Perang Kamboja-Thailand (1) – Hegemoni Nasional dalam Politik Batu

Home » Artikel » Perang Kamboja-Thailand (1) – Hegemoni Nasional dalam Politik Batu

Dilihat

Dilihat : 6 Kali

Pengunjung

  • 0
  • 25
  • 125
  • 79,568
Pic 2-10 Perang Kamboja

Oleh: Jo Priastana

 

“Lebih dari Sekedar Mengakhiri Perang,

Kita ingin Mengakhiri Awal dari Perang”

(Franklin D. Roosevelt 1882-1945, Presiden AS ke-32)

 

Perang Kamboja-Thailand yang mempersoalkan sengketa perbatasan pada bulam Mei dan Juli 2025 lalu akhirnya redam juga. Pada tanggal 28 Juli tengah malam, diberlakukan gencatan senjata lewat perundingan yang dipimpin oleh PM Malaysia, Ketua Asean Anwar Ibrahim. Menjadi pertanyaan, apakah gencatan senjata yang mengakhiri perang yang telah menewaskan 38 orang lebih itu tidak akan terjadi lagi? Lalu, bagaimana akhir konflik perbatasan wilayah yang berkelindan dengan memperebutkan candi itu akan tuntas berakhir? Bagaimana menyelesaikan akar konflik itu yang tampaknya juga bersarang pada memperebutkan candi yang berkenan dengan identitas dan kebanggaan nasional?

Konflik Kamboja dengan Thailand dua negara di Asia Tenggara ini sangat berpengaruh pada stabilitas, kesatuan, dan sentralitas ASEAN. Patut dicatat juga, Asia Tenggara maupun Asia Timur adalah sedikit dari wilayah di dunia yang stabil dan aman. Kawasan ini mencatatkan pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi global. Tiga hal tadi, yaitu stabilitas, kesatuan, dan sentralitas adalah modal utama bagi ASEAN mengelola kawasan hingga menjadi salah satu pusat pertumbuhan global (Kompas, 20/7/2025).   

Konflik Kamboja-Thailand telah mencoreng citra ASEAN sebagai kawasan yang cukup damai. Sudah bertahun-tahun anggota ASEAN tidak berkonflik sampai mengangkat senjata, karenanya konflik Kamboja-Thailand itu menjadi perhatian internasional. Konflik ke dua negara itu terjadi sejak 2008, dan pada Mei 2025, sengketa perbatasan yang telah menyejarah itu meruncing dan berpuncak pada perang Juli 2025 dengan korban 38 tewas. Sesungguhnya soal sengketa perbatasan itu telah ada penetapan pada tahun 2013, dimana Mahkamah International atau International Court of Justice (ICJ) memutuskan wilayah yang disengketakan itu milik Kamboja.

 

Konflik Perbatasan Kamboja-Thailand

Meski telah ada penetapan dari International Court of Justice (ICJ), tetap saja Kamboja-Thailand berkonflik. Menlu Kamboja Prak Sokhom mengatakan, keputusan ICJ berdasarkan hukum internasional menawarkan resolusi yang adil, tidak memihak, dan tahan lama. Sementara, pemerintah Thailand tidak mengakui yurisdiksi ICJ sejak 1960. Kepala kantor berita Thailand Thai News Agency (TNA), Wakil PM sekaligus Menteri Pertahanan Thailand, Phumtham Wechayachai, menegaskan ulang komitmen negara lewat jalur Komite Batas Bersama atau Joint Border Committee (JBC).

Thailand dan Kamboja berbagi perbatasan sepanjang 817 kilometer. Selama satu abad lebih, dua negara tetangga ini memperebutkan kedaulatan di titik-titik yang belum punya batas jelas. Perbatasan Kamboja dipetakan oleh Perancis pada 1907 ketika Kamboja masih menjadi koloninya. Sejak 2008, ketegangan di antara kedua negara meningkat ketika terjadi saling klaim atas Kuil Preah Vihear yang diakui UNESCO sebagai Daftar Warisan Dunia. Pada 1962, Mahkamah Internasional memutuskan kuil itu milik Kamboja (Kompas, 10/6/25).

Konflik perbatasan Kamboja-Thailand tidak lepas dari sengketa soal kuil mengingat pusat konflik adalah wilayah sekitar Prasat Ta Muen Thom dan Preah Vihear Temple. Dua situs peninggalan Khmer yang berlokasi di segitiga zamrud, Kamboja-Thailand dan Laos. Meskipun Mahkamah Internasional pada 1962 (dan interpretasinya pada 2013) telah menetapkan Preah Vihear sebagai milik Kamboja, wilayah di sekitarnya masih dipersengketakan dan menjadi titik konflik (hukumonline.com).

Konflik antara Kamboja dan Thailand soal perebutan candi, terutama Preah Vihear dan Prasat Ta Muen Thom itu, kerap menjadi konflik bersenjata serius, seperti terjadi pada Mei, Juli 2025. Perilaku militer, pengungsi, komplikasi diplomatik, serta eskalasi nasionalisme politik menyertai situasi tersebut, dan untung saja ASEAN berhasil menyerukan gencatan senjata lewat perundingan yang dipimpin oleh Anwar Ibrahim, 28 Juli 2025.

Akar persoalan terletak pada situs sejarah yang terdapat di perbatasan Kamboja-Thailand. Kenapa candi bisa sampai diperebutkan? Bukankah candi itu cuma bangunan budaya masa lalu? Jawabannya sangat luas karena mencakup sejarah panjang, dari kolonialisme, nasionalisme, simbolisme budaya, dan tentu saja soal batas negara modern yang tidak selalu sesuai dengan kenyataan sejarah.  Bagaimanapun juga konflik ini telah cukup menyejarah dan berkisah berkenaan dengan hegemoni nasional dan kehormatan kedua negara.

