Negara Kesejahteraan dan Politik Solidaritas

Home » Artikel » Negara Kesejahteraan dan Politik Solidaritas

Dilihat

Dilihat : 80 Kali

Pengunjung

  • 0
  • 136
  • 139
  • 60,059
Pic 1 Negara Kesejahteraan dan Politik Solidaritas

Oleh: Jo Priastana

 

Ketika ketidakadilan memuncak, revolusi tak bisa dihindari. Kelas pekerja yang tertindas akan melakukan revolusi. Kelas pemilik modal – para koruptor dan pejabat negara-akan dihancurkan. Yang tercipta kemudian adalah masyarakat tanpa kelas (klssenlose Gesellschaft). Orang bekerja sesuai dengan kemampuannya, dan mendaparkan sesuai kebutuhannya.

(Karl Marx, 1818-1883)

 

Tujuan negara Indonesia dijelaskan dalam paragraf keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Paragraf tersebut menyatakan bahwa tujuan negara adalah membentuk pemerintah yang melindungi seluruh bangsa Indonesia dan seluruh tanah air Indonesia, serta memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan berkontribusi pada ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.  Dengan begitu, tujuan negara Indonesia diantaranya adalah mewujudkan negara kesejahteraan (welfare state).

Negara kesejahteraan adalah negara dengan konsep pemerintahan yang mengambil peran penting dalam perlindungan dan pengutamaan kesejahteraan ekonomi dan sosial warga negaranya. Konsep ini didasarkan pada prinsip kesetaraan kesempatan, distribusi kekayaan yang setara, dan tanggung jawab masyarakat kepada orang-orang yang tidak mampu memenuhi persyaratan minimal untuk menjalani kehidupan yang layak. Istilah ini secara umum bisa mencakup berbagai macam organisasi ekonomi dan sosial. (Wikipedia, Welfare State, Britanica Online Encyclopedia).

Yang mencerminkan negara kesejahteraan dewasa ini, misalnya yang meliputi negara-negara Nordik, seperti Islandia, Swedia, Norwegia, Denmark, dan Finlandia. Mereka menerapkan sistem yang dikenal dengan istilah model Nordik. Model Nordik biasa disebut kapitalisme nordik atau demokrasi sosial politik yang mengacu kepada kebijakaan sosial dan ekonomi yang diterapkan di negara-negara Nordik. Kebijakan tersebut mencakup gabungan kapitalisme pasar bebas dengan negara kesejahteraan dan perundingan kolektif menyeluruh di tingkat nasional. (Wikipedia; “The Nordic Way”, 2011, “The Nordic Model of Social Democracy”, 2013).

 

Negara Kesejahteraan

Negara kesejahteraan sudah sangat mengakar dalam masyarakat Eropa dan di Skandinavia. Gagasan ini dilihat sebagai perekat yang menyatukan (integrating factor) seluruh masyarakat yang basisnya ada pada kebudayaan. Meski ada perbedaan status ekonomi di masyarakat, perbedaan atau kesenjangan itu tak terlihat tajam. Dalam masyarakat Skandinavia dikenal apa yang disebut The Law of Jante, yang pada esensinya berisi pedoman yang berlaku dalam masyarakat yang kalau disarikan bisa dikatakan bahwa masyarakat Skandinavia sebagai masyarakat yang “egaliter”. (Todung Mulya Lubis, Kompas, 3/4/23).

Semua parameter dan perluasan cakupan negara kesejahteraan sudah terdokumentasi dengan baik, baik di Eropa Barat yang liberal kapitalistis maupun di Eropa Timur yang Komunis Sosialistis. Untuk menyederhanakan bisa disimpulkan, bahwa negara memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya sebelum mereka bekerja (sekolah atau menganggur) dan setelah bekerja (pensiun).

Konsep negara kesejahteraan adalah konsep yang luhur dan ideal yang merekat komunitas dan bangsa, dan prasyarat utama adalah komitmen untuk semua warga yang disampaikan melalui wakil-wakilnya. Harus ada perasaan sebagai sebuah masyarakat yang hidup dalam persamaan sebagai manusia yang bisa hidup berkecukupan walau pada kenyataannya tak akan ada yang disebut sama rata. Equality tidak harus berarti semua harus sama karena dalam perkembangannya ada yang di atas standar “hidup berkecukupan”, karena ada yang mendapat lebih karena kerja dan teknologi yang dihasilkannya membuahkan pendapatan dan tabungan. (Todung Mulya Lubis, Kompas, 3/4/23).

