Obrolan Kosong Taoisme Bersama Chuang Tzu (1) – Tao Yang Tidak Bisa Dikatakan

Home » Artikel » Obrolan Kosong Taoisme Bersama Chuang Tzu (1) – Tao Yang Tidak Bisa Dikatakan

Dilihat

Dilihat : 70 Kali

Pengunjung

  • 8
  • 4
  • 27
  • 30,997

Oleh: Jo Priastana

“Tao yang dapat dibicarakan bukanlah Tao yang sebenarnya atau Tao yang abadi,

dan nama yang dapat diberikan bukanlah nama yang abadi”

(Lao Tzu, Tao Te Ching)

Apakah sebenarnya Tao Itu? Tao Te Ching dalam bait pertamanya sudah mengungkapkan bahwa “Tao tidak bisa dikatakan dan apa yang dikatakan adalah bukan Tao.” Tampaknya dengan bait pertama Tao Te Ching itu, Lao Tze enggan menjelaskan tentang Tao yang tidak bisa dijelaskan, dan kitab Tao Te Ching tampaknya muncul sebagai sebuah keterpaksaaan saja atau sebuah keterbatasan dari ketidakterbatasan yang tidak mungkin dapat dinyatakan.

Wah, gimana mau menjelaskan Tao bila telah terkunci dengan bait pertama dalam kitab Tao Te Ching itu. Tao – yang kerap diartikan sebagai kosong, tidak terbentuk, tidak terlihat, tapi mendasari semua proses yang ada. Tidak bisa dijelaskan dan apa pun penjelasan tidak mengungkapkan Tao yang sebenarnya. Yang tak bernama itulah bunda dari semua hal ihwal, dan ibarat siang membuat hal ihwal tampak, tapi ia sendiri tak tampak.

Hal inilah, yang menjadikan keengganan penulis untuk memberikan penjelasan ketika seseorang yang ditemui di sebuah cafe toko buku ingin mendengarkannya. Tapi obrolan pun tetap berlangsung dengan mengetengahkan tokoh Taoisme Chuang Tzu, biar terpaksa namun tak terasa obrolan tentang kosong itu nyatanya berlangsung hingga lima jam lamanya.

 

Keselarasan dan Totalitas 

Siapakah yang memahami Tao dan bisa mengungkap serta menuliskannya? Ada buku “The Book of Chuang Tzu,” yang kabarnya menjadi salah satu karya penting tentang Taoisme bersama Tao Te Ching yang hadir 200 tahun lebih dulu. Karya Chuang Tzu itu disebut-sebut mencerminkan Tao Te Ching karya Lao Tze. Chuang Tzu sendiri dipandang sebagai representasi dari Lao Tze, dan karenanya mereka yang mau memahami Taoisme pasti akan merujuk pada Chuang Tzu dan karyanya itu.

Apakah Tao itu? Inilah yang selalu menjadi tinggal pertanyaan, yang selalu dicoba dan juga tidak bisa diselesaikan dan memang nyatanya tidak perlu diselesaikan, karena Tao tidak terkatakan. Dan justru tidak terkatakan, Tao memperoleh banyak arti, diantaranya Tao melahirkan sesuatu, seperti dualitas yin dan yang yang saling melengkapi untuk menghasilkan tenaga atau kekuatan (te).

Chuang Tzu mengungkapkan bahwa Tao adalah keteraturan alam semesta yang fundamental, seperti bagaimana benda secara alami bergerak. Dalam pandangan Chuang Tzu, orang yang bijaksana dan karena itu disebut sukses adalah orang yang menyadari kekuatan yang menggerakkan alam semesta ini, sehingga dapat tetap selaras dengannya, dan tidak pernah lupa untuk memahami  bahwa Tao adalah sumber segala sesuatu.

Tao maha dalam dan luas, karenanya ungkapan tentangnya adalah bukan Tao itu sendiri. Setiap pengenalan tentang Tao bagaikan setitik air dalam samudera.  Ada analogi dengan seekor kodok dan lautan luas yang mencermikan akan hal itu. Seekor kodok duduk dalam sumur dan terkagum-kagum melihat air yang ada di depannya, tetapi selamanya tidak mengetahui luas dan dalamnya lautan. Sangat berbahaya mereka yang menyatakan mengetahui Tao karena sesungguhnya pengetahuannya itu justru bukan Tao itu sendiri.

Seberapapun pengetahuan yang dipandang sebagai tentang Tao bagaikan setitik air di lautan luas. Pengetahuan yang sedikit ini bukanlah Tao itu sendiri meski bisa jadi juga percikan dari Tao. Karenanya orang dengan pengetahuannya itu hendaknya bisa berendah hati meski tidak harus kurang percaya diri, karena hanya setitik pengetahuan yang hanya mengindikasikan Tao yang maha luas dan dalam yang masih belum diselami sepenuhnya!

