Oleh: Majaputera Karniawan
Pada masa era pemerintahan rezim Qian Long 乾隆 (1735-1796 M) dari Dinasti Qing清朝, kaisar Chundì純帝 pernah mengadakan satu sidak ke daerah Kanglam (江南; Jiangnan), tepatnya di kota Suzhou (苏州). Sidak ini dilakukannya untuk mengawasi daerah secara riil (Kaisar tidak sepenuhnya percaya kepada bawahannya sehingga memilih melakukan sidak secara sembunyi-sembunyi dengan menyamar sebagai rakyat biasa). Ditengah perjalanan karena merasa haus ia dan para pengawalnya pergi minum di sebuah kedai teh.
Kala itu, agar tidak terlihat seakan-akan orang yang ‘Spesial’, maka kaisar pun menuangkan teh ke cangkirnya sendiri dan sekaligus ke cangkir anak-anak buahnya. Hal inilah yang membuat para bawahannya saat itu takut setengah mati. Dikarenakan perlakuan itu (pelayanan dari kaisar) lazimnya mereka berlutut sebagai tanda penghormatan kepadanya, dan jika tidak menghormat artinya sudah jelas, yakni pembangkangan dan dapat dihukum (bahkan hukuman yang berat).
Dikala itu ada satu pembantu kaisar yang memikirkan cara agar dapat menghormat tanpa ketahuan (Secara kalau mereka semua tiba-tiba berlutut pasti akan dicurigai dan langsung terungkap penyamaran mereka). Akhirnya diketemukanlah satu ide, ia segera menekuk jari-jari tangannya, kemudian dengan lembut mengetuk-ketukan ke permukaan meja sebagai simbol berlutut dan menyembah / Pai Kui (拜跪; Bai Gui), dengan cara ini mereka menyatakan penghormatan kepada sang Kaisar dan berterima kasih atas teh yang telah disuguhkan tanpa perlu mengungkap identitas asli mereka.
Adapun cerita ini menjadi tersohor di mana-mana, sehingga menjadi satu etika yang berkembang di kalangan masyarakat Tionghoa dan dikenal dengan nama Kou Shou Li (叩手礼, Etika Ketukan Tangan). Dalam perkembangannya, etika ini memiliki beberapa variasi untuk tingkatan penghormatan berdasarkan senioritas, yaitu:
- Berterima kasih kepada orang yang lebih senior/tinggi kedudukannya: Kelima jari tangan sebelah kanan ditekuk seperti setengah menggenggam, lalu mengetuk meja dengan lembut 2-3 kali.
- Berterima kasih lepada orang yang setara/sepantaran: Gunakan jari telunjuk dan jari tengah tangan sebelah kanan dan ketuk meja dengan lembut 2-3 kali.
- Berterima kasih kepada yang lebih muda/Junior: Gunakan satu jari telunjuk tangan sebelah kanan saja, lalu ketuk meja dengan lembut satu kali saja (Santoso, 2021).
Budaya berterima kasih yang unik ini menjadi teladan dari pemimpin kepada masyarakat luas. Dalam kebiasaan timur di India era Sang Buddha hidup juga ada sejumlah etika memberi penghormatan secara sembunyi-sembunyi seperti ini. Cara ini berawal dari Brahmana Sonadanda, yang dikarenakan terancam reputasi dan penghasilannya dikalangan para brahmana kala itu apabila secara terang-terangan ia mendukung dan menghormat kepada Sang Buddha, maka ia meminta kepada Sang Buddha agar:
- Ketika merangkapkan tangan untuk menyapa, sudilah Sang Buddha menganggap telah bangkit berdiri dari duduk (Utthana).
- Ketika memasuki pertemuan lalu melepaskan turban, sudilah Sang Buddha menganggap telah bersujud di kakiMu (Namaskara).
- Ketika mengendarai kereta dan mengangkat tongkat kendali, sudilah Sang Buddha menganggap telah turun dari kereta, dan jika menurunkan tangan, sudilah Sang Buddha menganggap telah bersujud di kakiMu. (DN4. Sonadanda Sutta)
Tindakan memberi hormat secara formal sendiri dalam Ajaran Buddhisme saja ada 5, yang mana menyesuaikan dengan adat budaya masa lalu di India, yaitu:
- Anjali (Merangkapkan kedua tangan)
- Namakkara/Namaskara (Bersujud)
- Utthana (Berdiri menyambut)
- Padakkhina/Pradaksina (Berjalan memutar searah jarum jam sambil mengkanani yang dihormati)
- Samicikamma (Menjaga tingkah laku yang pantas/bertata krama, Mujiyanto & Wiryanto, 2021)
Dalam ajaran agama Konghucu juga (Taoisme juga memakainya) ada juga cara pemberian penghormatan secara formal, yakni:
- Ju Gong/Kiok Kiong鞠躬 (Membungkukan badan 45 derajat dengan kedua lengan disamping tubuh)
- Bai / Pai拜 (Mengepalkan tangan dan merangkapkannya, ada aturan tangan kiri melambangkan Yang 阳/Pria/Papa dan tangan kanan melambangkan Yin 阴/Wanita/Ibu, artinya jika laki laki memberikan pai dengan cara tangan kiri dikepal membungkus tangan kanan dan wanita sebaliknnya).
