Kurikulum “Berbasis Cinta” KEMENAG – Jiwa Pedagogi Pendidikan Nasional

Home » Artikel » Kurikulum “Berbasis Cinta” KEMENAG – Jiwa Pedagogi Pendidikan Nasional

Dilihat

Dilihat : 8 Kali

Pengunjung

  • 0
  • 82
  • 174
  • 60,588
Pic 3 Mei 2025 Kurikulum Jiwa

Oleh: Jo Priastana

 

“Dengan cinta hidup menjadi indah. Dengan ilmu hidup menjadi mudah.

Dengan agama hidup menjadi terarah”

(Buya Hamka, Haji Abdul Malik Karim Amrullah, 1908-1981, 

Ulama, Sastrawan, Cendekiawan)

 

Setiap ganti menteri ganti kurikulum, benarkah, akankah demikan? Menurut Staf Khusus Mendikdasmen Arif Jamali Muis, perubahan kurikulum bukan jadi tujuan saat ini, sebab, diyakini masalah dalam pembelajaran bukan pada kurikulum, namun bagaimana cara mengajarkan di kelas.

Mendikdasmen Abdul Mu’ti menggagas penerapan pembelajaran mendalam atau “deep learning” yang bertujuan memperkaya pendekatan pembelajaran dengan menambah karakteristik pedagogi. Sejalan dengan deep learning, Kementerian Agama (Kemenag) yang menaungi madrasah menggagas Kurikulum Berbasis Cinta. (Pembelajaran “Deep Learning” – Kurikulum Cinta Tawarkan Solusi”, Kompas 24/3/25/ELN).

Koordinator Staf Khusus Menag Farid F Saenong mengatakan, Kurikulum Berbasis Cinta pada dasarnya adalah substansi, nilai, karakter, dan konten yang akan mendominasi semua proses belajar mengajar. Nantinya, di madrasah-madrasah, pendekatan pembelajaran bakal diwarnai Kurikulum Berbasis Cinta yang juga sejalan dengan “deep learning”.  Metode pembelajaran yang diterapkan dalam Kurikulum Berbasis Cinta menjadi panduan dalam mengimplemasikan kurikulum yang sudah ada. “tentu wajar jika pemimpin baru ingin ada warisan baik ke depan. Namun, tetap tidak menggugurkan kurikulum yang ada,” ujar Farid (Acara temu media di Institut Leimena, Jumat (21/3/25), di Jakarta).

Dirjen Pendidikan Islam, Amien Suyitno, mengungkapkan pendidikan karakter di Indonesia membutuhkan inovasi yang lebih mendalam, maka perlunya pendekatan yang lebih integratif dan sistematis dalam kurikulum. Kementerian Agama Republik Indonesia pun menggagas penerapan Kurikulum Berbasis Cinta yang sekiranya menjawab akan kebutuhan pendidikan karakter itu.  Kurikulum cinta ini menjadi inisiatif dalam pengembangan pendidikan agama dan keagamaan yang bertujuan menanamkan nilai cinta kepada Tuhan, sesama manusia, lingkungan, dan bangsa sejak usia dini (Leman Kementerian Agama RI 26/2/25).

 

Kemenag dan Kurikulum Berbasis Cinta

Dirjen Pendidikan Islam, Amien Suyitno menyebutkan, ada empat aspek utama dalam Kurikulum berbasis cinta, yatu: Hablum Minallah, Hablum Minannas, Hablum Bi’ah, dan Hubbul Wathan.

Pertama, membangun cinta kepada Tuhan (Hablum Minallah), Kedua, membangun cinta kepada sesama manusia, apa pun agamanya, anak harus dibiasakan dengan keberagaman, membantu Hablum Minannas yang kuat. Ketiga, kepedulian terhadap lingkungan (Hablum Bi’ah), sebagaimana yang menjadi perhatian Menteri Agama RI Nasaruddin Umar. Kerusakan lingkungan yang terjadi saat ini harus ditangani secara terstruktur dan sistematis, anak-anak harus disadarkan akan pentingnya menjaga bumi.” Keempat, kecintaan terhadap bangsa (Hubbul Wathan) yang juga menjadi pilar penting dalam kurikulum cinta, menekankan juga agar anak-anak tetap berpegang teguh pada akar budaya bangsanya. (Leman Kementerian Agama RI 26/2/25).

Kurikulum Berbasis Cinta merupakan sebuah inisiatif pendidikan yang bertujuan menanamkan nilai cinta kepada Tuhan, sesama manusia, lingkungan, dan bangsa dari usia dini. Diharapkan, Indonesia bisa melahirkan generasi yang lebih toleran, inklusif, dan penuh kasih sayang guna mewujudkan masyarakat yang harmonis dalam keberagaman. “Kurikulum Berbasis Cinta ini sebagai substansi, nilai-nilai, dan perspektif yang memperkaya seluruh program pendidikan di madrasah. Cinta di sini dalam arti relasi yang terbangun antara pendidikan dan siswa,” ujar Farid.