Alkisah, Dewa Sungai Kuning yang merasa senang karena areanya sekarang menjadi sangat luas, mengalir dalam keagungannya melewati negeri hingga akhirnya tiba di laut utara, dan di sana ia bertemu dengan Jo, Dewa Laut. Ia merasa rendah hati melihat keluasannya dibandingkan dengan dirinya. Demikian juga, tulisnya. Seorang terpelajar yang terkurung dalam ajarannya tidak bisa memiliki pemahaman yang nyata tentang Tao. Ia mungkin menganggap dirinya hebat karena memiliki sebagian pengetahuan Taoisme, tetapi ini tidak sama dengan menjadi selaras dengan Tao.

Bebas Penilaian dan Perbedaan

Orang yang selaras dengan Tao memandang “pengetahuan” dari sudut pandang yang tepat. Mereka memiliki pengetahuan yang berasal dari kesadaran tentang totalitas hidup, melampaui pengetahuan orang yang terpelajar yang cenderung berpaku pada hal-hal yang konvensional. Mereka melampaui realitas konvensional, karena jika seseorang hanya berpikir tentang kebajikan yang sifatnya umum, maka hal itu berarti mereka jauh dari hidup alami.

Keselarasan sejalan dengan totalitas kehidupan. Di dalam totalitas terlebur dualitas kehidupan. Pada umumnya orang beranggapan ada perbedaan besar antara kaya dan miskin, besar dan kecil, benar dan salah, berguna dan tidak berguna.

Tetapi dari sudut pandang Tao semua itu sama saja, semuanya satu. Semuanya terangkum dalam totalitas kehidupan yang mencerminkan keselarasan dari segala jenis dua unsur yang saling berbeda atau berlawanan. Totalitas kehidupan tidak mengeksklusifkan salah satu unsur secara ekstrim melainkan merangkum keduanya, karena di dalam salah satu unsur juga terkandung unsur lainnya.

Itulah sebabnya mengapa orang yang maju secara Tao tidak akan membuat penilaian dan perbedaan, melainkan tetap menjaga pikiran mereka sebagai bagian dari keseluruhan. Keselarasan dengan Tao memungkinkan mengenali totalitas kehidupan, bukan hanya bagian yang disukai.

Itulah sebabnya mengapa seorang yang selaras dengan Tao akan tampak sedikit lain dari pada umumnya. Mereka tidak terikat dengan satu aspek kehidupan tertentu yang merugikan orang lain dan karena itu hidupnya berharga. Memiliki keterikatan berarti menyangkal realitas kehidupan alami yang menyeluruh dan kekosongan.

Karena hanya jika dalam kondisi kosong, apa pun yang berharga akan bisa masuk dan berarti bagi yang lain. Sebilah pintu yang berdiri membuka ruang agar ada yang bisa masuk berdiam di dalamnya dan sebuah kendi yang sengaja mengandung kekosongan agar dapat terisi air yang menyegarkan melepas dahaga spiritual. (JP) ***

  • REDAKSI MENYEDIAKAN RUANG SPONSOR (IKLAN) Rp 500.000,- PER 1 BULAN TAYANG. MARI BERIKLAN UNTUK MENDUKUNG OPERASIONAL SETANGKAIDUPA.COM
  • REDAKSI TURUT MEMBUKA BILA ADA PENULIS YANG BERKENAN BERKONTRIBUSI MENGIRIMKAN ARTIKEL BERTEMAKAN KEBIJAKSANAAN TIMUR (MINIMAL 800 KATA, SEMI ILMIAH)
  • SILAHKAN HUBUNGI: MAJA 089678975279 (Chief Editor)

Bacaan:

Tom Butler-Bowdon. 2005. “50 Spiritual Classics”. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.

Toshihiko Izutsu. 2015. “Taoisme: Konsep-Konsep Filosofi Lao-Tzu dan Chuang-Tzu serta Perbandingannya dengan Sufisme Ibn ‘Arabi.” Jakarta: Mizan

Sachiko Murata. 1998. “Tao of Islam.” Bandung: Mizan.

Leman. 2007. “The Best of Chinese Life Philosophies.” Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

H.G. Creel. 1990. “Alam Pikiran Cina.” Jakarta: Tiara Wacana

Lim Tji Kay, Penerjemah.  2007. “Kitab Tao Te Ching.” Jakarta: Bakti

Stepehn T. Chang.  1985. “The Great Tao.” San Franscisco, Califirnia: Tao Publishing.

Gambar: https://www.facebook.com/photo.php?fbid=1579762342114225&set=a.102042446552896&type=3&flite=scwspnss

Butuh bantuan?