Menyelami Semesta Virtual Metaverse

Home » Artikel » Menyelami Semesta Virtual Metaverse

Dilihat

Dilihat : 38 Kali

Pengunjung

  • 0
  • 21
  • 33
  • 30,375
32 pic Menyelami Semesta

Oleh: Jo Priastana

All appearances, inner and outer, are the creative display of mind’s intrinsic radiance.”

(Khenpo Tsultrim Gyamtso Rinpoche)

 

Dunia tampaknya bagai truck besar yang sedang berlari kencang ditepi jurang. Dunia teknologi sedang mengguncang kehidupan melalui inovasi baru di dunia digital yang dihuni manusia masa kini. Hadirnya metaverse, semesta virtual yang dianggap sebagai kelanjutan penemuan dari revolusi teknologi digital, sebuah kemajuan yang menantang kehidupan dan eksistensi manusia. Sejauh mana manusia masih dapat menghayati kehidupan riilnya, kehidupan esksistensialnya?

 Kata meta, menunjuk arti dibalik setelah fisika, berasal dari Andronikos untuk menunjuk karya-karya Aristoteles, deretan buku setelah buku-buku fisika (metafisika). Meski dipandang sebagai dunia yang melampaui kenyataan, metaverse tentu saja tidaklah menunjuk apa yang dimaksudkan dengan pengertian metafisika sebagai bidang studi filsafat perihal dunia absolut (metafisik), realitas yang sejati dibalik dunia yang tampak (fisik). Meski begitu, pemahaman istilah metafisika ini juga bermanfaat untuk mengkaji metaverse dalam konteks Buddhadharma.  

Dalam makna metaverse, Meta berarti melampaui dan verse berarti semesta. Metaverse merupakan sebuah dunia virtual semesta (verse) produk dari ilmu pengetahuan, revolusi teknologi digital, evolusi internet. Produk dari hasil atau konstruksi pikiran manusia ini dapat berhubungan dengan kenyataan karena metaverse dilengkapi dengan teknologi seperti VR (realitas virtual) dan AR (augmented reality), teknologi yang memungkinkan “manusia” bisa menghadirkan dirinya dalam bentuk avatar.

 

Hiperrealitas Metaverse

Dinamika perbincangan metaverse terjadi ketika CEO Facebook Inc. Mark Zuckerberg mengumumkan perubahan nama perusahaannya menjadi Meta Platforms Inc. pada Oktober 2021. Metaverse adalah semesta virtual yang juga mampu menghadirkan dunia nyata. Di dunia maya metaverse itu, kita dapat menjadi avatar yang mampu berinteraksi, termasuk berinteraksi secara ekonomi dengan mempergunakan uang virtual kripto.

Metaverse diyakini akan banyak mengubah hidup manusia.  Meta melampaui, verse semesta. Dunia yang melampaui semesta, dalam arti sebuah dunia virtual yang melampaui ekspektasi, imajinasi, dan realitas. Sebuah dunia virtual baru dimana kita bisa hidup di dalamnya. Memiliki identitas baru, wajah baru, pakaian baru, rumah baru, kendaraan baru, hingga melakukan aktivitas apa pun yang kita mau, termasuk transaksi ekonomi sebagaimana yang dilakukan di dunia nyata. (Rangga Almahendera, Youtube Bagi Ilmu, 10/1/22).

Pengajar di Universitas Indonesia, Firman Kurniawan, (detikcom, Kamis, 20/1/2022), mengungkapkan, Metaverse adalah seperangkat ruang virtual, dimana didalamnya, pengguna bisa membuat dan menjelajah dunia dengan pengguna metaverse lainnya. Padahal, metaverse ini bukanlah ruang fisik yang benar-benar ada, namun hanya hasil citra komputer.  “dalam metaverse, dunia nyata ini disempurnakan sehingga ilusi kita menjadi maksimal. Itu adalah hiperrealitas.” katanya.

Dalam pandangan ahli komunikasi UI ini, metaverse bersifat hiperrealistik, dimana dunia dimungkinkan bisa lebih indah (atau juga lebih mengerikan) daripada aslinya. Suara yang didengar orang akan lebih indah di metaverse, warna yang dilihat di metaverse lebih cemerlang ketimbang dunia nyata, aktivitas menjadi lebih menyenangkan di metaverse.  Namun ketika pengguna metaverse kembali ke dunia nyata, kenyataan terasa tidak seindah di metaverse.  “Akhirnya kita menjadi kecanduan dengan metaverse” katanya.

