Oleh: Jo Priastana
“Pendidikan yang bersifat praktikal dan kontemplatif
adalah Jantung Pembangunan Perdamaian”
(Sulak Sivaraksa, Tokoh Engaged Buddhism)
Buddhadharma adalah sebuah pendidikan, dan karena itulah Sang Buddha membabarkan dharmanya demi kebahagiaan umat manusia yang hidup di dunia yang berarti juga dalam rangka upaya terciptanya perdamaian dunia. Dokumen Visi Pendidikan UNESCO 2050 mengajak kita semua untuk memikirkan dan secara aktif menciptakan, dalam kapasitas kita masing-masing berbagai bentuk masyarakat yang kita inginkan, dalam menjawab tiga tantangan global pendidikan yaitu: Damai, Adil, dan Berkelanjutan (Ismunandar, Kompas 29/1/2022. Visi Pendidikan 2050 UNESCO).
Presiden Jokowi pernah melakukan kunjungan ke dua negara yang berperang, dan tentunya dengan maksud sebagai tindakan menentang perang. Sebuah kunjungan yang bisa dijadikan pelajaran untuk pendidikan perdamaian dan budaya tanpa kekerasan, karena tindakan itu bagaimana pun juga memainkan peran kunci guna mengembangkan ‘Budaya Perdamaian’ atau budaya tanpa kekerasan. Langkah Presiden Jokowi dalam upaya mewujudkan budaya perdamaian sangat bermakna bagi dunia pendidikan dan para siswa sekolah.
Deklarasi PBB tanggal 13 September 1999, mendefinisikan Budaya Perdamaian sebagai “sejumlah nilai, keyakinan, tradisi, perilaku dan gaya hidup … Anak-anak agar sejak dini dilibatkan dalam kegiatan kependidikan yang mentransfer nilai, keyakinan, perilaku dan gaya hidup yang memberdayakan mereka untuk melerai konflik secara damai berdasarkan spirit toleransi, menghargai harkat manusia dan nondiskriminasi” (Deklarasi PBB 1999).
Buddhadharma dan Pendidikan Perdamaian
Budaya Damai dan menentang peperangan, dan memajukan politik tanpa kekerasan inilah yang menjadi semangat dan aspirasi semua agama, termasuk Buddhadharma, sebagaimana tercermin dalam spiritualitas Buddha di dalam pencapaian kebuddhaannya dan melakukan pemutaran roda dharmanya. Pemutaran roda dharma demi kebahagiaan umat manusia, perdamaian dunia yang merupakan suatu tindakan pendidikan, yang bertujuan menumbuhkan budaya damai di segenap hati manusia agar semua makhluk dapat hidup berbahagia (Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta).
Sekolah-sekolah Buddha mencerminkan nilai-nilai Buddhadharma, dan sebagai institusi pendidikan sepantasnya memperjuangkan perdamaian, mengajarkan anak-anak didik tentang perdamaian. Buddhadharma adalah pendidikan dan sebagai pendidikan ini berawal ketika Brahma Sahampati memohon agar Buddha yang telah mencapai penerangan sempurna untuk mengajarkan Dharma dan bertindak sebagai guru (Vin. I, 4-7).
Lalu, Buddha pun mengajar dharma yang ditujukan tidak hanya kepada manusia namun juga didengarkan oleh para dewa. Buddha pun memperoleh julukan “Satta Deva Manussanam atau guru para dewa dan manusia.” Buddha bertujuan agar manusia mencapai kebijaksanaan dengan menggali potensi moralitas dan spiritualitasnya yang memungkinkan terwujudnya perdamaian. Sekolah-sekolah Buddha dalam sejarahnya telah berperan besar membangun peradaban dunia yang cinta damai, begitu pula dengan sekolah-sekolah Buddhis masa kini dalam menumbuhkan kebijaksanaan Buddha.
“The goal of Buddha’s teaching-the goal of Buddhist education is to attain wisdom. In Sanskrit, the language of ancient India, the Buddhist wisdom was called ―Anuttara-Samyak-Sambodhi, meaning the perfect ultimate wisdom. The Buddha taught us that the main objective of our practice or cultivation was to achieve this ultimate wisdom. The Buddha further taught us that everyone has the potential to realize this state of ultimate wisdom, as it is an intrinsic part of our nature, not something one obtains externally.” (V.K. Maheshwari, Former Principal K.L.D.A.V (P.G) College, Roorkee, India, 2012)
Mewujudkan Perdamaian
Kebijaksanaan sejalan dengan perdamaian. Mewujudkan perdamaian merupakan pesan dari ajaran Buddha, sebagaimana juga diungkapkan oleh Dalai Lama, pemenang hadiah Nobel Perdamaian 1989.
