Oleh: Majaputera Karniawan, S.Pd.
Introduksi
Dalam kehidupan ini, kita bersinggungan dengan kondisi-kondisi yang membuat kita butuh akan pengendalian diri. Bagaimana tidak? Setiap hari kita mungkin menemui hal-hal tidak menyenangkan dalam kehidupan yang membuat kita menderita dan mengalami ketidaksenangan (Domanassa), juga hal-hal menyenangkan yang membuat kita terlarut dalam kerinduan akan kenikmatan duniawi (Abhijja). Namun kehidupan ini begitu dinamis, segala hal tidak kekal (Anicca) dan mengalami perubahan (Viparinama). Ketika perubahan itu tidak disukai atau disenangi, maka akan menjadi penderitaan (Dukkha) bagi diri kita.
Sang Buddha mengajarkan pengendalian diri (Saṃvara) sebagai pelindung internal diri sendiri (SN3.5. Attarakkhita Sutta), dalam sutta ini beliau menyatakan pada Raja Pasenadi dari Kosala bahwa mereka yang tanpa pengendalian diri dan terlibat dalam perbuatan buruk melalui perbuatan, ucapan, maupun pikiran, membiarkan diri mereka tanpa perlindungan, meskipun dilindungi sekelompok pasukan gajah, sekelompok prajurit berkuda, sekelompok prajurit kereta, atau sekelompok prajurit infanteri sekalipun, mereka tetap tidak terlindungi! Karena perlindungan itu adalah eksternal, bukan internal. Sebaliknya mereka yang terlibat dalam perbuatan baik melalui perbuatan, ucapan, maupun pikiran, melindungi diri mereka, meskipun tidak dilindungi sekelompok pasukan gajah, sekelompok prajurit berkuda, sekelompok prajurit kereta, atau sekelompok prajurit infanteri sekalipun, mereka tetap terlindungi. Karena perlindungan itu adalah internal, bukan eksternal.
“Adalah baik pengendalian melalui jasmani,
Pengendalian melalui ucapan juga baik;
Adalah baik pengendalian melalui pikiran,
Pengendalian di mana-mana adalah baik.
Dengan bersungguh-sungguh, terkendali di mana-mana,
Seseorang dikatakan terlindungi.”
(SN3.5. Attarakkhita Sutta)
Perumpamaan rumah yang terbakar
Kita semua hendaknya menyadari bahwa kehidupan ini singkat, maka kita hendaknya mengisi kehidupan ini dengan hal-hal yang bermanfaat. Sang Buddha dalam AN.3.51 Paṭhamadvebrāhmaṇa Sutta bersabda bahwa sesungguhnya dunia ini terhanyutkan oleh usia tua, penyakit, dan kematian, tetapi walaupun dunia ini terhanyutkan oleh usia tua, penyakit, dan kematian, ketika seseorang meninggal dunia maka pengendalian-diri atas jasmani, ucapan, dan pikiranlah yang akan memberikan naungan, pelabuhan, pulau, perlindungan, dan penyokong!
Sang Buddha mengumpamakan ketika rumah seseorang terbakar, perlengkapan yang dibawa keluar adalah yang berguna, bukan yang terbakar di dalam, demikianlah dunia ini terbakar oleh usia tua, penyakit, dan kematian, oleh karena itulah seseorang harus ‘mengeluarkan’ dengan melakukan perbuatan-perbuatan berjasa dan memiliki pengendalian diri atas jasmani, ucapan, dan pikiran, karena hal-hal inilah yang dilakukan selagi hidup, akan mengarahkan pada kebahagiaan (AN.3.52 Dutiyadvebrāhmaṇa Sutta). Maka hendaknya kita memiliki pengendalian diri atas setiap perbuatan, ucapan, dan pikiran kita.