Awal masalah kiranya ada pada penetapan batas di era kolonial. Pada awal abad ke-20, ketika Prancis menjajah Kamboja, terjadi pemetaan wilayah antara Prancis dan Siam (Thailand). Salah satu peta (map 1907) menunjukkan Candi Preah Vihear berada di sisi Kamboja. Thailand menggunakan peta buatan sendiri yang menempatkan candi itu di wilayahnya. Masalah muncul karena definisi perbatasan berubah-ubah tergantung siapa yang membuat peta dan kapan dibuatnya.

 

Politik Batu Hegemoni Nasional

Ada candi yang diperebutkan yaitu candi Preah Vihear dan Prasat Ta Muen Thom. Candi-candi ini dibangun oleh Kerajaan Khmer pada abad ke-9 s.d. ke 13, dan terletak di wilayah yang kini berada di perbatasan Thailand-Kamboja. Candi itu bercirikan arsitektur dan budaya Khmer (bukan Thai). Dulu, wilayah ini adalah bagian kerajaan Khmer, yang kemudian menyusut. Thailand (Siam) sempat menjadi kekuatan dominan, lalu Prancis datang dan menjadikan Kamboja sebagai koloni mereka. Di sinilah mulai rumitnya.

Sengketa kemudian berlanjut di Mahkamah Internasional. Tahun 1954, Thailand menguasai Candi Preah Vihear. Kamboja mengajukan gugatan ke Mahkamah Internasional atau International Court of Justice (ICJ) tahun 1959. Putusan ICJ tahun 1962 menetapkan Candi Preah Vihear secara sah milik Kamboja. Namun, wilayah di sekitar candi tidak dibahas secara rinci. Ini menyebabkan Thailand mengklaim tanah di sekitar candi, mengadakan pembangunan militer dan penempatan pasukan, dan pada tahun 2011 dan 2025 kembali terjadi bentrokan.

Kenapa candi jadi simbol perebutan oleh kedua negara? Konflik tampaknya bukan cuma soal lahan, dan candi diperebutkan oleh ke dua negara itu, karena candi bisa menjadi simbol identitas nasional (warisan kebudayaan Khmer vs Thai). Candi adalah kebanggaan sejarah dan simbol kejayaan masa lalu. Ini persoalannya siapa yang lebih berhak atas peninggalan masa kejayaan yang menyangkut kebanggaan nasional.

Selain itu, untuk masa kini situs percandian di wilyah itu bisa menjadi sumber wisata yang mendatangkan pendapatan ekonomi. Situs candi itu pun terletak pada posisi stategis, yaitu di tebing tinggi, lokasi yang sangat penting secara militer. Candi menjadi pemantik nasionalisme dan elit politik dari kedua negara kerap memanfaatkan isu ini untuk kepentingan dalam negeri.

Konflik yang terjadi terakhir itu berada di sekitar candi Preah Vihear. Selain itu ada situs candi lainnya yaitu Prasat Ta Muen Thom yang memiliki kasus serupa, tapi belum ada putusan internasional. Prasat Ta Muen Thom juga candi Khmer di perbatasaan. Lokasi ini lebih terpencil, namun Thailand sempat menempatkan militer di sana. Kamboja menyebut Thailand menjajah wilayah budaya Khmer, namun Thailand menuduh sebaliknya.

Candi seperti Preah Vihear dan Prasat Ta Muen Thom bukan sekedar banguan tua, tapi lambang warisan budaya besar. Ia adalah tanda batas wilayah negara modern yang ditentukan dengan cara kolonial. Simbol perebutan legitimasi politik dan nasionalisme dan sumber konflik karena belum adanya batas yang diakui bersama.

Kedua negara, Kamboja dan Thailand saat ini berpenduduk mayoritas beragama Buddha, sedangkan candi itu sendiri adalah candi Hindu. Kedua negara yang memperebutkan candi tersebut tentunya memiliki akar sejarah mengenai masuknya agama Buddha di Thailand dan Kamboja, dan apakah dalam sejarah juga pernah  terjadi konflik  yang berkenaan dengan agama?

Konflik yang menyentuh hubungan agama, budaya, dan politik sangat erat di Asia Tenggara. Apakah konflik yang menyangkut candi itu, candi Preah Vihear dan Prasat Ta Muen Thom berhubungan dengan agama? Tampaknya tidak secara langsung. Kedua candi tersebut dibangun oleh kerajaan Khmer abad ke 10-12 untuk persembahan kepada dewa Siwa dalam tradisi Hindu (Shivaisme).

Arsitektur candi itu mengikuti gaya Khmer klasik, mirip Angkor Wat. Dalam perkembangannya, seiring pergeseran kepercayaan penduduknya, dimana wilayah dan struktur candi itu sering dialih-fungsikan atau disandingkan dengan sejarah agama Buddha, mengingat candi itu berada di wilayah yang kini mayoritas beragama Buddha Theravada, termasuk Thailand dan Kamboja. (JP) ***

 

BAGI PARA PEMBACA YANG MAU MEMBANTU OPERASIONAL SETANGKAIDUPA.COM BISA MELALUI REK. BANK BRI KCP CIPULIR RADIO DALAM 086801018179534 AN. MAJAPUTERA KARNIAWAN. MOHON MENGIRIMKAN KONFIRMASI DANA KE WHATSAPP NOMOR 089678975279 (MAJA).

 

Sumber gambar: meta AI

error: Content is protected !!
Butuh bantuan?