 

Sutta Negara Kesejahteraan

Pemikiran negara kesejahteraan bisa jadi juga sudah dikenal oleh Sang Buddha. Sang Buddha dalam berbagai kesempatan bertemu dengan raja-raja menekankan agar para raja dapat mensejahterakan rakyatnya. Banyak ujar-ujarnya yang ditujukan kepada raja agar menciptakan negara kesejahteraan itu yang sekirannya juga memercikkan tentang ideal negara kesejahteraan.

Ada Kutadanta Sutta dan Cakkavattisihanada Sutta yang menyatakan untuk tidak menaikkan pajak, menciptakan lapangan kerja, memberikan bibit dan makanan, memberikan modal bagi pedagang, memberikan gaji yang layak bagi karyawan dan membasmi kelaparan.

Dalam kondisi perekonomian yang tidak stabil, raja atau pemerintah tidak dibenarkan untuk menaikkan pajak dengan alasan apapun (…janapade sa-upapile balim uddhareyya, akicca-kari). Bagi masyarakat yang mempunyai pekerjaan sebagai petani, maka sebaiknya raja memberi bantuan berupa biji-bijian dan makanan (ye janapade ussahanti kasi-gorakkge tesam bhavam raja bija bhattam anuppadetu).

Bagi mereka yang berdagang, kepadanya sebaiknya diberikan modal atau capital (…vajijaya tesam bhavam pabbatam anuppadetu). Sedangkan kepada mereka yang bekerja sebagai pegawai, kepadanya sebaiknya diberikan nasi dan gaji (…janapadesu raja-porise tesam bhatta-vettanam pakappetu).

Setelah menerapkan nasihat-nasihat tersebut di lingkungan kerajaan Maha Jivita tidak ada orang yang menggangu orang lain dengan dalih kelaparan, sehingga masyarakat bisa hidup bersama keluarga mereka dengan bahagia, tenang, sejahtera (khematthita) dan aman meskipun tinggal dengan pintu terbuka (aparuta-ghara). Bisa kita menilai ujar-ujar Buddha tersebut, apakah memang mencerminkan dan masih berlaku untuk menciptakan negara kesejahteraan saat ini?

 

Politik Solidaritas

Dengan begitu, tujuan negara kesejahteraan sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD Dasar 1945 mungkin juga sejalan dengan pandangan Buddha. Buddha selalu menekankan kepada raja-raja yang dijumpainya untuk menciptakan kesejahteraan bagi kehidupan rakyatnya, sebagaimana cita-cita negara kesejahteraan saat ini. Buddha mengingatkan kepada para kepala pemerintahan seperti raja pada waktu itu untuk mewujudkan kemakmuran dan keadilan.

Bila keadilan tidak terwujud maka yang terjadi adalah ketidakstabilan dan kekacauan serta ancaman terjadinya revolusi rakyat. Tampaknya politik solidaritas untuk mengatasi kesenjangan sosial harus dilakukan oleh negara. Politik solidaritas mewujudkan negara kesejahteraan seperti diungkapkan oleh Peter Baldwin dalam bukunya “The Politics of Social Solidarity Class Bases if the European Welfare State 1875-1975” (Todung Mulya Lubis, 2023). Politik solidaritas yang tercermin dalam kebijakan sosial negara serta siapa saja yang sudi melakukan tindakan sosial.

Siapa saja yang sudi berbagi sebagaimana yang tercermin dalam Kutadanta Sutta: “Now there is one method to adopt to put a through end to this disorder. Whoever there may be in this royal real who devote themselves to cattle rearing and agriculture, to them let His Majesty give food and seed corn. Whoever there may be who devote themselves to trade, to them let His Majesty give capital. Whoever there may be who devote themselves to the government service, to the, let his Majesty give wages and food. These those men, each following his own business, will no longer harass the realm; His Majesty’s revenue will go up; the country will be quiet and at peace; and the people will please and happy, and with their children in their arms will dwell with open doors.” (Kutadanta Sutta). (JP) ***

 

BAGI PARA PEMBACA YANG MAU MEMBANTU OPERASIONAL SETANGKAIDUPA.COM BISA MELALUI REK. BANK BRI KCP CIPULIR RADIO DALAM 086801018179534 AN. MAJAPUTERA KARNIAWAN. MOHON MENGIRIMKAN KONFIRMASI DANA KE WHATSAPP NOMOR 089678975279 (MAJA).

error: Content is protected !!
Butuh bantuan?