Oleh: Jo Priastana
“Bangunlah suatu dunia dimana semuanya bangsa hidup dalam damai dan persaudaraan”
(Ir. Soekarno, Presiden Pertama RI)
Mantan Presiden Jokowi pernah (29-30 Juni 2022) melakukan misi perdamaian mengunjungi negara yang bertikai, medan konflik dan daerah pertempuran di Ukraina, juga istana kepresidenan Ukraina serta negara Rusia, bertemu dua kepala negara yang sedang berperang, Ukraina dan Rusia yaitu Volodymir Zelensky dan Vladimir Putin. Jokowi mengusulkan agar peperangan dihentikan demi kemanusiaan dan kelancaran sandang pangan umat manusia serta terciptanya budaya perdamaian.
Dalam sejarah, Sang Buddha pernah mengunjungi dua negara yang sedang bersengketa Sang Buddha bermaksud melerai pertikaian, menghentikan pertempuran dua negara/suku yang memperebutkan aliran sungai Rohini (Dhammapada Atthakatha, Sukha Vagga 1,2,3). Kedua negara yang bertikai, baik itu Suku Sakya dan seterunya Suku Koliya diyakinkan oleh Sang Buddha tentang kesia-siaan melakukan peperangan dan menganjurkan agar kepala negara itu menempuh jalan damai, melakukan musyawarah dan perundingan.
Peperangan yang terjadi antara Rusia dan Ukraina belum juga menemukan titik akhir. Begitu pula masih terdapat peperangan yang terjadi di belahan dunia lainnya. Hal ini menjadi tantangan global karena menentukan masa depan kehidupan manusia di bumi ini. Perdamaian tetap menjadi masalah umat manusia di dunia hingga saat ini. Kita ketahui dari sejarah, meskipun perang besar setelah PD II dapat dihindari, namun tantangan perdamaian dunia masih sangat besar.
Perdamaian Yang Selalu Dirindukan
Selain perang Ukraina dengan Rusia, konflik antar negara, gerakan separatisme, ancaman terorisme dan seperti yang terjadi di Jalur Gaza, Palestina dan Israel yang mempergunakan kekerasan bersenjata masih menghantui kehidupan masyarakat dunia. Banyak faktor dan penyebab dari masih terdapatnya kehidupan yang jauh dari perdamaian. Menjadi perhatian kita juga sebagai umat beragama Buddha, dan bertanya bagaimanakah pandangan dan peran Buddhadharma. Tidakkah Buddhadharma juga memiliki misi perdamaian?
Dunia saat ini sungguh merindukan ketentraman dan kedamaian. Perdamaian dirindukan karena kekerasaan masih saja menggejala. Filsuf perdamaian Eric Weil hadir memberikan pendapatnya terhadap permasalahan manusia yang berkenaan dengan perdamaian itu. Menurutnya, pada dasarnya manusia memiliki rasa takut akan kekerasan. Manusia merindukan perdamaian dan perjuangan untuk mewujudkannya harus disertai tanpa kekerasan.
Menurut pendapat filsuf Eric Weil (1904-1977), manusia menghadapi dua kemungkinan. Kemungkinan pertama menjadi keras dan yang kedua hidup rasional. Kehidupan keras didasari pada insting-insting hawa nafsu dan egoisme. Sedangkan kehidupan yang rasional merupakan kehidupan yang terbuka pada dialog serta usaha konkret untuk membebaskan diri dari kekerasan. (Muhammad Firmansyah, “Perdamaian menurut Eric Weil,” Oktober 15, 2020, LSF Discourse.org).
Tentu saja, kehidupan yang didasari kekerasan harus ditinggalkan dan dikalahkan dengan kehidupan yang rasional yang didasari kasih sayang dan cinta kasih. Hal yang senada yang telah dilakoni Sang Buddha dan ditegaskan dalam Buddhadharma. Loka Patthambika Metta. “Hanya cinta kasihlah yang menyelamatkan dunia.”
Buddhadharma dan Perdamaian
Moralitas Ahimsa (tanpa kekerasan) merupakan spiritualitas Buddhadharma dan menyertai perbuatan cinta kasih dan kasih sayang. “Samana Gotama tidak merusak biji-bijian yang masih dapat tumbuh dan tidak mau merusak tumbuh-tumbuhan. Tidak membunuh makhluk. Samana Gotama menjauhkan diri dari membunuh makhluk. Ia telah membuang alat pemukul dan pedang. Ia tidak melakukan kekerasan. Karena cinta kasih, kasih sayang dan kebaikan hatinya kepada semua makhluk.” (Brahmajala Sutta).
Thich Nhat Hanh (1926-2022), pemikir dan aktivis kemanusiaan, dan tokoh Engaged Buddhism dari Vietnam, dalam artikelnya “Turning Wheel” di Journal of The Buddhist Peace Fellowship, Summer, 1983 (dalam Ken Jones: 1999), menegaskan akan keterlibatan Buddhadharma dengan kekuatan kasih sayang untuk perdamaian.