Kurikulum berbasis cinta adalah suatu pendekatan pendidikan yang menekankan pada pengembangan hubungan positif, kasih sayang, dan empati antara pendidik dan peserta didik. Konsep ini bertujuan untuk menciptakan suasana belajar yang tidak hanya pada pencapaian akademik, tetapi juga memperhatikan perkembangan emosional dan sosial peserta didik. Dengan kata lain, kurikulum ini mengintegrasikan nilai-nilai cinta, saling pengertian, dan toleransi dalam proses belajar mengajar.

Peranan Kementerian Agama (Kemenag) dalam konteks kurikulum berbasis cinta sangat penting, terutama dalam mengintegrasikan nilai-nilai keagamaan dan karakter dalam pendidikan. Kemenag aktif memperkenalkan dan mengembangkan konsep-konsep pendidikan yang menekankan pada aspek karakter, moral, dan sosial yang positif, seiring dengan tren pendidikan yang semakin mengarah pada pentingnya pengembangan seluruh aspek peserta didik, tidak hanya akademik, tetapi juga emosional dan spiritual.

Kemenag melalui Direktorat Pendidikan Madrasah dan lembaga pendidikan lainnya yang berada di bawah naungannya, sudah mulai mengimplementasikan pendekatan-pendekatan yang sejalan dengan konsep “kurikulum berbasis cinta”. Misalnya, dengan menekankan pada pendidikan karakter, pembentukan akhlak yang mulia, dan penerapan nilai-nilai kasih sayang dalam proses belajar mengajar.

Pendekatan ini berusaha menciptakan suasana pendidikan yang tidak hanya berfokus pada pengetahuan, tetapi juga pada pengembangan diri peserta didik sebagai individu yang peduli, berempati dan saling menghargai. Membentuk pribadi siswa yang secara akademik dan juga memiliki kepedulian.

 

Jiwa Pedagogi Pendidikan Nasional

Kurikulum cinta atau kurikulum berbasis cinta sesungguhnya juga telah terkandung pada pemikiran tokoh pendidikan nasional, Ki Hadjar Dewantara. Tokoh pendidikan Indonesia yang memperkenalkan konsep “Taman Siswa” yang mengutamakan pendekatan humanis dalam mendidik anak. Meski tidak disebutkan secara eksplisit sebagai kurikulum berbasis cinta, nilai-nilai cinta, kasih sayang, dan penghargaan terhadap individu telah termasuk di dalam sistem yang dikembangkan oleh Ki Hadjar Dewantara.

Konsep cinta tanah air juga sangat mendasari filosofi pendidikan di Indonesia dalam rangka membentuk siswa yang cinta tanah air dan bangsa. “saling asih, saling asuh, saling asah.” Konsep pengajaran Ki Hadjar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional yang mengutamakan kebersamaan, saling mendukung, dan saling menghargai di dalam proses belajar dan mengajar. 

Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila yang juga Senior Fellow Institut Leimena, Amin Abdullah, mengatakan, peningkatan mutu pendidikan dengan metode pembelajaran mendalam dan Kurikulum Cinta sejalan dengan kompetensi Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) yang dikembangkan Institut Leimena. Metode pembelajaran mendalam, katanya, mendorong guru menerapkan pembelajaran yang menyenangkan. Kompetensi LKLB bisa ikut mendukung itu, yaitu mendorong pendidikan yang sarat nilai-nilai toleransi, menghormati orang lain, dan kerja sama. Hal senada muncul dalam konsep Kurikulum Cinta yang mengajarkan beragama dengan cinta kasih (Pembelajaran “Deep Learning” – Kurikulum Cinta Tawarkan Solusi”, Kompas 24/3/25/ELN).

Konsep yang mencerminkan nilai-nilai gotong royong dan saling membantu yang sangat penting dalam pendidikan di Indonesia sebagai bangsa majemuk dengan keragaman budayanya. Dengan kurikulum diharapkan anak didik bisa mengerti perbedaan yang ada dan dapat memahami satu sama lainnya dalam semangat kesatuan sebagai sesama anak bangsa, karena cinta itu saling memahami dan mempersatukan. (JP)***

 

BAGI PARA PEMBACA YANG MAU MEMBANTU OPERASIONAL SETANGKAIDUPA.COM BISA MELALUI REK. BANK BRI KCP CIPULIR RADIO DALAM 086801018179534 AN. MAJAPUTERA KARNIAWAN. MOHON MENGIRIMKAN KONFIRMASI DANA KE WHATSAPP NOMOR 089678975279 (MAJA).

Sumber: Meta AI

 

error: Content is protected !!
Butuh bantuan?