Perumpamaan Kura-kura dan 6 Binatang
Setiap tindakan, baik melalui perbuatan, ucapan, dan pikiran, keluar melalui enam pintu indria, maka Sang Buddha mengajarkan tentang pengendalian keenam pintu indria. Sang Buddha mengumpamakan seperti serigala yang menunggu kura-kura keluar dari cangkangnya (SN35.240. Kummopama Sutta), serigala itu mendekat dan menunggu kesempatan dengan berpikir, ‘Ketika kura-kura ini menjulurkan salah satu kaki atau lehernya, aku akan menangkapnya seketika, menariknya, dan memakannya!’ Tetapi karena sang kura-kura tidak menjulurkan kaki atau lehernya, serigala itu gagal memperoleh kesempatan untuk menangkapnya hingga ia pun kehilangan minat pada kura-kura itu dan pergi. Dalam sutta ini, Buddha mengumpamakan serigala ibarat Māra si Jahat yang selalu menunggu untuk menangkap melalui enam pintu indria, yaitu indria mata, telinga, hidung, lidah, kulit badan, dan pikiran. Sang Buddha mengajarkan pengendalian terhadap keenam pintu indria, yaitu ketika mengalami salah satu atau lebih objek-objek enam indria (bentuk-bentuk, suara-suara, bau-bauan, rasa kecapan, sentuhan-sentuhan, dan fenomena-fenomena pikiran), jangan menggenggam gambaran dan ciri-cirinya. Jika kita menggenggam dan membiarkan indria-indria tidak terkendali, maka kondisi buruk tidak bermanfaat berupa ketamakan (Abhijja) dan ketidak-senangan (Domanassa) akan datang menyerang, maka Sang Buddha menegaskan agar kita menjaga indria-indria, melatih dan menjalankan pengendalian indria-indria.
Dalam SN35.247 Chappāṇakopama Sutta, Sang Buddha memberikan perumpamaan bahwa enam indria dan objeknya seperti enam ekor binatang (ular, buaya, burung, anjing, serigala, dan monyet) yang saling menarik menuju habitat yang berbeda arah, seseorang dengan tanpa pengendalian diri diibaratkan seperti orang yang mengikat mereka menjadi satu simpul dan melepaskan mereka, tentu saja masing-masing binatang akan menarik ke arah berbeda! Ular berpikir untuk memasuki gundukan sarang semut, buaya berpikir untuk memasuki air, burung berpikir terbang ke angkasa, anjing ingin memasuki desa, serigala ingin menuju tanah perkuburan, dan monyet ingin memasuki hutan. Ketika keenam binatang itu menjadi letih dan lelah, mereka akan menyerah, dikuasai oleh satu di antara mereka yang paling kuat, di bawah kendalinya. Demikian juga indria-indria kita, serupa dengan binatang-binatang tersebut, mata menarik ke arah bentuk-bentuk yang menyenangkan dan bentuk-bentuk yang tidak menyenangkan sebagai menjijikkan; telinga menarik ke arah suara-suara yang menyenangkan dan suara-suara yang tidak menyenangkan sebagai menjijikkan; hidung menarik ke arah bau-bauan yang menyenangkan dan bau-bauan yang tidak menyenangkan sebagai menjijikkan; lidah menarik ke arah rasa kecapan yang menyenangkan dan rasa kecapan yang tidak menyenangkan sebagai menjijikkan; badan menarik ke arah objek-objek sentuhan yang menyenangkan dan objek-objek sentuhan yang tidak menyenangkan sebagai menjijikkan; pikiran menarik ke arah fenomena-fenomena pikiran yang menyenangkan dan fenomena-fenomena pikiran yang tidak menyenangkan sebagai menjijikkan. Sangat berbahaya bila kita tidak bisa mengendalikan indria-indria kita, dan pada akhirnya demi memuaskan nafsu indria-indria, kita dapat melakukan perbuatan buruk yang bisa saja merugikan diri sendiri dan orang lain!
