Nalanda Inspirasi Tak Putus – Dunia Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan

Home » Artikel » Nalanda Inspirasi Tak Putus – Dunia Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan

Dilihat

Dilihat : 92 Kali

Pengunjung

  • 15
  • 21
  • 35
  • 30,987

Oleh: Jo Priastana

 

“With diverse disciplines coming together at Nalanda, we can be hopeful that answers to many a problem, troubling researches over the years, can be found here, and here only”

(Dr. Paul Pandya Dhar, Associate Professor Department of History, University of Delhi)

Pernah terjadi pada suatu masa di abad ketujuh dimana Agama Buddha berkembang dengan pesat sekali dan mempengaruhi bidang-bidang kehidupan lainnya. Perkembangan dan kemajuan karena adanya kebebasan dalam berilmu pengetahuan dan budaya akademik yang mendukungnya sebagaimana yang terdapat dan terjadi pada sebuah lembaga pendidikan tinggi.

Dalam sejarah perkembangannya, agama Buddha pernah memiliki budaya pendidikan seperti itu, seperti yang terdapat pada perguruan tinggi Nalanda yang kini tinggal reruntuhan. Berdiri diantara reruntuhan Nalanda menawan pikiran ke masa silam, kepada gairah mempelajari agama Buddha secara akademik. Pastinya kenangan akan Nalanda ini memberi banyak inspirasi bagi mereka yang menekuni dunia pendidikan.

Berdiri dan memandang reruntuhan Nalanda terasa seperti layaknya seorang guru besar yang sedang menyaksikan anak-anak didiknya yang sedang tekun belajar dan berkarya. Banyaknya mahasiswa dari luar negeri yang tengah belajar di sela-sela reruntuhan itu, serasa seperti menyaksikan mahasiswa dari berbagai daerah yang tengah belajar di sebuah sekolah tinggi masa kini dimana nama Nalanda itu diabadikan, Sekolah Tinggi Agama Buddha Nalanda Jakarta.

Pemberi Ilmu Pengetahuan

Nama Nalanda berasal dari kata “Nalan”, artinya bunga teratai dan “Da”, artinya: pemberi. Jadi, Nalanda artinya pemberi ilmu pengetahuan. Perguruan Tinggi yang didirikan oleh Raja Kumara Gupta dan mencapai puncak kejayaannya di abad ketujuh itu hingga kini masih menyimpan aura kebesarannya.

Nalanda terletak sekitar 90 kilometer di sebelah tenggara Patna dan 11 kilometer di sebelah utara Rajagaha. Perguruan Tinggi yang pernah begitu jaya pada masa lampau tersebut memiliki areal seluas 15 kilometer persegi.

Pada masa jayanya, Nalanda memiliki hampir sepuluh ribu mahasiswa dan 1.150 guru besar dari berbagai negara, seperti: Tibet, Cina, Jawa, Sri Lanka dan Korea.

Hsuan Tsang yang datang pada abad ketujuh menulis dalam catatannya bahwa Nalanda kala itu sudah berkembang menjadi suatu universitas terbesar yang memiliki reputasi internasional.

Keterangan lain mengenai Nalanda dapat diperoleh dari inskripsi Raja Devapaladeva yang mengisahkan bahwa Raja Balaputradewa dari Suvarnadvipa (Sumatera) membangun asrama dan sekolah di Nalanda dimana masih dapat ditemukan bekas-bekasnya.

Mengenai perguruan agama Buddha di Nalanda, berdasarkan berita-berita yang dibuat oleh bhiksu Hsuan Tsang yang berkunjung ke India pada 629-645, dikatakan bahwa pada abad ke-7 Nalanda telah berkembang sebagai lembaga pendidikan intelektual.

Nalanda di bawah pimpinan Silabadra tidak saja memberikan pelajaran agama Buddha, tetapi juga mengajarkan kitab-kitab Weda, filsafat Hindu, logika, tata bahasa dan pengobatan. Selanjutnya diberitakan bahwa Nalanda mempunyai pendukung dana yang besar, yang dikumpulkan dari 100 desa, sumbangan-sumbangan – termasuk sumbangan dari raja India, Harsha pribadi. Semuanya untuk dapat mendidik 10.000 siswa (tanpa bayaran).