 Tidak dapat tidak terkandung juga dampak yang berbahaya dari metaverse, baik dalam aspek psikologis personal, sosial, hingga politik. Terjadi keterasingan dari diri sendiri atau alienasi dan efek candu yang mengikat pengguna. Terjadi ilusi tentang realitas dimana pengguna metaverse menjadi lebih percaya kepada metaverse ketimbang dunia nyata. Orang-orang lebih percaya realitas politis yang tercermin di metaverse ketimbang realitas politis di dunia fisik. (Detik News, 21 Jan 2022 10.18 WIB, Danu Damarjati). 

 

Realitas Natural dan Artifisial  

 Menjadi pertanyaan kritis, yang manakah dunia sesungguhnya, dunia virtual kreasi kesadaran manusia atau manusia dengan kesadaran ketubuhannya yang nyata? Manakah yang sesungguhnya dunia kenyataan yang dihidupi?  Dunia mimpi atau dunia kenyataan sehari-hari? Apakah metaverse itu impian yang menjadi nyata? Dalam kehidupan setiap hari saja manusia juga mengalami mimpi dan bahkan dunia ini juga dipandang sebagai mimpi, tidak real, maya. Ada dunia lain yang sejati dibalik dunia bayang-bayang ini (Plato).

Kita kenal misalnya mimpi menjadi kupu-kupu seperti yang dialami Chuang Tzu. Mimpi yang kemudian menimbulkan pertanyaan dalam diri Chuang Tzu. Pertanyaan berkenaan dengan masalah keberadaaan dan eksistensinya. Apakah kita ini adalah manusia yang sedang bermimpi menjadi  kupu-kupu, ataukah kupu-kupu yang bermimpi tentang diri kita, manusia? 

 “Chuang Tzu, the ancient China Taoist philosopher, questioned whether he was a man dreaming he was a butterfly or a butterfly dreaming he was a man.  Buddhism suggest that “life be regarded as a dream” –  that this state of so-called “awake reality” is no different from the “dream reality.” (Patricia Donegan, 2010: 86).

Mengenai mimpinya itu, Chuang Tzu mengemukakan bahwa hidup itu suatu ilusi namun penanganannya pada subjek dan pengaruhnya sangat berbeda: “Suatu hari aku bermimpi menjadi seekor kupu-kupu, hinggap kesana kemari, menikmati diriku sepenuhnya. Aku tidak ragu aku adalah seekor kupu-kupu, tidak menyadari bahwa sebenarnya aku ini Chuang Chou. Kemudian aku bangun dari mimpiku dan tidak meragukan bahwa aku ini Chuang Chou. Sekarang aku tidak yakin, apakah aku adalah seorang pria yang mengimpikan diri menjadi kupu-kupu atau aku adalah seekor kupu-kupu yang memimpikan diriku sebagai seorang pria. (Wong Kiew Kit, 2004:96).

Dalam dunia metaverse yang sebentar lagi akan kita masuki dan memasukkan diri kita sebagai avatar, tidak lagi terbedakan manakah kita yang sesungguhnya. Apakah avatar yang ada di dunia metaverse atau diri kita sehari-hari dengan ketubuhannya adalah avatar? Dunia virtual adalah realitas yang terhubungkan dengan dunia kenyataan. Adakah mimpi itu realitas, realitas adalah ilusi dan sebaliknya, ilusi adalah realitas? Yang mana?

 

Dunia Ilusi dan Semesta Virtual

Heart Sutra (Sutra Hati) yang menunjukkan bahwa Avalokistevara Bodhisattva (Guan Yin Pu Sa) mencapai tingkatan pencerahan tertinggi menggambarkan tentang realitas. “Bentuk tidaklah berbeda dari kekosongan, dan kekosongan tidaklah berbeda dari bentuk. Bentuk adalah kekosongan dan kekosongan adalah bentuk. Perasaan, pemikiran, aktivitas, dan kesadaran juga sama saja. (Wong Kiew Kit, 2004:54).

