Oleh: Majaputera Karniawan
A. Kita semua melihat, benar-benar melihat!
Duka yang mendalam kembali menjadi kelabu bagi langit Indonesia tercinta, melalui tulisan ini redaksi setangkaidupa.com menyampaikan belasungkawa yang sebesar-besarnya terhadap insiden kendaraan taktis (Rantis) Baraccuda milik Brimob Polri melindas seorang pengemudi Ojek Online (Ojol) bernama Alm. Affan Kurniawan bin Zulkifli di sekitar kawasan Pejompongan, Tanah Abang, Jakarta Pusat pada Kamis, 28 Agustus 2025. Peristiwa itu terjadi di saat polisi tengah membubarkan massa yang melakukan unjuk rasa di sekitar Gedung DPR/MPR RI. Berdasarkan kesaksian dari Hafidz alias Ompong, yang merupakan teman Alm Affan sesama driver ojol mengatakan, saat kejadian itu almarhum sedang bertugas mengantarkan orderan makanan untuk pelanggan. “Dia enggak ikut demo, lagi mau nyeberang kena mobil Baracuda ngebut, jadi kelindes. Teman-teman yang lihat langsung bawa ke rumah sakit, tapi di perjalanan enggak ketolong, meninggal di perjalanan,” Ucap Hafidz di rumah duka, Jumat 29 Agustus 2025 (Antar Makanan Tugas Terakhir Affan Kurniawan, Driver Ojol Humoris Itu Tewas Dilindas Rantis Brimob – Tribunjakarta.Com, 2025).
Segera semua perhatian masyarakat tertuju pada kasus ini, masyarakat marah dan mengecam aksi ini baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Di dunia nyata, massa yang marah mengejar rantis Brimob tersebut sampai ke kawasan Mako Brimob Kwitang. Beberapa di antaranya bertahan di Mako Brimob Polda Metro Jaya untuk meminta pihak polisi bertanggung jawab. Hingga tulisan ini ditulis, ketujuh anggota Brimob yang ada di dalam rantis tersebut sudah diperiksa oleh divisi Propam Polri (Kronologi Rantis Brimob Tabrak Driver Ojol Hingga Meninggal, 2025). Publik Indonesia sekali lagi dibuat geram dengan tindakan yang terkesan represif ini, terlebih ketika video saat alm ditabrak dan pengemudi rantis bukannya berhenti malah tancap gas menyebar di media sosial. Publik menjadi marah dan mempertanyakan di mana empati aparat yang seharusnya melindungi rakyatnya? Banyak juga yang menyuarakan rasa dukanya, terpantau template Instagram Story banyak yang menyuarakan keluhan masyarakat terhadap kasus ini (Viral Rekaman Ribuan Ojol Turun Ke Jalanan Hari Ini, Antarkan Affan Ke Peristirahatan Terakhir – Tribunjateng.Com, 2025).
B. Resiprokal HAM dalam Menjaga Struktur
Publik bersuara pada aksi demo di kompleks parlemen RI 28 Agustus 2025 dan juga demo sebelumnya pada senin 25 Agustus 2025 dipicu oleh pemberian tunjangan perumahan Rp50 juta per bulan bagi anggota DPR, setara hampir 10 kali lipat upah minimum Jakarta 2025 yang hanya mencapai sekitar Rp5,3 juta. aksi protes besar yang menyoroti kemarahan publik atas tunjangan fantastis DPR RI. Media asing Bloomberg menilai gelombang unjuk rasa ini semakin menambah ketidakpastian terhadap stabilitas politik dan ekonomi Indonesia : “Protes-protes ini menambah ketidakpastian seputar kesehatan ekonomi Indonesia. Meskipun inflasi moderat dengan rata-rata sekitar 3% sejak pandemi, harga beras dan pendidikan yang tinggi telah memicu ketidakpuasan atas biaya hidup” (dalam artikel Media Asing Sorot Demo 28 Agustus Di Depan DPR RI, Sebut Ini, 2025). artinya, publik menilai ada ketidak adilan di tengah kondisi sulit yang di alami masyarakat, belum lagi sederet pernyataan kontroversial yang dilontarkan anggota DPR terkait dalih mereka akan tunjangan tersebut semakin mencederai rasa keadilan. Media BBC Indonesia bahkan sampai membandingkan tunjangan DPR dan guru honorer biasa, seperti pada tangkapan layar di atas (BBC News Indonesia, 2025). Tentu ini semua mencederai perasaan publik yang geram pada pemerintah yang dinilai tidak pro rakyat.
