Kurikulum “Berbasis Cinta” – Akan Selalu Ada Cinta di Sekolah

Home » Artikel » Kurikulum “Berbasis Cinta” – Akan Selalu Ada Cinta di Sekolah

Dilihat

Dilihat : 133 Kali

Pengunjung

  • 0
  • 18
  • 115
  • 71,182
Pic 4 Mei 2025 Kurikulum Cinta

 Oleh: Jo Priastana

 

“Hidup yang baik adalah yang terinspirasi dari cinta dan dipandu oleh ilmu pengetahuan”

(Bertrand Russel, 1872-1970, Filsuf, Matematikawan)

 

 

Konsep pendidikan berbasis cinta telah didukung oleh berbagai kajian dan praktik di berbagai negara, dimana lingkungan belajar yang penuh kasih dan pengertian terbukti meningkatkan hasil belajar, meningkatkan kesejahteraan emosional siswa, dan membantu siswa berkembang secara lebih utuh. Oleh karena itu, kebijakan pendidikan berbasis cinta ini merupakan langkah yang sangat relevan dan penting untuk membangun pendidikan yang berkarakter dan berbasis pada nilai-nilai kemanusiaan yang lebih tinggi.

Kurikulum berbasis cinta untuk mengatasi pelajaran agama yang cenderung normatif yang hanya menyentuh aspek kognitif semata. Pendekatan pendidikan berbasis cinta sangat diperlukan, karena banyak penelitian menunjukkan bahwa aspek emosional dan hubungan yang positif antara guru dan siswa dapat meningkatkan motivasi, kepercayaan diri, dan hasil belajar siswa.

Kurikulum berbasis cinta juga sesuai dengan teori-teori pendidikan modern yang menekankan pentingnya lingkungan yang mendukung perkembangan sosial dan emosional siswa. Kurikulum berbasis cinta diharapkan bisa menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga berkarakter, peduli terhadap sesama, dan mampu bekerja sama dengan baik di masyarakat. Mengingat cinta itu adalah nilai universal, kurikulum cinta juga berlaku secara lintas budaya dan agama, dapat diterapkan sesuai dengan konteks budaya dan agama masing-masing.

 

Implementasi Kurikulum Cinta

Implementasi kurikulum berbasis cinta diharapkan dapat membawa perubahan nyata dalam kehidupan sosial, baik dalam konteks keagamaan, hubungan kemanusiaan, maupun keberagaman bangsa. Prof. Amien Suyitno, menegaskan bahwa keberhasilan kurikulum ini tidak hanya akan diukur dari aspek kognitif, tetapi juga dari perubahan sikap dan perilaku peserta didik.

 “Kita tidak ingin agama menjadi sesuatu yang normatif, tetapi harus bisa diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, dari RA (Radhatul Athfal/PAUD) hingga perguruan tinggi, kita ingin membentuk individu yang ramah, humanis, nasionalis, dan peduli lingkungan”, seru Prof. Amien Suyitno. (Leman Kementerian Agama RI. “Apa Kurikulum Cinta? Ini Pengertian dan Strategi Implementasinya,” 26/2/25)

Kebijakan kurilkulum berbasis cinta dari Kemenag berperan besar dalam mempopulerkan dan bahkan mengarahkan kebijakan-kebijakan pendidikan yang menyentuh aspek sosial-emosional dan nilai-nilai humanistik. Jika pendekatan berbasis cinta menjadi bagian dari kebijakan Kemenag, ini merupakan langkah positif untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih menyeluruh dan holistik, mengingat pentingnya pendidikan karakter dalam membentuk generasi yang lebih baik, memiliki jiwa nasionalisme, cinta bangsa dan tanah air sekaligus berjiwa terbuka untuk kemanusiaan universal.

Dalam konteks ini, pendidikan berbasis cinta bisa dilihat sebagai cara untuk mengajarkan siswa nilai-nilai cinta kasih universal seperti kasih sayang yang tanpa syarat, menjaga kedamaian batin, dan memupuk sikap saling peduli terhadap sesama. Hal ini juga mencakup upaya membantu siswa mengembangkan wasasan yang luas dan sikap peduli terhadap diri sendiri dan orang lain serta menaruh perhatian pada problematik lingkungan maupun perdamaian dunia.

Secara keseluruhan, pendidikan berbasis cinta sejalan dengan ajaran Buddha dan kiranya sudah diimplementasikan dalam berbagai sekolah buddhis. Sekolah buddhis yang juga memiliki tujuan untuk mengembangkan siswa yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga berkarakter, penuh kasih sayang, dan peduli terhadap lingkungan dan kesejahteraan orang lain.