Dalam pemberitaannya, Hsuan Tsang juga menyebutkan bahwa di India, agama Buddha Hinayana menyurut dan hanya sedikit saja yang dijumpai secara sporadis di bagian barat India. Pada waktu itu pengaruh ajaran Tantra sudah meluas di India, termasuk dalam lingkungan pendidikan di Nalanda.

Nalanda juga mempunyai pekerja terdidik yang besar serta kompleks bangunan yang luas seperti yang masih dapat disaksikan dalam reruntuhannya. Nalanda runtuh karena serbuan bangsa Hun dan masuknya agama Islam ke India. Keruntuhan dan kemusnahan Universitas Nalanda sebagai akibat serangan dari bangsa luar ini memakan waktu yang sangat panjang sekali.

Pasar Dharma, Para Pakar dan Mahasiswa Berkualitas

Di Nalanda terdapat perpustakaan berisi buku-buku dari berbagai negara dan bahasa. Gedung perpustakaannya ada tiga, dan disebut Dharmaganja atau Pasar Dhamma, yaitu: Ratnasagara, Ratnadadhi, dan Ratnaranjaka.

Diperkirakan perpustakaan itu menyimpan tidak kurang dari delapan puluh sembilan juta buku. Sehingga pantaslah disebut Pasar Dharma. Menurut catatan Tao Hsi, peziarah dari Tiongkok, di perpustakaan itu terdapat lebih dari empat ratus jilid buku dalam bahasa Cina dan diperkirakan ada seratus kelas setiap harinya mempelajari buku-buku yang terdapat di perpustakaan tersebut, dan para para mahasiswa mendiskusikan isi pelajaran yang terkandung di dalam buku-buku tersebut.

Selama masa jayanya, Nalanda telah menghasilkan sarjana-sarjana cemerlang, ahli-ahli ilmu pengetahuan ternama, dan ahli-ahli filsafat yang termasyhur. Para ahli tersebut antara lain: Dinnaga, Dharmakirti, Chandragoni, Dharmapala, Thonmi Sambhota, Santarakshita, Padmasambhava, Karmasila, Santi Deva dan lain-lain.

Mahasiswa yang belajar di Nalanda adalah mahasiswa-mahasiswa yang dijamin kualitasnya. Mengenai calon mahasiswa yang akan belajar di Universitas Nalanda, menurut Hsuan Tsang, sang calon mahasiswa tersebut diberi pertanyaan-pertanyaan yang sulit yang harus dijawab secara tepat dan cepat.

Sang Calon juga harus menunjukkan kemampuannya dalam berdiskusi, sehingga lebih banyak calon mahasiswa yang gugur daripada yang diterima belajar di situ. Tradisi Nissaya dan Katha diberlakukan di Nalanda.

Pada masa Universitas Nalanda mengalami kejayaannya, banyak mahasiswa terkemuka yang menuntut ilmu di Nalanda. Diantaranya I Tsing dari Cina. I Tsing belajar selama sepuluh tahun yang dimulai sejak tahun 675 M. Mahasiswa yang belajar di situ tidak hanya para bhikkhu, tetapi juga umat awam yang semata-mata ingin belajar atau memperdalam ilmu tertentu, misalnya kesusastraan.

Pada masa liburan banyak mahasiswa berziarah ke tempat-tempat suci yang dekat dengan Nalanda. Tempat-tempat suci seperti: Rajagaha, Pohon Bodhi, Gijjhakuta, Migadaya, Kusinara, maupun Veluvana. Hal ini menunjukkan bahwa para mahasiswa itu sangat menghormati sekali tempat-tempat yang menjadi penanda perjalanan kehidupan dalam sejarah perjuangan Sang Buddha.

 

Kurikulum dan Struktur Akademik di Nalanda

Gambaran tentang pendidikan di Nalanda kiranya dapat dijadikan cermin tentang pendidikan di Sriwijaya. Pada masanya, pendidikan di Nalanda tidak saja mendalami teologi, namun juga membelajarkan ilmu pengetahuan seperti matematika, logika, seni, perbintangan, dan pengobatan, serta filsafat. Filsafat yang diajarkan juga tidak sebatas filsafat Timur namun juga filsafat Yunani.

Perguruan Nalanda terbuka terhadap gagasan asing. Nalanda merupakan oase perjumpaan sejumlah peradaban dari berbagai penjuru dunia, terbuka terhadap gagasan liyan, sekaligus tak henti menebarkan pengetahuan.

