Reformasi Pendidikan Melalui Semangat Ajaran Konfusianisme (儒教)

Home » Artikel » Reformasi Pendidikan Melalui Semangat Ajaran Konfusianisme (儒教)

Dilihat

Dilihat : 39 Kali

Pengunjung

  • 0
  • 0
  • 89
  • 23,130
3 Reformasi pic

Oleh: Gifari Andika Ferisqo (方诸德)

 

Ajaran Konfusianisme (儒教) sudah melekat pada masyarakat Tionghoa sejak ribuan tahun lalu, yang mana kehidupan sehari-hari orang Tionghoa dipengaruhi oleh nilai-nilai filsafat ini. Konfusius (孔子) adalah guru filsafat dan agamawan paling terkenal dalam sejarah kebudayaan Tionghoa yang menanamkan nilai-nilai keteraturan dalam kehidupan di masyarakat, keluarga dan pribadi. Sebelum keteraturan tersebut direfleksikan dalam ruang lingkup yang lebih luas dan kompleks, terlebih dahulu seseorang harus memiliki pengolahan diri mengenai ketulusan dan tekad yang sungguh-sungguh dalam berhubungan dengan orang lain, seseorang juga harus memperluas pengetahuan dan wawasan sampai pada tingkat yang paling tinggi. Selain itu ajaran Konfusianisme (儒教) selalu menanamkan sikap pekerja keras, hemat, memiliki fighting spirit yang kuat dan menjaga nama baik keluaraga melalui kepercayaan yang telah mengakar sangat kuat pada tradisi Tionghoa.

Pendidikan juga menjadi faktor utama dalam menunjang kehidupan sosial bermasyarakat, bahwa dengan adanya peningkatan pendidikan maka secara sosial masyarakat orang tersebut akan lebih bermartabat. Orientasi pemahaman dunia pendidikan pada ajaran Konfusianisme (儒教) sangat berkaitan erat dengan nilai-nilai filsafat yang telah melahirkan sikap hidup yang mementingkan pendidikan dalam upaya melihat bahwa teori dan kehidupan praktik tidak dapat dipisahkan.

Konsep pendidikan dan pengasuhan anak pada tradisi Konfusianisme (儒教) mengacu pada peradaban masa sejak Mèngzǐ (孟子; 372-289 SM) murid Konfusius (孔子), orang Tionghoa selalu memandang sifat manusia secara optimistis bahwa pada dasarnya orang itu baik dan dengan mengasuh anak sesuai cara yang benar melalui pengasuhan dan pendidikan yang tepat, maka orang akan memperoleh sikap, nilai-nilai dan disiplin diri yang benar. Pendidikan karakter dijalankan untuk membentuk sikap melalui proses knowing the good, loving the good, and acting the good, dimana proses pendidikan karakter melibatkan dan mengedepankan aspek kognitif, emosi, dan fisik, sehingga sifat mulia bisa terukir menjadi habit of the mind, heart, and hands.

Nilai-nilai ini ketika ditanamkan pada anak sejak kecil akan menghasilkan pada keterampilan menjalankan proses, mengembangkan, dan mempertahankan serta menciptakan sesuatu yang baru dari suatu proses, pengembangan dan berujung pada eksistensi luar biasa di berbagai bidang seperti perniagaan/kewirausahaan, birokrat/pemerintahan, sains/penelitian, dan lain-lain. Ajaran Konfusianisme (儒教) menjadi salah satu budaya Tionghoa yang sangat relevan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Konsep pengembangan karakter dan etika yang sangat lekat dalam ajaran Konfusianisme (儒教) dapat meningkatkan karakter individu, seperti rasa kemanusiaan, hubungan antar sesama, kesopanan, keberanian, kebijaksanaan, kejujuran dan kesetiaan, yang mana ini dapat mengerucut pada pengembangan kemampuan dan keterampilan individu yang nantinya karakter tersebut akan menonjol dan menjadi jembatan dalam menggapai hasil yang optimal untuk mencapai kesuksesan pada setiap pekerjaan yang dijalaninya.

Inti dari pemikiran Konfusius (孔子) terpadu dalam sebuah sistem sosial, etika, dan intelektual. Salah satu prestasi besarnya adalah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada orang kebanyakan untuk mengenal kebudayaan dan pendidikan yang lebih berkualitas dan tidak terbatas, yang sebelumnya merupakan monopoli kelompok bangsawan pada masa pemerintahan Dinasti Qin (秦朝). Ini sangat kontras dengan yang terjadi di Indonesia yang mana pendidikan terkesan dibuat sekedarnya dan jika ingin mendapatkan pendidikan yang lebih berkualitas maka harus merogoh kocek lebih dalam untuk bersekolah di sekolah swasta bagus. Sistem ini bisa diduga sebagai sisa-sisa feodalisme yang tersirat atau tersembunyi dan diadaptasikan ke dalam sistem pendidikan di Indonesia yang mungkin bisa juga diduga sebagai upaya kesengajaan untuk pembodohan yang dipelihara.

