Ncek Liang Kim Liong 梁金隆 Umat Wihara Balimester: Belajar dan Mengabdi Tidak Mengenal Usia

Home » Artikel » Ncek Liang Kim Liong 梁金隆 Umat Wihara Balimester: Belajar dan Mengabdi Tidak Mengenal Usia

Dilihat

Dilihat : 61 Kali

Pengunjung

  • 0
  • 89
  • 63
  • 23,130

Reporter: Majaputera Karniawan, S.Pd (Xie Wei Qiang 謝偉强)

 

Sungguh manusia itu tidak boleh dilihat hanya kulit luarnya saja. Bahkan tidak disangka itu Asuk-asuk (Kakek tua) yang sedang duduk di paseban kelenteng, pengetahuan Dhammanya boleh dikata setara dengan lulusan Strata 1 Pendidikan Keagamaan Buddha, bahkan mungkin bisa lebih unggul!’

 

Tim Setangkaidupa.com berkunjung dan bersembahyang di Wihara Amurva Bhumi (dikenal sebagai kelenteng Hok Tek Kiong 福德宫) Bali Mester, Jatinegara, Jakarta Timur. Kala itu hari Minggu, 26 Juni 2022, suasana wihara tampak seperti biasa. Ada beberapa umat bersembahyang dan berbincang-bincang kepada seorang pria tua. Sambil memberikan penerangan kepada umat yang datang, tampak di tangan pria tua itu buku ‘Inilah Ajaran Buddha’ terbitan Ehipassiko Foundation dan sebuah kaca pembesar yang nampaknya baru saja digunakannya membaca. Tim setangkaidupa.com setelah bertukar sapa mulai berbincang dalam diskusi dengan pria itu.

Tadi orang-orang itu datang pada saya meminta jimat, karena dengar kelenteng ini sudah tua dan terkenal banyak yang berhasil setelah sembahyang di sini. Saya bilang bahwa saya tidak bisa apa-apa, tapi saya ajarkan kepada mereka agar berbuat baik dan bertekad dengan kesungguhan hati. Itulah yang bisa menggerakan anda menjadi berhasil, kebetulan tuan rumah di sini Dewa Bumi (Hok Tek Ceng Sin 福德正神, jadi silahkan bertekad di altar Dewa Bumi ’. Jawabnya membuka diskusi setelah tim setangkaidupa.com selesai bersembahyang dan duduk di paseban tamu wihara.

Pria tua itu menambahkan apa yang ia katakan semua berdasar pada ajaran Buddha. ‘Bahwa jadilah pulau bagi dirimu sendiri, jadilah pelindung bagi dirimu sendiri, pegang teguhlah Dharma sebagai pelindungmu’ (Petikan ini bersumber dari DN26. Cakkavati Sihananda Sutta, red). Pembicaraan inilah yang membuat tim setangkaidupa.com terkesan, siapa sesungguhnya nama pria tua ini? dan apakah latar belakang pendidikannya?

Pria tua ini memperkenalkan dirinya dengan santai. ‘Nama saya masih tiga huruf. Nama saya Liang Kim Liong梁金隆’ jawabnya. Kepada tim Setangkaidupa.com, ia mengaku belajar Dharma sejak muda. Bahwa dahulunya ia adalah seorang yatim piatu, semasa muda sempat menempuh ilmu hukum di Universitas Jayabaya, Jakarta. Tetapi karena desakan ekonomi ia terpaksa berhenti kuliah dan bekerja di pelabuhan, semua itu untuk makan. Lelah dengan kesulitan hidup membuatnya merasa tidak punya tujuan hidup. Sampai suatu ketika datang ke Wihara Amurva Bhumi Balimester ini, ia berkata sewaktu datang tidak tahu apa-apa, bahkan cara sembahyang apa bingung.

Tetapi memang saya suka belajar dan gemar membaca, timbul niat belajar Ajaran Buddha, karena saya yakin lewat ajaran Buddha saya bisa menemukan kebahagiaan hidup’ jawabnya. Tim kami bertanya bagaimana anda bisa mengetahui beberapa pelajaran Abhidhamma dan sutta-sutta yang agak dalam? Ia pun mengakui bahwa ‘Iya, saya pernah belajar 1,5 tahun dengan pak Pandit Jinaratana Kaharuddin (Alm).’ Meski sudah lama, ia mengaku tetap semangat belajar Dhamma. ‘Ya belajar tidak kenal batas usia, bukan?’ jawabnya sambil tersenyum ringan.

