Oleh: Majaputera Karniawan, M. Pd.
Siang itu tepat di Hari Raya Waisak, 23 Mei 2024 saya dan mama melangkahkan kaki di Wihara Budhi Asih (Hok Tek Ceng Sin Bio 福德正神廟), Jalan Kantor Pos, Arjawinangun Kab. Cirebon. Kala itu masuk bersama saya seorang Polisi berbadan tegap ke dalam Wihara. Nampak seperti pak Polisi menunggu kedatangan kami walau kami pun tidak ada janji. rupanya setelah berbincang-bincang barulah kami tahu bahwa beliau adalah Kapolsek Arjawinangun yang sedang bertugas monitoring dan visitasi ke vihara tersebut. Beliau bertanya maksud kedatangan kami karena beliau melihat plat motor B (Jakarta) dan muka penuh debu layaknya orang yang baru saja melintasi jalur Pantura.
Kami menjelaskan bahwa sedang memanfaatkan momentum libur waisak untuk berkeliling puja ke beberapa wihara di pesisir Pantura, salah satunya adalah Wihara Budhi Asih (ANNO 1958) ini. Setelah itu kami juga berbincang dengan penjaga wihara ini karena kebetulan saat itu kamilah umat pertama yang bersembahyang di wihara ini. Setelah sempat berfoto bersama, pak Kapolsek beserta jajaran pergi lebih dahulu. Tinggal kami bersama penjaga wihara bernama Bapak Sakim. Sembari beliau menyodorkan nomor telepon beliau bagi siapapun yang mau berkunjung ke Wihara ini, apabila wihara tertutup bisa hubungi beliau di 0877-2871-5187 (telepon biasa, tidak ada Whatsapp).
Bapak Sakim menceritakan terkait kondisi di Wihara Arjawinangun yang umat Buddha di tempat ibadahnya sudah nyaris tidak ada. “Kebanyakan dari muda mudi orang Tionghoa di sini sudah pindah Agama, apalagi tepat di seberang wihara ini berdiri sebuah gereja yang aktif kegiatannya, yah sisa yang tua-tua saja, itupun kebanyakan dari Cirebon kota”. Saya pun menimpali “Memang kalau soal keyakinan sih kita tidak bisa memaksakan pak, apalagi itu hak masing-masing” tapi cukup miris juga saya melihat fenomena ini. Bahkan wihara ini sudah tidak memiliki sumber air sehingga harus beli air. Semoga kelak air di wihara ini bisa aktif kembali.
Kami melanjutkan perjalanan, sampailah ke Wihara Dharma Loka (Po An Bio保安廟). Sindanglaut, Lemahabang Wetan, Kab. Cirebon. Di sana kami bertemu dengan penjaga wihara Ci Cing-Cing. Ia bercerita bahwasanya umat di sana semakin tahun memang semakin sedikit juga. Hanya sisa yang sudah tua-tua saja. Kebaktian di sinipun paling hanya 1 bulan 1x atau pas ketika ada Bhikkhu saja. Vihara yang dikelola oleh para sesepuh Tionghoa di Sindanglaut meski nampak berdiri megah, namun lama kelamaan krisis umat akan terus menggerogoti regenerasi wihara ini.
Bukan kali ini saja saya mengunjungi vihara-vihara dengan kondisi demikian di Pantura. Pada 9 Mei 2024 bertepatan dengan libur panjang Isa Al Masih, saya juga mengunjungi dan bertukar informasi dengan beberapa penjaga wihara di daerah lain di Pantura. Semua masalahnya sama, krisis umat!
Di Wihara Pemancar Keselamatan/Khemapabhassara (Hok Tek Ceng Sin Bio 福德正神廟, ANNO 1803) Kota Majalengka, saya bertemu dengan Ema Ogie dan Kong Edi, mereka menyatakan bahwa umat Buddha yang bersembahyang di Majalengka sendiri hanya tersisa 3 kepala keluarga saja. Selebihnya umat dari daerah lain seperti Cirebon, Jakarta, dan Bandung. Masalah tidak adanya regenerasi ini kemudian memaksa wihara ini hanya buka setiap Ce It dan Cap Go saja. Sebagian besar dari mereka pindah keyakinan karena pernikahan, ada juga yang mau lebih praktis.