“My message is the practice of compassion, love and kindness. These things are very useful in our daily life, and also for the whole of human society this practice can be very important.” Sepanjang hidupnya, Dalai Lama yang pernah mendapat penghargaan Nobel Prize ini memperjuangkan perdamaian. Perdamaian adalah misi Buddhadharma yang sepantasnya dikenal anak-anak didik sejak dini, sejak di bangku sekolah.
Bahwa perdamaian juga menjadi misi Buddhadharma dan karenanya pantas diwujudkan perlu diimplementasikan dalam kurikulum pendidikan. “Pendidikan adalah senjata paling ampuh yang dapat kamu gunakan untuk mengubah dunia” (Nelson Mandela).
Menurut Sulak Sivaraksa, tokoh Buddhis dari Thailand, dan nominasi Nobel Prize perdamaian, “Pendidikan Buddhis memelihara budaya perdamaian dengan meredam arus pasang ketidakamanan, kekerasan struktural, dan teror melalui kewelas-asihan, kerendahan hati, kedermawanan, kesadaran, dan kebijaksanaan” (Sulak Sivaraksa, 2013:57).
Tegasnya, “Pendidikan yang bersifat praktikal dan kontemplatif adalah jantung pembangunan perdamaian” (Sulak Sivaraksa, 2013: 57).
Kita kenal pula tokoh perdamaian Buddhis dari Vietnam, Thich Nhat Hanh. Karya-kaya Thich Nhat Hanh, tokoh Perdamaian dari Vietnam ini juga menarik perhatian para pembacanya karena memberikan visi spiritual tentang semesta untuk kehidupan manusia di dunia saat ini, dan praktik ajaran untuk membangun perdamaian dan keadilan.
Jack Maguire dalam “Essential Buddhism: A Complete Guide to Beliefs and Practices,” menekankan satu dari ajaran utama Buddhisme adalah tentang cinta kasih, tanpa kekerasan. Buddhisme sebagai jalan spiritual menyelesaikan problem yang dihadapi kehidupan bersama manusia secara langsung yakni dengan sikap tanpa kekerasan dan hidup bersama secara damai harmoni. (Bell Hooks, “Creating a Culture of Love,” dalam “The Best Buddhist Writing,” Melvin McLeod, Ed. 2017: 42).
Disinilah urgensinya dan perlunya ditumbuhkan pembelajaran cinta kasih dalam tindakan sebagai pendidikan budaya perdamaian. Pembelajaran Buddhadharma dengan paradigma kontekstual dalam dunia pendidikan Buddhis yang terejawantahkan dalam aspek kependidikan, seperti: pedagogi, kurikulum, guru, sekolah, dan kesempatan atau akses dalam berkebudayaan.
Pendidikan adalah bagian dari kebudayaan dan proses kebuddhaan itu sendiri sesuai misi Buddhadharma untuk kebahagiaan manusia. Manusia yang ada dan hidup di dunia dimana kebahagiaan itu mensyaratkan terciptanya perdamaian dan keadilan. Untuk itu, pendidikan budaya perdamaian adalah bagian yang terpisahkan dari pendidikan Buddhadharma kontekstual. Mari kita perdalam pendidikan Buddhis untuk terwujudnya Budaya Perdamaian dengan menyimak beberapa kepustakaan yang mendukungnya.
Ada buku-buku yang menjadi rujukan untuk studi perdamaian yang juga menjadi referensi dalam penulisan artikel ini:
C.B. Mulyatno. 2012. “Filsafat Perdamaian Menjadi Bijak Bersama Eric Weil.” Yogyakarta: Kanisius.
Jo Priastana. 2018. “Etika: Moralitas Mandiri dan Keterlibatan Sosial.” Jakarta: Yasodhara Puteri.
Butt-Indr, Siddhi. 1995. “The Social Philosophy of Buddhism.” Bangkok-Thailand: Mahamakut Buddhist University.
Karen Armstrong. 2013. “Compassion: 12 Langkah Menuju Hidup Berbelas Kasih.” Bandung: Penerbit Mizan.
Karen Armstrong. 2022. “Buddha”. Bandung: Mizan.
Venerable Ledi Sayadaw (Bhikkhu Pesala, Edited). 1997. “A Manual of The Excellent Man: Uttamapurisa Dipani.” Burma Publication Society.
Sulak Sivaraksa, 2013. “Pembangunan untuk Manusia: Ekonomi Buddhis Abad ke-21. Jakarta: Hikmahbuddhi, Institut Nagarjuna. (JP) ***
BAGI PARA PEMBACA YANG MAU MEMBANTU OPERASIONAL SETANGKAIDUPA.COM BISA MELALUI REK. BANK BRI KCP CIPULIR RADIO DALAM 086801018179534 AN. MAJAPUTERA KARNIAWAN. MOHON MENGIRIMKAN KONFIRMASI DANA KE WHATSAPP NOMOR 089678975279 (MAJA).
Sumber gambar: https://internationaldayofpeace.org/wp-content/uploads/2016/07/Culture-of-peace-LOGO.jpg