Ia kembali menuturkan bahwa dalam masa-masa pencarian akan Dhamma, ia belajar banyak dari Alm. pak Pandit. ‘Diantara ketiga keranjang, saya suka abhidhamma yang mana lebih membahas bagaimana membenahi pikiran, karena kalau pikiran belum lurus maka segalanya menjadi tidak baik’. Ia mulai bercerita tentang bagaimana sulitnya mengawasi pikiran. ‘Pikiran itu ada 7 momen (Citta Vitthi, red), tidak ada satu saja manusia bisa mati, tetapi dengan mengawasi pikiran, kita bisa tahu bagaimana cara mengatasi nafsu yang mungkin akan timbul, baru kita bicara bahwa sebenarnya nafsu itu kosong, jadi kosong adalah isi, isi adalah kosong ya itu.’ pungkasnya.

Menurutnya, banyak manusia dalam pencarian akan kebahagiaan justru malah menemui penderitaan lebih karena tidak mengenal hukum 12 mata rantai sebab musabab (Paticcasamuppada, red). ‘Orang belum bisa mengatasi penderitaan karena dia masih belum merasa cukup, masih terselimut nafsu, nafsu itulah yang lama-lama tumbuh menjadi kemelekatan dan semakin susah untuk dipotong’ tegasnya kepada tim Setangkaidupa.com.

Justru manusia kalau mau sukses harus pahami sabda Buddha di Sutra Intan (Vajracchedika Prajnaparamitra Sutra, Taisho Vol 8 No.235), bagaimana dengan belajar dan memahami kebijaksanaan, dirinya bisa menjadi setajam intan dan mampu memotong segala permasalahan yang menghambat kemajuan dalam hidupnya. sehingga bisa menjadi manusia yang memiliki kesadaran tinggi. Saya tidak bicara agama kalau memberi penerangan, tetapi kita bicara kesadaran, bagaimana cara menjadi manusia yang sadar hingga mampu mengatasi masalah hidup sebaik-baiknya. Itulah karena ajaran Buddha kan universal, kita tidak bicara bagaimana agar dia pindah agama, tetapi kita bicara bagaimana agar dengan kita berbincang di tempat ini orang bisa mendapat sesuatu, sehingga bisa mengatasi masalahnya sendiri”.

Tim kami menanyakan mengapa anda memilih berada di wihara ini menghabiskan waktu? Ia menjawab bahwa kini sudah memiliki dua orang anak yang sudah lulus kuliah dan kini di masa tuaa mengisi waktu dengan mengabdi di wihara sambil belajar Dhamma. ‘Saya disini hanya mengabdi, memberikan penerangan, karena saya juga, apa yang saya bisa berikan di usia tua, saya berikan, syukur-syukur ada yang bisa mempraktikan dan berhasil, karena Buddha juga berkata sampaikan ajaranku walau hanya empat baris syair’ (Mungkin kalimat ini ada di sutra Mahayana? Tetapi kalau di Sutta ada kalimat ‘jika seseorang telah mempelajari makna Dharma bahkan dari syair 4 baris dan berlatih sesuai Dhamma, itu cukup untuk dirinya disebut sebagai seorang terpelajar yang ahli Dhamma’, AN4.186 Ummaga Sutta).

Keterampilan Ncek Liang Kim Liong梁金隆 dalam memberikan penerangan dan penyuluhan ajaran Buddha kepada umat yang datang berkunjung patut diapresiasi. Bahkan saya sendiri yang lulusan S1 Pendidikan Agama Buddha paham betul, belum tentu seorang sarjana S1 atau bahkan magister S2 Pendidikan Agama Buddha bisa terampil memberikan penyuluhan dengan runut dan sesuai Dhamma seperti beliau. Ini adalah bukti bahwa belajar walaupun di akar rumput bisa tetap memberikan manfaat bagi diri sendiri dan mahluk lain. Semoga kelak kita bisa mencontoh tindakan beliau, gunakan pengetahuan Dhamma memberikan pencerahan pada dunia, meski dimulai dari lingkungan sekitar masing-masing.

  • REDAKSI MENYEDIAKAN RUANG SPONSOR (IKLAN) Rp 500.000,- PER 1 BULAN TAYANG. MARI BERIKLAN UNTUK MENDUKUNG OPERASIONAL SETANGKAIDUPA.COM
  • REDAKSI TURUT MEMBUKA BILA ADA PENULIS YANG BERKENAN BERKONTRIBUSI MENGIRIMKAN ARTIKEL BERTEMAKAN KEBIJAKSANAAN TIMUR (MINIMAL 800 KATA, SEMI ILMIAH).
  • SILAHKAN HUBUNGI: MAJA 089678975279 (Chief Editor).

Daftar Pustaka:

Suttacentral.net (Online Legacy version). 2015. Anguttara Nikaya. http://legacy.suttacentral.net/an. Diakses 26 Juni 2022.

Suttacentral.net (Online Legacy version). 2015. Digha Nikaya. http://legacy.suttacentral.net/dn. Diakses 26 Juni 2022.

Butuh bantuan?