Dalam perspektif sosiologi, ada teori fungsionalisme struktural, yang mana teori ini memandang masyarakat dan setiap komponennya sebagai satu sistem yang terdiri dari bagian – bagian yang saling berhubungan, saling bergantung, saling mengisi dan saling melengkapi satu sama lain sehingga kehilangan 1 bagian saja akan membuat sistem tak dapat berfungsi, sederhananya tidak ada bagian yang dapat berdiri sendiri tanpa ada hubungan dengan bagian yang lain (Dewi & Septiana, 2023; Dewi & Wahyuningsih, 2023: 106-107). Dari siniah kita bisa tahu bahwa pemerintahan dan hukum tanpa masyarakyat maka mereka juga tidak akan ada. Sama halnya batu, pasir, dan semen tidak akan bisa digunakan membangun rumah tanpa adanya air. Ada teori dalam filsafat taoisme yang disimbolkan dengan alegori 8 dewa, ketika seluruh elemen masyarakat bersatu dari beragam kalangan (tua, muda, miskin, kaya, bangsawan, rakyat jelata, pria dan wanita) maka akan menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan (Garudeyamantra, n.d.). Masyarakat itu seperti air, semua orang tahu air itu lembut, namun kemampuannya menghancurkan benda keras tidak ada tandingannya, demikianlah yang lemah bisa mengalahkan yang kuat bukan? Orang biasa yang sanggup memikul beban fitnah dan kehinaan negaranya, juga semua bencana di negaranya, ialah pemilik negara yang sesungguhnya, ialah raja yang sesungguhnya (Dao De Jing, 74, dalam Dr. I. D. Lika, 2015).

Kematian Alm Affan justru menunjukan betapa cintanya ia pada negerinya. Fakta bahwa kematiannya mengundaang reaksi keras dari publik adalah wujud dari berlakunya efek resiprokal terhadap penegakan hukum yang terlalu represif dan keras. Dalam filsafat Taoisme ketika diterapkan sifat yang keras dan kaku, itulah tanda kematian, sedangkan lemah dan lembut adalah tanda kehidupan, yang kuat dan besar harus lebih merendah menghadapi yang kecil dan lemah, atau bila memaksakan represif, keadaan bisa saja menjadi kebalikannya (Dao De Jing, 76). Di sinilah pemerintah, aparat, dan masyarakat hendaknya bisa lebih bersikap humanis atau akan merusak struktur sosial yang sudah lama terjalin. Laozi juga punya pemikiran ketika masyarakat sudah nekad tidak takut mati. Menurutnya kalau masyarakat sudah tidak takut mati, kenapa masih menggunakan kematian untuk menakuti mereka? Supaya masyarakat tahu menyayangi nyawanya, maka orang yang berbuat kejahatan besar harus ditangkap dan diproses hukum berwenang, atau resikonya bila sampai terjadi aksi main hakim sendiri pasti akan menghasilkan luka di kalangan rakyat yang mencoba menggantikan penegak hukum saat mereka mencoba—coba menghakimi (Dao De Jing, 74). Harus dipahami kadang dalam memberikan hukuman jangan terlalu keras. Dalam filsafat Konfusianisme, Mencius mengatakan bahwa Istilah menghukum itu esensinya adalah meluruskan (Bingcu IVB: 4, Adegunawan, 2018). Maka ketika over-represif, kita sudah lupa akan tujuan menghukum yakni meluruskan kesalahan.