Di Wihara Dharma Ratna (Hio Shua Kiong 香山公, ANNO 1895) Jatiwangi Kab. Majalengka juga mengalami masalah serupa. Banyak di antara umat yang sudah pindah agama baik ke agama Islam ataupun Kristen dan Katolik dengan alasan beragam. Demikian juga di Wihara Dharma Rakhitta (Hok Tek Tong 福德堂 ANNO >1785) Jamblang, Kab. Cirebon yang sudah sangat tua mengingat masih memakai kayu wuwungan dari pohon yang sama dengan Masjid Agung Cirebon. Mulai ditinggalkan umatnya bahkan meski wihara buka setiap hari, belum tentu ada yang bersembahyang apalagi kebaktian.
Berjalan ke arah Jawa Tengah, ada Wihara Bhodi Dharma (Hok Tek Kiong 福德宫 ANNO 1895) yang sisa sedikit umatnya. Hanya tersisa generasi tua saja yang masih rajin kebaktian di Dharmasala di sebelah ruang Kongco. Wihara ini juga menjadi titik singgah para Bhikkhu Thudong beberapa waktu lalu. Kemudian di Brebes ada Wihara Dharma Mulya (Hok Tek Bio 福德廟 ANNO 1888) Jl. Klenteng No.55 Losari, Brebes, Jawa Tengah dengan penjaga wiharanya bernama Lim Hok An, beliau kembali mengutarakan masalah yang sama bahwasanya wihara Hok Tek ceng Sin Losari juga terancam kehilangan regenerasi. Bahkan sudah pernah masuk ke dalam berita online Panturapost.
Mungkin kita bertanya “Mengapa hal ini bisa terjadi?”, tetapi kita bisa melihat secara de-facto (realitanya) bahwasanya pertumbuhan dan pembinaan umat Buddha di pulau Jawa, khusus di daerah pelosok memang agak tertinggal sedangkan pembinaan lebih intens di kota-kota besar. Terlebih Jakarta dan Tangerang Kota. Kemudian Bandung, Cirebon Kota, Semarang, Surabaya, dan daerah-daerah lainnya agak tertinggal. Sudah tiba bagi kita untuk kaderisasi dan mendukung para abdi Dhamma serta kegiatan-kegiatan Wihara di daerah-daerah sebelum pada akhirnya hilang di tinggalkan. Tidak perlu saling salah-salahan dan saling tunjuk menunjuk. Apapun yang bisa kita sumbangsihkan saja sudah sangat membantu.
Terlebih jika para Dhammaduta dan perwakilan majelis-majelis Buddhis maupun lintas majelis (bila diizinkan) yang mengayomi vihara tersebut bisa menyempatkan diri berkunjung ke wihara-wihara tersebut. Sama seperti saya meskipun saya Dhammaduta independen saya aktif membina di sebuah Wihara desa Cilaku, Tenjo, Kab. Bogor setiap 2 minggu 1x. Pembinaan yang kita lakukan meskipun secara individual sudah sangat membantu. Serta pemberitaan ini semoga bisa sampai dan diteruskan pada instansi terkait, agar bisa menyalurkan para Penyuluh Agama Buddha baik yang PNS atau Non PNS maupun organisasi non pemerintah yang peduli pada perkembangan Dhamma untuk aktif bersinergi, bekerja sama, dan saling mengisi mengaktifkan Dhamma di pelosok. Pada akhirnya hanya bintang kesepian yang bersinar sendirian. 2024 Sudah masuk era kolaborasi. Semoga kelak semua lapisan Buddhis mulai dari pimpinan tertinggi hingga lapisan bawah bisa saling bahu membahu untuk terus bertahannya Buddhisme baik Theravada, Mahayana, Tantrayana, Buddhayana, Vajrayana, Tradisi Tridharma, dan lain lain di Indonesia. Svaha!
Daftar Pustaka:
Foto: HUMAS POLSEK Arjawinangun. 2024. https://www.instagram.com/reel/C7T6MWpvJLB/?igsh=bHJ3Y2hzdnVqaXg3. Diakses 27 Mei 2024.
https://www.panturapost.com/sejarah/2073238847/klenteng-hok-tek-bio-brebes-dan-generasi-penerus-yang-menyusut. Diakses 27 Mei 2024.