- Gui / Kui跪 (Berlutut, Darmawan, 2016).
Namun sikap-sikap penghormatan tidak selalu harus terlihat secara formal dan seringkali sebuah penghormatan tidak ditunjukan secara terang-terangan layaknya ‘show off (Pamer)’. Pemikiran Laozi menyatakan bahwa sifat kebajikan (Tek/De 德) yang sejati tidak selalu nampak secara eksplisit melainkan nampak seperti ‘lembah pegunungan yang samar-samar namun sederhana’, bahkan ia mengatakan orang yang dengan kebajikan tinggi ketika melakukan usaha amal terlihat seperti sedang mencuri saking dilakukannya secara sembunyi-sembunyi dan tidak mau menonjolkan diri (Dao De Jing Bab 41). Artinya anda tidak bisa menilai sikap orang (termasuk bagaimana ia menaruh rasa hormat kepada sesuatu) hanya secara eksplisit saja.
Terkadang penghormatan itu dilakukan dengan cara yang sembunyi-sembunyi namun sarat akan makna, sebaliknya juga terkadang penghormatan dilakukan secara terang-terangan semata-mata demi retorika semata. Sejak masa dulu banyak penghianat yang meskipun mengangkat Leng Pan (Ling Pai 令牌, sejenis papan pejabat dari gading atau kayu) kepada pejabat diatasnya sebagai tanda menghormat atasan kepada bawahan, namun dalam hati menyimpan iri hati dan kehendak untuk menyingkirkan atasannya. Manusia memang susah ditebak, bukan?
Inti dari sikap hormat adalah mewujudkan rasa hormat tersebut secara sepenuh hati. Meskipun kadang cara-cara yang dilakukan bersifat interpersonal dan tidak lazim. Maka dari itu kita tidak bisa menilai seseorang pembangkang atau penghormat tidak hanya dari sekedar perbuatan eksplisitnya saja. Perlu waktu yang lama dan hubungan yang dekat, meskipun penghormatan dilakukan secara sembunyi-sembunyi (interpersonal) tetapi akan terasa dekat bagi mereka yang memang saling menghormati dan bersahabat satu sama lain. Sebaliknya berjabat tangan dengan seorang lawan hanya semakin memupuk ‘Api kebencian ditengah perang dingin’.
DAFTAR PUSTAKA
Darmawan, Eko. 2016. Mengenal Agama Khonghucu: Tata Cara Penghormatan Bentuk Sikap Dalam Memberi Hormat Dalam Agama Khonghucu. https://www.facebook.com/notes/klenteng-agama-kong-hu-cu/mengenal-agama-khonghucu-tata-cara-penghormatan-bentuk-sikap-dalam-memberi-horma/1054773441271890. Diakses Januari 2022.
Lika, ID. 2012. Dao De Jing. Jakarta. PT Elex Media Komputindo.
Mujiyanto & Wiryanto. 2021. Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti untuk SMP Kelas VII. Jakarta. Pusat Kurikulum dan Perbukuan Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Santoso, Tjahja. 2021. Kou Shou Li (叩手礼), Etika Berterima Kasih yang Unik, Warisan Dari Kaisar Qianlong. https://www.tionghoa.info/kou-shou-li-%E5%8F%A9%E6%89%8B%E7%A4%BC-etika-berterima-kasih-yang-unik-warisan-dari-kaisar-qianlong/. Diakses Januari 2022.
Suttacentral (Online Legacy Version). Digha Nikaya. http://legacy.suttacentral.net/dn. Diakses Januari 2022.
https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/1/16/%E6%B8%85_%E9%83%8E%E4%B8%96%E5%AE%81%E7%BB%98%E3%80%8A%E6%B8%85%E9%AB%98%E5%AE%97%E4%B9%BE%E9%9A%86%E5%B8%9D%E6%9C%9D%E6%9C%8D%E5%83%8F%E3%80%8B.jpg. Diakses Januari 2022.