C. Saling Instropeksi Diri: HAM Itu Resiprokal, Ayo Bersama Perang Melawan Akar Kejahatan
Sistem struktur sosial saling terikat satu sama lainnya, jika yang satu dicederai sama saja mencederai keseluruhan sistem. Jangan lupa bahwa kita ada di perahu yang sama sebagai Bangsa Indonesia. Bila kita lupa akan hal tersebut maka selesai sudah nasib bangsa kita. Kita harus sama-sama saling mengingatkan tanpa melihat siapa kita, jabatan apa kita, sepintar apa kita, bahwa sebenarnya sebab kekisruhan ini adalah akar-akar kejahatan yang tumbuh subur di kalangan manusia-manusia yang tamak di saat ini. Dalam pandangan filsafat Buddhis, kejahatan sendiri memiliki 4 macam akar, ada yang muncul dari kemelekatan/keserakahan, muncul dari kebencian, muncul dari kebodohan, dan muncul dari ketakutan (DN31 Sigalovada Sutta dalam Suttacentral, 2016). Kita pun bisa melihat bahwa setiap tindakan dan kebijakan yang diambil dan dilakukan atas 4 hal tersebut pasti akan menghasilkan kekonyolan yang hakiki.
Seyogianya, kita semua memiliki hak asasi manusia untuk hidup, karenanya secara resiprokal (timbal balik) kita juga berkewajiban saling menjaga kehidupan orang lain. Artinya adalah, ketika kita menikmati hak kita untuk hidup kita juga berkewajiban menjaga hak orang lain untuk tetap hidup, demikian pula sebaliknya. Dalam perspektif Filsafat Buddhisme sendiri kehidupan begitu berharga, dan memberikan rasa aman juga adalah salah satu kebajikan (Dana) resiprokal yang bisa kita lakukan tanpa uang. Buddha mengutarakan pemikiran ini dengan berkata “Dengan menghindari pembunuhan, siswa mulia itu memberikan kebebasan tidak terbatas dari ketakutan, dari permusuhan, dan kesengsaraan kepada tidak terhitung banyaknya makhluk. Ia sendiri pada gilirannya juga menikmati kebebasan tidak terbatas dari ketakutan, dari permusuhan, dan kesengsaraan” (AN8.39 Abhisanda Sutta, Suttacentral, 2015).
Barangkali benar, sudah waktunya bagi kita untuk saling membuka mata, jangan lagi apatis, mulailah peduli kepada sesama. Ada 1 ayat yang pernah dikemukakan mencius saat negaranya sedang krisis, ia berkata: “Bila Tuhan YME hendak menghukum robohkan negerimu, janganlah kamu bersikap enak-enakan (masa bodoh)”. (Bingcu IVA: 1. Adegunawan, 2018). Kenyataannya dalam masyarakat seharusnya saling mengasihi dan saling perduli. Mulai ciptakan kepedulian, apalagi budaya nusantara penuh akan nilai kekeluargaan, dalam budaya Sunda ada nilai Silih asah silih asih silih asuh (Saling mengasah, mengasihi, dan mengasuh), bahkan lambang negara kita memiliki Bhinneka Tunggal Ika yang berasal dari Kitab Sutasoma bahwasannya berbeda-beda tetapi tetap satu. Kita ada di perahu yang sama, bangsa Indonesia, maka sudah saatnya mulai saling peduli dan saling mengingatkan. Bila teman-teman Muslim mengingatkan “Jangan Takabur (Sombong/angkuh)”, teman-teman Buddhis mengingatkan “Jangan memupuk kekotoran batin”, teman-teman Konghucu mengingatkan “Apa yang diri sendiri tidak mau, jangan lakukan kepada orang lain”, teman-teman Hindu mengingatkan “Bahaya keangkara-murkaan”, teman-teman Kristen dan Katolik juga mengingatkan “Kasih sebagai sesama manusia”. Kita bukan sedang menjadi sok suci, tetapi kita sedang saling mengingatkan secara inklusif, sebab setelah kata Bhinneka tunggal ika di dalam kitab Sutasoma, ada kata Tanhara Dharma Mangrowa (Tidak ada kebenaran sejati yang kembar, Tantular, 2019).
