Oleh: Vijjavati Anindita
Sati sampajanna adalah istilah yang umumnya muncul di dalam praktik meditasi. Sati artinya adalah awareness ‘kesadaran’ yang memperhatikan. Dari banyaknya bentuk kesadaran, kesadaran yang benar (samma sati) menurut Buddhadharma adalah sadar untuk tidak melekat terhadap objek. Sampajanna artinya ‘Tahu dengan jelas’, menyadari bahwa keberadaan objek tidak abadi karena bisa muncul dan lenyap. Sati tanpa sampajanna bukanlah samma sati karena tidak mungkin pikiran belajar untuk tidak melekati objek tanpa menyadari sifatnya yang muncul dan lenyap (tidak abadi).
Melatih sati sampajanna adalah salah satu tujuan meditasi. Praktik meditasi sendiri didukung oleh beberapa faktor, diantaranya adalah mengumpulkan dan mengulang kembali apa yang telah dipelajari hingga ditembus. Dengan mengarahkan pikiran untuk berulang kali mengingat, mengumpulkan, dan mengulang kembali apa yang telah dialami atau dipelajari sebelumnya, pikiran akan mampu menembus fenomena yang sedang difokuskan hingga membuahkan kebijaksanaan. Terlibatnya kebijaksanaan saat berpikir dan bertindak mencegah pikiran dan tubuh melakukan hal-hal tidak bajik.
Masyarakat di era modern tidak jauh dari penggunaan teknologi dan gawai dalam kehidupan sehari-hari. Sejak usia kanak-kanak, manusia terbiasa menggunakan teknologi untuk menyokong aktivitasnya seperti bekerja dan belajar. Dengan satu ketikan jari, manusia mampu memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya atau menyebarkan pesan ke seluruh dunia. Bagaimana tidak mudah? Apa yang dicari atau ditanyakan tinggal dicari saja dengan gawai yang sudah tersambung ke koneksi internet. Meskipun teknologi mempermudah kehidupan manusia, teknologi yang tidak dimanfaatkan dengan baik malah akan merugikan manusia.
Kemudahan yang ditawarkan kecanggihan internet menjadi berdampak negatif ketika manusia yang menggunakannya tidak memiliki sati sampajanna. Sati sampajanna yang dimaksud di dalam pemanfaatan teknologi ini beragam aplikasinya. Contoh yang sedang banyak didiskusikan adalah sati sampajanna saat menggunakan AI. Sudah sering dilaporkan bahwa anak muda menggunakan AI saat menulis dokumen tertentu seperti tugas kuliah, karya ilmiah, bahkan surat lamaran pekerjaan. Hasil karya AI memang instan sehingga tugas dapat dikumpulkan dengan cepat, tetapi yang dikumpulkannya jadinya bukan karya sendiri.
Saat menulis karya tertentu, penulis akan meluangkan waktu, usaha, bahkan sumber daya miliknya untuk menghasilkan buah pikiran dalam bentuk rangkaian kata. Hasil karya tersebut boleh mengutip sebagian ide orang lain asalkan cara mengutipnya sesuai dengan kaidah yang berlaku. Jika karya yang dibuat hanya salin tempel dari karya orang lain tanpa menambahkan ide original penulisnya, penulis tersebut sama saja melakukan plagiasi. Salin tempel langsung karya AI membuat manusia tidak melalui proses pikir saat menulis, tetapi memanfaatkan AI untuk mengurai writer’s block atau menjabarkan suatu topik akan menstimulasi masuknya ide-ide baru.
Otak manusia pada dasarnya terdiri atas sel-sel saraf. Ketika manusia belajar, hal yang dipelajari tidak langsung disimpan sebagai memori. Untuk membentuk memori, sel saraf tidak cukup hanya membentuk sel-sel saraf yang baru, tetapi juga berikatan dengan sel saraf lain yang berdekatan serta menambah plastisitasnya. Semakin plastis dan banyak jumlah ikatannya, semakin lama pula memori disimpan di dalam otak. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak seseorang berpikir dan belajar, otaknya akan semakin aktif. Semakin aktif otak berfungsi, semakin rendah risiko seseorang mengalami gangguan kognitif seperti dementia.
Perkembangan teknologi adalah sesuatu yang tidak dapat dilawan manusia. Yang dapat manusia lakukan adalah menyesuaikan diri dan memanfaatkannya secara wajar. Akan tetapi, manusia yang menggunakan teknologi pertama-tama butuh mengerti dulu cara menggunakan teknologi yang wajar. Jika kemajuan teknologi ditolak, manusia tersebut dinilai tidak mampu beradaptasi dengan perubahan zaman dan standar hidup yang berlaku. Jika berlebihan dimanfaatkan, manusia akan terlalu bergantung pada teknologi. Ketergantungan teknologi dalam berpikir menyebabkan pikiran dangkal sehingga tidak mampu menalar. Disebutkan di dalam Appamada Vagga syair ke-26
Orang dungu yang berpengertian dangkal, terlena dalam kelengahan.
Sebaliknya, orang bijaksana senantiasa menjaga kewaspadaan seperti menjaga harta yang paling berharga.
BAGI PARA PEMBACA YANG MAU MEMBANTU OPERASIONAL SETANGKAIDUPA.COM BISA MELALUI REK. BANK BRI KCP CIPULIR RADIO DALAM 086801018179534 AN. MAJAPUTERA KARNIAWAN. MOHON MENGIRIMKAN KONFIRMASI DANA KE WHATSAPP NOMOR 089678975279 (MAJA).
Referensi
Vipassana Research Institute. (1993). Sampajañña: The Fullness of Understanding. https://www.vridhamma.org/node/2485.
Fendy, F., Surya, J., Angela, S., Suyati, S., & Lie, N. (2023). Memahami Konsep Meditasi Dalam Kajian Sutta-Sutta Dalam Suttapiṭaka. PATISAMBHIDA: Jurnal Pemikiran Buddha dan Filsafat Agama, 4(2), 84-96.
Ackerman S. Discovering the Brain. Washington (DC): National Academies Press (US); 1992. 8, Learning, Recalling, and Thinking. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK234153/.
Boele, H. J., Koekkoek, S. K., De Zeeuw, C. I., & Ruigrok, T. J. (2013). Axonal sprouting and formation of terminals in the adult cerebellum during associative motor learning. Journal of Neuroscience, 33(45), 17897-17907.
Frisoni, G. B., Altomare, D., Ribaldi, F., Villain, N., Brayne, C., Mukadam, N., … & Dubois, B. (2023). Dementia prevention in memory clinics: recommendations from the European task force for brain health services. The Lancet Regional Health–Europe, 26.
Samaggi-Phala. (n.d.). Kisah Perayaan Balanakkhatta. https://samaggi-phala.or.id/tipitaka/kisah-perayaan-balanakkhatta/.
Gambar: https://pbs.twimg.com/media/GLWpYQvbMAALOJM.jpg:large. Diakses 4 Nov 24.