Book of Zen,” Jakarta: PT Media Elex Komputindo.
Wong Kiew Kit. 1996. “The Art of Shalin Kung Fu,” Shaftesbury: Element Books.
Don F. Draeger & P’Ng Chye Khim. 2020. “Shaolin Kung Fu: The Original Training Techniques of the Shaolin Lohan Masters.” US, UK & AU: Tuttle Publishing.
Suzuki, Daisets Teitaro. 1964. “An Introduction to Zen Buddhism.” New York: Grove Press.
Alan Watts. 1975. “The Way of Zen.” Harmondsworth: Penguin Books.
Jo Priastana. 2005. “Pokok-Pokok Dasar Mahayana,”. Jakarta: Yasodhara Puteri.
Chogyam Trungpa. 2010. “Smile at Fear: Awakening the True Heart of Bravery,” Boston-London: Shambhala. (JP) ***
BAGI PARA PEMBACA YANG MAU MEMBANTU OPERASIONAL SETANGKAIDUPA.COM BISA MELALUI REK. BANK BRI KCP CIPULIR RADIO DALAM 086801018179534 AN. MAJAPUTERA KARNIAWAN. MOHON MENGIRIMKAN KONFIRMASI DANA KE WHATSAPP NOMOR 089678975279 (MAJA).
Sumber gambar: https://cdn.grid.id/crop/0x0:0x0/700×465/smart/filters:format(webp)/photo/2018/09/10/3180786684.jpg