BAGI PARA PEMBACA YANG MAU MEMBANTU OPERASIONAL SETANGKAIDUPA.COM BISA MELALUI REK. BANK BRI KCP CIPULIR RADIO DALAM 086801018179534 AN. MAJAPUTERA KARNIAWAN. MOHON MENGIRIMKAN KONFIRMASI DANA KE WHATSAPP NOMOR 089678975279 (MAJA).
Daftar Pustaka
Adegunawan, S. (2018). Kompilasi Si Shu Empat Kitab Klasik. USA.
Antar Makanan Tugas Terakhir Affan Kurniawan, Driver Ojol Humoris Itu Tewas Dilindas Rantis Brimob – Tribunjakarta.com. (2025). https://jakarta.tribunnews.com/jakarta/422325/antar-makanan-tugas-terakhir-affan-kurniawan-driver-ojol-humoris-itu-tewas-dilindas-rantis-brimob
BBC News Indonesia. (2025). Pendapatan Guru Honorer Per Bulan. https://www.instagram.com/p/DNmmjNkyTI7/?utm_source=ig_embed&ig_rid=041c26d2-0fd9-412d-b7ae-b8e958c4811e
Dewi, K. A. P., & Septiana, E. (2023). Teori Sosiologi Klasik (I. A. Putri (Ed.); 1st ed.). CV Literasi Nusantara Abadi.
Dewi, K. A. P., & Wahyuningsih, I. N. (2023). Teori Sosiologi Modern (1st ed.). CV Literasi Nusantara Abadi.
Dr. I. D. Lika, Ms. (2015). Dao De Jing – Kitab Suci Utama Agama Tao. Elex Media Komputindo.
Garudeyamantra, A. (n.d.). 8 Xian (8 Immortals) 八仙. Retrieved June 27, 2025, from https://web.facebook.com/media/set/?vanity=garudeyamantra&set=a.10204306028050975
Kronologi Rantis Brimob Tabrak Driver Ojol Hingga Meninggal. (2025). https://tirto.id/kronologi-rantis-polisi-tabrak-ojol-di-demo-28-agustus-2025-hgHz
Media Asing Sorot Demo 28 Agustus di Depan DPR RI, Sebut Ini. (n.d.). Retrieved August 29, 2025, from https://www.cnbcindonesia.com/news/20250829064452-4-662366/media-asing-sorot-demo-28-agustus-di-depan-dpr-ri-sebut-ini
Suttacentral. (2015). Aṅguttara Nikaya. https://suttacentral.net/pitaka/sutta/numbered?lang=en
Suttacentral. (2016). Dīghanikaya. https://suttacentral.net/pitaka/sutta/long?lang=en
Tantular, M. (2019). Kakawin Sutasoma (D. M. R. Mastuti & H. Bramantry (Eds.)). Komunitas Bambu.
Viral Rekaman Ribuan Ojol Turun ke Jalanan Hari Ini, Antarkan Affan ke Peristirahatan Terakhir – Tribunjateng.com. (2025). https://jateng.tribunnews.com/nasional/1218443/viral-rekaman-ribuan-ojol-turun-ke-jalanan-hari-ini-antarkan-affan-ke-peristirahatan-terakhir
Gambar: https://ukdw.ac.id/wp-content/uploads/2018/08/Capture-1.jpg. Diakses 29 Agustus 2025.