Tujuan semula Konfusius (孔子) membuka akses pendidikan seluas-luasnya pada masyarakat luas adalah untuk memberi bekal kepada muridnya agar dapat menjadi pegawai pemerintah. Tetapi pada perkembangannya Konfusius (孔子) mengharapkan agar para muridnya dapat memainkan peran yang dinamis untuk merombak pemerintahan di mana pun mereka terlibat di dalamnya dan membuatnya agar memenuhi kebutuhan rakyat. Untuk itu para murid tidak hanya cukup sekedar diberi latihan dalam teknik-teknik yang biasa melainkan harus mengembangkan setinggi mungkin prakarsa, watak, dan kecerdasan mereka, yang lebih penting bahwa Konfusius (孔子) menghendaki muridnya menjadi ‘manusia utuh’ yang berguna bagi negara serta masyarakat. Dengan demikian ajaran Konfusianisme (儒教) bukan sekedar menyiarkan atau memberi doktrin melainkan juga menciptakan sesuatu yang baru. Konfusianisme (儒教) selalu menganjurkan agar manusia berpikir sendiri dan mengajar tentang bagaimana cara berpikir tetapi jawabannya harus ditemukan sendiri.

Konfusianisme (儒教) sangat menekankan pentingnya pendidikan bagi manusia, karena menurut Konfusianisme (儒教) pendidikan dapat mengubah serta menghapuskan kebodohan yang terdapat dalam masyarakat, dan pendidikan adalah jalan yang akan mengantarkan suatu negara mencapai kemakmuran. Lalu peran guru juga dinilai penting dalam Konfusianisme (儒教), guru dalam pandangan Konfusianisme (儒教) adalah seorang yang berperangai lemah lembut namun teguh hati, memerintah tetapi tidak secara kasar, dan disegani namun ramah, tetapi Konfusianisme (儒教) juga menekankan bahwa siswa harus menghormati gurunya. Para murid harus mencintai gurunya seperti layaknya mencintai bapaknya sendiri. Namun demikian meskipun hormat kepada guru, para murid harus tetap bersikap kritis terhadap guru mereka. Inilah yang menjadi keunggulan sistem pendidikan yang umumnya diadaptasi di negara-negara penganut budaya Sinosfer, yang mana komunikasi dua arah antara guru dan murid dapat terjalin dengan baik di ruang kelas.

 

Kesimpulan

Banyak prinsip dan praktik pendidikan dalam Konfusianisme (儒教) yang masih relevan sampai saat ini, antara lain mengenai teori belajar dan mengajar, pendekatan pengajaran, hubungan antara guru dengan murid, maupun pentingnya kepribadian seorang guru. Agar tujuan pendidikan tercapai, Konfusius (孔子) menerapkan metode pembelajaran yang variatif, meliputi metode ceramah, tanya jawab, dialog, pemecahan masalah, dan diskusi kelompok. Pada saat yang bersamaan, nilai-nilai moral selalu ditekankan kepada murid-muridnya secara integratif dengan memadukan antara belajar, berfikir, dan praktek. Ia pun sangat menekankan pentingnya model atau tokoh dalam pendidikannya, yaitu dengan menempatkan guru sebagai teladan yang baik. Diharapkan dengan mempelajari nilai-nilai Konfusianisme (儒教) yang sudah terpadu dengan baik dapat menjadi referensi untuk reformasi sistem pendidikan Indonesia yang lebih baik sehingga kita tidak lagi mendengar kasus guru tidak berkualitas yang terpaksa menjadi guru dan mengajar, dan berpotensi merusak pola pikir anak-anak kita ke depannya yang menjadi generasi penerus bangsa.

 

BAGI PARA PEMBACA YANG MAU MEMBANTU OPERASIONAL SETANGKAIDUPA.COM BISA MELALUI REK. BANK BRI KCP CIPULIR RADIO DALAM 086801018179534 AN. MAJAPUTERA KARNIAWAN. MOHON MENGIRIMKAN KONFIRMASI DANA KE WHATSAPP NOMOR 089678975279 (MAJA).

 

Daftar Pustaka

  • Wei Ming, Tu. 2005. Etika Konfusian Modern. Jakarta Selatan: Teraju
  • Krieger, Silke, and Trautzettel, Rolf. 1991. Confucianism and the Modernization of China, Mainz: Hase & Koehler Verlag.
  • Lin Yutang. 2004. Penguasa Bijak: Berguru pada Demokrasi Cina Kuno, Jakarta: Curiosita.
  • https://www.chinadaily.com.cn/culture/2016-09/09/content_26751892_2.htm. Diakses 10 Mei 2023
Butuh bantuan?