Struktur akademik Nalanda mirip universitas modern, yakni adanya sistem college (kolese) atau dengan istilah monastery. Sistem akademik Nalanda ini dapat dilihat pada tulisan Angraj Chauddhary di buku The Heritage of Nalanda (Mani, 2008, pp.202-205).

Di Nalanda ada 11 kolese yang setiap kolesenya memiliki pemondokan sendiri bagi mahasiswa dan sejumlah dosen yang mendampinginya. Tercatat (dalam lempeng prasasti Nalanda) adanya kolese termegah, yaitu Monastery No 01 di Situs Nalanda. Kolese di sebelah kiri pintu masuk Nalanda yang merupakan sumbangan Raja Balaputeradewa dari Dinasti Syailendra di Suwarnadwipa (Sumatera) atau Sriwijaya.

Pendidikan di Nalanda (dan mungkin sama juga di Sriwijaya) mengutamakan pelajar untuk mengembangkan dirinya secara utuh. Di Eropa, model pendidikan seperti ini disebut liberal arts. Para pelajar di Nalanda yang berjumlah 10.000 dan 2.000 pengajar ini memperluas wawasan dengan mempelajari ilmu alam, meningkatkan budaya akademik melalui berlatih beretorika dan menulis, menyehatkan tubuh melalui yoga, dan menghaluskan jiwa melalui meditasi serta pendalaman kitab-kitab kebijaksanaan.

Titisan Nalanda dan Inspirasi Tak Putus

Nalanda akan selalu menitis kembali dan selalu memberi inspirasi tak putus bagi dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan. Perkembangan di masa modern saat ini, sejak 2014, di dekat situs asli Nalanda kuno sudah menitis ulang Nalanda University (NU) sebagai universitas internasional. Di Singapura juga telah dibangun pusat studi Nalanda-Sriwijaya Center (NSC).

Melihat dua lembaga riset dan pendidikan yang berdiri ini, adalah wajar jika kini di Muaro Jambi atau Palembang yang merupakan daerah kerajaan Sriwijaya akan didirikan dan dibangun institusi internasional Sriwijaya Center atau bahkan universitas berskala internasional.

Membangkitkan kembali perguruan tinggi seperti Nalanda zaman dahulu dengan kurikulumnya yang komprehensif meliputi segenap ragam dan rumpun ilmu pengetahuan bisa saja dimungkinkan. Begitu pula dengan kurikulum dan struktur akademik yang telah memberi inspirasi bagi tumbuhnya pendidikan modern tetap berdaya untuk membangun pendidikan manusia yang seutuhnya.

Dunia pendidikan yang berisikan ragam dan rumpun ilmu pengetahuan mengandung nilai-nilai universal, dan karenanya perguruan tinggi Nalanda zaman dahulu itu bisa menjadi inspirasi yang tak putus-putusnya untuk menitis kembali di dunia masa kini dalam rangka menjawab segala tuntutan dan tantangan perkembangan zaman.

Dunia pendidikan dengan keutuhan nilai-nilai pengetahuan, kebenaran dan kebijaksanaan yang ditimba dari Nalanda adalah demi kemajuan kebudayaan dan peradaban umat manusia. Belajar dari Nalanda untuk menjawab tantangan zaman dan keutuhan kehidupan manusia dengan ilmu pengetahuan, kurikulum, serta pengalaman belajarnya yang utuh dan komprehensif. (JP).

***

 

  • REDAKSI MENYEDIAKAN RUANG SPONSOR (IKLAN) Rp 500.000,- PER 1 BULAN TAYANG. MARI BERIKLAN UNTUK MENDUKUNG OPERASIONAL SETANGKAIDUPA.COM
  • REDAKSI TURUT MEMBUKA BILA ADA PENULIS YANG BERKENAN BERKONTRIBUSI MENGIRIMKAN ARTIKEL BERTEMAKAN KEBIJAKSANAAN TIMUR (MINIMAL 800 KATA, SEMI ILMIAH)
  • SILAHKAN HUBUNGI: MAJA 089678975279 (Chief Editor)

(Sumber: Jo Priastana, “Jalan Sunya Dharmayatra: Ziarah Tanah Suci Buddha di India,” Jakarta: Yayasan Yasodhara Puteri, 2019)

Butuh bantuan?