 Dengan menyadari bahwa kelima kelompok bahan yang membentuk seseorang – bentuk, perasaan, pemikiran, aktivitas, dan kesadaran – bersifat kosong maka Avalokitesvara Bodhisattva terbebas dari ikatan diri dan menjadi jelas mengenai kenyataan bahwa diri sendiri, pada tingkatan rohani, tidaklah nyata. Ia juga menyadari bahwa dharma juga tidak nyata.

Kita dan metaverse dunia semesta virtual.  Kita akan berada dalam semesta virtual, dunia artifisial, ilusi dan mimpi yang terhubung dengan realitas natural, dan manakah yang sungguh sejatinya real?  Bagaimana menyikapinya? Michael Talbot, seorang Professor Fisika Kuantum dari Amerika berucap:  Bahkan dunia yang kita kenal mungkin tidak tersusun dari benda-benda. Kita mungkin hanya merasakan mekanisme yang bergerak melalui suatu tarian getaran frekuensi (Wong dalam Michael Talbod, “Beyond the Quantum,” Macmillian, New York, 1986:3).

 Doktrin dasar Buddhis menyatakan keyakinan bahwa tubuh kita merupakan suatu ilusi yang diciptakan oleh pikiran; dan bahwa setiap fakta, termasuk tubuh kita, merupakan suatu manifestasi dari dharma, atau kekuatan dan partikel subatomik. Seorang meditator yang memiliki kendali penuh atas pikiran dapat mempengaruhi bagaimana dan di mana dharma itu akan dimanifestasikan. (Wong, 2004:35).

Adakah kehadiran metaverse, dunia semesta virtual yang merupakan realitas ciptaan IPTEK, hasil pikiran manusia ini membawa dampak positif bagi dunia kehidupan? Bagaimanakah pandangan Buddhadharma terhadap dunia metaverse? Bukankah dunia ini saja, realitas kehidupan ini saja kerap dipandang sebagai dunia maya-ilusi, dan tidakkah metaverse sebagai virtual semesta itu merupakan dunia maya diatas dunia maya –ilusi ini?

 Bagaimana menyikapi dunia semesta virtual? Metaverse yang keberadaannya di dunia yang dikatakan maya ini. Dunia maya-ilusi semesta vitual diatas dunia dunia maya-ilusi ini. Bila dunia ini adalah hasil konstruksi kesadaran yang kerap dipandang memilki keberadaannya tersendiri secara substansial, lalu bagaimana menyikapi metaverse, semesta virtual yang berada diatas dunia maya ini, dunia maya ini yang kerap dipandang cerminan salinan dari keberadaan dunia yang sesungguhnya?

***

 

Bacaan:

Andreas Maryoto, “Saatnya Memasuki Jagat “Metaverse”, Kompas, 7 Januari 2022

Tajuk Rencana, Kompas 17/1/22.

Detik News, 21 Jan 2022 10.18 WIB, Danu Damarjati. 

Rangga Almahendera, Yutube Bagi Ilmu, 10/1/22. 

Patricia Donegan. 2010. “Haiku Mind”.  Boston, London: Shambhala.

Wong Kiew Kit, 2004. “The Complete Book of Zen,” Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

 Michael Talbod. 1986, “Beyond the Quantum,” New York; Macmillian.

Alastair Rae. 1986. “Quantum Physics: Illusion of Reality?”. Cambridge University Press.

Jo Priastana 2017. “Filsafat Mahayana.” Jakarta: Yasodhara Puteri.

Jo Priastana 2005. “Ada Apa dengan AKU: Epistemologi Filsafat Nagarjuna.” Jakarta: Yasodhara Puteri.

Jo Priastana 2017. “Cakra Peradaban: Buddhadharma dan IPTEK.” Jakarta: Yasodhara Puteri.

Ramanan. K. Venkata. 1971. “Nagarjuna’s Philosophy as Presented in The Maha-Prajnaparamita-Sastra.”  Delhi-India: Motilal Banarsidass.

Shohaku Okumura, “Sono-Mama,” YOUTUBE Interior Mythos Journey. 18012022.

Sumber gambar: https://www.ellethailand.com/what-is-metaverse-and-how-works-on-fashion-world/

***

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Butuh bantuan?