Kasih sayang yang tumbuh dalam diri anak didik bukan hanya berfokus pada perasaan yang lembut, tetapi juga pada tindakan nyata untuk mengurangi penderitaan dan membantu orang lain mencapai kebahagiaan sejati, termasuk dalam merawat kelestarian alam, bumi dan lingkungan, dan aksi cinta mewujudkan perdamaian. Pendidikan berbasis cinta, yang menekankan pengembangan diri siswa, seperti empati, pengertian, dan kerja sama. Sifat-sifat yang luhur dan juga sangat sejalan dengan ajaran Buddha yang menekankan transformasi diri dari egoistik ke altruistik.

 

Cinta Kasih Dalam Sekolah Buddhis

Karenanya cinta juga meresap dalam dunia pendidikan Buddhis. Bagi sekolah-sekolah Buddhis, pendidikan berbasis cinta sangat sesuai dengan ajaran Buddha yang menekankan pada nilai-nilai kasih sayang (metta), belas kasih (karuna), dan pengertian (mudita) dalam hubungan antar individu. Ajaran Buddha memandang cinta sebagai salah satu kualitas utama yang harus dikembangkan dalam kehidupan, baik dalam hubungan dengan diri sendiri, orang lain, alam dan dunia sekitar.

Sekolah-sekolah Buddhis kiranya sudah mulai mengintegrasikan nilai-nilai Buddhis, termasuk ajaran tentang cinta, kasih sayang, dan kedamaian dalam kurikulumnya. Beberapa aspek yang bisa ditemukan dalam pendidikan berbasis cinta di sekolah Buddhis antara lain: pengembangan karakter dan etika, meditasi dan ketenangan batin, mengajarkan kasih sayang kepada sesama, merawat alam kelestarian bumi, maupun aksi non kekerasan untuk mewujudkan perdamaian.

Pengajaran karakter dan etika misalnya: tidak menyakiti makhluk hidup, berbicara lembut, dan mengembangkan sikap saling menghargai. Pendidikan ini menekankan pada pembentukan karakter moral dan emosional siswa, yang menjadi landasan bagi perilaku yang penuh kasih sayang. Tumbuhnya pribadi yang bijak mendasari perwujudan etika Buddha sebagai nilai cinta kasih Buddha yang membebaskan, demi untuk kedamaian dunia dan kebahagiaan semua makhluk.

Praktik meditasi dan mindfulness (kesadaran penuh) juga sering diterapkan di sekolah Buddhis untuk membantu siswa mengembangkan kedamaian batin, ketenangan, dan empati. Ini adalah bagian dari pendidikan berbasis cinta yang dapat membantu siswa mengelola perasaan mereka, berinteraksi secara lebih harmonis dengan orang lain, dan memperkuat hubungan sosial yang positif. Pengajaran tentang belas kasih dan empati diimplementasikan melalui berbagai kegiatan sosial dan pembelajaran praktis tentang bagaimana berperilaku dengan penuh kasih terhadap orang lain dan lingkungan.

Cinta itu sendiri adalah benih-benih kebuddhaan yang bersemayam di dalam hati yang murni, sebagaimana yang tersimpan di dalam Karaniya Metta Sutta dan selalu dibacakan, bahwa kasih dan cinta ibu tiada henti menyertai perjalanan karma kehidupan anaknya. “Perjalanan menuju seribu bintang bukanlah perjalanan yang terlalu jauh untuk mendapatkan cinta sejati yang berdiam di dalam hati yang murni” (C Joybell C).

Semua nilai-nilai cinta dan kasih yang terwujud ini seakan-akan menghadirkan wajah Buddha di sekolah. Sebagaimana gambar Buddha yang selalu menghiasi setiap ruang kelas, menandakan dan mengingatkan akan selalu ada aksi cinta di sekolah-sekolah Buddhis. 

Pengintegrasian cinta dalam pendidikan dan pendekatan “deep learning” dalam proses belajar mendekatkan, mengakrabkan guru dan siswa. Kurikulum berbasis cinta membangun suasana pembelajaran yang kondusif dalam mengatasi kekurangan dan menumbuhkan keutuhan kepribadian siswa.

Terasa cinta memberi pelajaran tentang kehidupan antara guru dan siswa dalam atmosfir ilmu pengetahuan. “sayangku, dari pepohonan kita belajar arti kesabaran, dari rerumputan kita belajar arti ketekunan” (anonymous). Semua membutuhkan cinta, dan cinta menyembuhkan semua. Loka pathambika metta, hanya cinta kasihlah yang menyelamatkan dunia! (JP) ***

 

BAGI PARA PEMBACA YANG MAU MEMBANTU OPERASIONAL SETANGKAIDUPA.COM BISA MELALUI REK. BANK BRI KCP CIPULIR RADIO DALAM 086801018179534 AN. MAJAPUTERA KARNIAWAN. MOHON MENGIRIMKAN KONFIRMASI DANA KE WHATSAPP NOMOR 089678975279 (MAJA).

 

Sumber gambar: meta AI

error: Content is protected !!
Butuh bantuan?