Cara melatih dan menumbuhkan pengendalian diri
Hal pertama yang harus dilakukan adalah memiliki rasa malu (Hiri) dan rasa takut berbuat salah (Ottapa), karena dua hal ini adalah sebab terdekat bagi munculnya pengendalian organ-organ indria (indriyasaṃvara, AN7.65, Hirīottappa Sutta). Kemudian melaksanakan apa yang disebut Saṃvarappadhāna (usaha benar dengan mengendalikan, AN4.14, Saṃvara Sutta), caranya adalah setelah mengindera sesuatu objek indria dengan alat indria, kita berusaha tidak melekat dan menggenggam segala gambaran dan ciri-cirinya, sehingga tidak memberikan kesempatan kondisi buruk tidak bermanfaat berupa kerinduan (Abhijjhā) dan ketidak senangan (Domanassā) tumbuh dan menyerang, berusaha menjaga indria-indria, melatih mengendalikannya, dan menjalankan pengendalian indria, ini disebut Saṃvarappadhāna. Mengapa kita harus melatih pengendalian terhadap pintu-pintu indria? Sebab noda-noda (āsavā), gangguan, dan gejolak muncul dalam diri seorang yang berdiam dengan indria-indria tidak terkendali, sebaliknya tidak ada noda-noda, gangguan, dan gejolak muncul dalam diri seorang yang berdiam dengan indria mata terkendali (MN2. Sabbāsava Sutta).
Sebagaimana keenam binatang tadi, jika seseorang mengikatnya ke satu tiang atau pilar yang kuat, keenam binatang akan berusaha untuk menarik kearah yang berbeda sampai kehabisan tenaga. Ketika keenam binatang itu menjadi letih dan lelah, mereka akan berdiri di dekat tiang atau pilar itu, mereka akan duduk dan berbaring di sana. Demikian keenam indria kita, apabila diikat pada tiang atau pilar yang kuat maka akan menjadi terkendali dan tidak berkeliaran sesukanya. Pilar yang kuat itu adalah “Perhatian yang diarahkan pada jasmani” (Kāyagatā Sati, SN35.247 Chappāṇakopama Sutta), maka dari itu melatih Perhatian yang diarahkan pada jasmani (Kāyagatā Sati) sangat bagus untuk mengendalikan keenam indria. Sang Buddha menyatakan dalam MN105. Sunakkhatta Sutta, bahwa mereka yang mempraktikkan pengendalian dalam enam landasan kontak indria, dan setelah memahami bahwa kemelekatan adalah akar penderitaan, maka ia menjadi tanpa kemelekatan, terbebaskan dalam hancurnya kemelekatan, adalah tidak mungkin bahwa ia akan mengarahkan tubuhnya atau membangkitkan pikiran ke arah objek kemelekatan apapun juga.
Demikianlah Sang Buddha mengajarkan kita senantiasa memiliki pengendalian diri, karena orang yang penuh semangat, selalu sadar, murni dalam perbuatan, memiliki pengendalian diri, hidup sesuai dengan Dhamma dan selalu waspada, maka kebahagiaan akan bertambah. (Dhammapada 24, Appamādavagga). Maka dari itu, berusahalah memiliki pengendalian diri agar kita bisa mencapai kebahagiaan melalui Dhamma ajaran Sang Buddha.
***
Daftar Pustaka
Dhammadhīro Mahāthera, Bhikkhu. 2014. PUSTAKA DHAMMAPADA PĀLI – INDONESIA. Tangerang Selatan. Penerbit Yayasan Saṅgha Theravāda Indonesia Pusdiklat Buddhis Sikkhadama Santibhumi.
SuttaCentral (Offline Legacy Version), 2005. Majjhima Nikāya, Diakses 10 Juli 2019 pukul 03:00 hingga 13 Juli 2019 pukul 21:15.
________ (Online Legacy Version), 2005. Majjhima Nikāya, Diakses 10 Juli 2019 pukul 03:00 hingga 13 Juli 2019 pukul 21:15. https://legacy.suttacentral.net/mn
________ (Offline Legacy Version), 2005. Saṃyutta Nikāya, Diakses 10 Juli 2019 pukul 03:00 hingga 13 Juli 2019 pukul 21:15.
________ (Online Legacy Version), 2005. Saṃyutta Nikāya, Diakses 10 Juli 2019 pukul 03:00 hingga 13 Juli 2019 pukul 21:15. https://legacy.suttacentral.net/sn
________ (Offline Legacy Version), 2005. Aṅguttara Nikāya, Diakses 10 Juli 2019 pukul 03:00 hingga 13 Juli 2019 pukul 21:15.
________ (Online Legacy Version), 2005. Aṅguttara Nikāya, Diakses 10 Juli 2019 pukul 03:00 hingga 13 Juli 2019 pukul 21:15. https://legacy.suttacentral.net/an