“Buddhadharma berarti kebangkitan – kesadaran yang berkembang yang terjadi dalam diri, perasaan, pikiran seseorang dan terjadi di dalam dunia. Kalau kamu bangun dan sadar kamu tidak dapat melakukan sesuatu selain tindakan yang penuh kasih sayang (compassion) untuk membebaskan segenap penderitaan yang kamu saksikan di sekitar kamu. Jadi Buddhadharma harus terlibat di dunia. Jika tidak memiliki keterlibatan, itu berarti bukanlah Buddhadharma.” Demikian ujaran terkenal Thich Nhat Hanh yang pernah dinominasikan Noble Prize sebagai tokoh pejuang perdamaian ini.
Perjuangan mewujudkan perdamaian dan kehidupan dengan tanpa kekerasan, wujud kasih sayang itu merupakan ciri khas dari keterlibatan Buddhadharma yang telah diawali Sang Buddha, Raja Asoka maupun sejumlah Bodhisattva masa kini. Perjuangan yang sejalan dan juga tercermin dalam piagam kasih sayang, “Charter of Compassion” Karen Armstrong.
Kehidupan yang penuh perdamaian bagai layaknya tanah suci itu, merupakan sebuah wadah dimana manusia di dalamnya, (seperti misalnya Tanah Suci Sukhavati Amitabha Buddha) dapat sepenuhnya mengembangkan segenap potensi kebaikannya, menjalankan latihan kesuciannya. Oleh karenanya kehidupan penuh damai itu pantas direkonstruksi. Perdamaian juga mensyaratkan terwujudnya keadilan sosial sebagai tanah suci di dunia, dimana konflik dan kemiskinan dapat diatasi.
Yasutani Roshi, seorang rahib Zen Buddhism, ditahun 1969, diusianya 88, (Nelson Foster: 1999), menulis sebuah artikel yang berjudul “Crisis in Human and Liberation Found in Buddhism.” Dalam artikel itu, ia mengungkapkan gagasannya mengenai sebuah rekonstruksi masyarakat yang sempurna untuk umat awam yaitu “sebuah fondasi untuk perdamaian semua umat manusia, memahami kesatuan internasional seluruh manusia di bumi sebagai satu kesatuan untuk mentransformasikan penderitaan dunia menjadi Tanah Suci.”
Perdamaian mencerminkan tingginya ketinggian peradaban dan keluhuran spiritual manusia. Karenanya perdamaian harus menjiwai lapangan politik, dimana politik sangat menentukan kehidupan banyak orang. Politik yang maju dan beradab seperti itu adalah politik yang “tanpa membunuh, tanpa melukai, tanpa menjajah, tanpa membuat sedih, dan mengikuti Dhamma atau ajaran kebenaran” (Samyutta Nikaya).
Sang Buddha selalu tidak membenarkan terjadinya pemakaian kekerasan atau peperangan. Ketika Vidudhaba, putra Raja Pasenadi dari Kosala menyerbu Kapilavasthu dengan empat divisi prajurit, ia melewati Sang Buddha yang sedang bermeditasi di bawah pohon yang sudah layu. Ketika melihat Sang Buddha, Vidudhaba bertanya kepada Sang Putra Sakya itu, “Mengapa anda duduk di bawah pohon yang sudah layu ini, sedangkan ada banyak pohon yang tumbuh penuh dengan dedaunan dan banyak cabangnya?” Sang Buddha menjawab: “Naungan rasa persaudaraan lebih mulia daripada naungan rasa permusuhan.”
Sang Buddha telah melakukan tindakan pedagogis untuk mewujudkan perdamaian, karena Buddhadharma tidak lain adalah pendidikan, sebuah upaya dan proses transformasi jiwa manusia yang cenderung mempergunakan insting irasional kekerasan untuk beralih menggunakan rasionalitas, kesadaran dan kebijaksanaan jiwa welas asih menciptakan perdamaian, dimana moralitas ahimsa melandasi dasar pedagogis pendidikan perdamaian dalam Buddhadharma.
Tindakan pedagogis mewujudkan perdamaian diperlihatkan oleh Sang Guru, Buddha Gautama. Ketika Raja Ajatasattu, putra Bimbisara dari Magadha ini, hendak menyerang Vajjis, negara tetangganya, ia meminta saran terlebih dahulu kepada Sang Buddha lewat pendeta Vassakara. Kemudian Sang Buddha mengingatkannya untuk tidak mengobarkan peperangan, tidak mempergunakan kekerasan, melainkan sebaliknya yakni menjalankan politik tanpa kekerasan yakni dengan menekankan untuk bermusyawarah dan mematuhi semua ketentuan perdamaian yang telah diberlakukan (Maha Paninibbana Sutta). (JP) ***
BAGI PARA PEMBACA YANG MAU MEMBANTU OPERASIONAL SETANGKAIDUPA.COM BISA MELALUI REK. BANK BRI KCP CIPULIR RADIO DALAM 086801018179534 AN. MAJAPUTERA KARNIAWAN. MOHON MENGIRIMKAN KONFIRMASI DANA KE WHATSAPP NOMOR 089678975279 (MAJA).
Sumber gambar: https://media.licdn.com/dms/image/v2/D5610AQEJGnmJcW95Ag/image-shrink_800/image-shrink_800/0/1685818893804?e=2147483647&v=beta&t=HlMUMgqDAe7P8zMgpy8DgGtA3OqUxAbSYt5H6a-0c9s